Wednesday, 29 February 2012

Blok 4 UP 2


Learning Objective
1.      Mengetahui Proses Fisiologi dan Biokimia pada respirasi sel?
2.      Mengetahui Mekanisme Thermoregulasi?
3.      Mengetahui Cacing Parasit pada sistem Respirasi?


1.      Fisiologi Respirasi Sel
Fungsi Sistem Respirasi :
a.       Menyediakan permukaan untuk pertukaran gas antara udara dan sistem aliran darah.
b.      Sebagai jalur untuk keluar masuknya udara dari luar ke paru-paru.
c.       Melindungi permukaan respirasi dari dehidrasi, perubahan temperatur, dan berbagai keadaan lingkungan yang merugikan atau melindungi sistem respirasi itu sendiri dan jaringan lain dari patogen.
d.      Sumber produksi suara termasuk untuk berbicara, menyanyi, dan bentuk komunikasi lainnya.
e.       Memfasilitasi deteksi stimulus olfactory dengan adanya reseptor olfactory di superior portion pada rongga hidung.

Sistem respirasi juga dibagi menurut divisinya, yakni :
1.      Divisi konduksi
Divisi ini dimulai dari rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, himgga terminal bronkiolus
2.      Divisi respirasi
Divisi ini dimulai dari bronkiolus hingga alveoli, udara memenuhi kantung paru-paru dan terjadilah pertukaran gas antara udara dan darah.

Mekanisme Respirasi
Secara umum, respirasi terdiri dari 2 proses: respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal meliputi pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida) antara cairan interstisial tubuh dengan lingkungan luar. Tujuan dari respirasi eksternal adalah untuk memenuhi kebutuhan respirasi sel. Respirasi internal adalah proses absorpsi oksigen dan pelepasan karbon dioksida dari sel. Proses respirasi internal ini disebut juga respirasi selular, terjadinya di mitokondria.
Berikut adalah tahapan-ahapan dalam respirasi eksternal:
1.  Ventilasi pulmoner atau bernapas, melibatkan perpindahan udara secara fisik keluar masuk paru-paru.
2.  Difusi gas, melewati membran respiratori antara ruangan alveolar dan kapiler alveolar serta melewati kapiler alveolar dan kapiler jaringan.
3.  Transportasi oksigen dan karbon dioksida; antara kapiler alveolar dan kapiler jaringan.
Ventilasi Pulmoner
Adalah perpindahan udara secara fisik keluar masuk paru-paru. Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keseimbangan ventilasi alveolar. Tekanan atmosfer memiliki peranan penting dalam ventilasi pulmoner.
 Menurut hukum Boyle, tekanan berbanding terbalik dengan volume. Udara akan mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Kedua hukum ini merupakan dasar dari ventilasi pulmoner. Satu siklus respirasi tunggal terdiri dari inhalasi/inspirsi dan ekshalasi/ekspirasi. Keduanya melibatkan perubahan volume paru-paru. Perubahan ini menciptakan gradien tekanan yang memindahkan udara keluar atau masuk paru-paru.
Kedua paru-paru memiliki rongga pleural. Parietal dan viseral pleura dipisahkan hanya oleh selaput tipis cairan pleural. Perbandingan ikatan cairan terjadi antara parietal pleural dan viseral pleura  Hasilnya, permukaan masing-masing menempel pada bagian dalam dada dan permukaan superior diafragma. Pergerakan dada dan diafragma ini akan menyebabkan perubahan volume paru-paru. Volume rongga toraks berubah ketika diafragma berubah posisinya atau tulang rusuk bergerak.
Saat diafragma berkontraksi, volume rongga toraks akan bertambah, ketika diafragma berelasasi, volume rongga toraks akan berkurang. Sementara pergerakan superior rusuk dan tulang belakang menyebabkan volume rongga toraks bertambah. Pergerakan inferior rusuk dan tulang belakang menyebabkan volume rongga toraks berkurang.
Saat bernapas dimulai, tekanan di dalam dan luar paru-paru sama, tidak ada pererakan keluar masuk paru-paru. Saat rongga toraks membesar, rongga pleural dan paru-paru akan berekspansi untuk memenuhi rongga dada yang membesar. Ekspansi ini mengurangi tekanan paru-paru, maka udara dapat memasuki saluran pernapasan karena tekanan dalam paru-paru lebih rendah dari tekanan luar. Udara terus masuk sampai volume paru-paru berhenti bartambah dan tekanan di dalam sama dengan tekanan udara luar. Saat volume rongga toraks berkurang, tekanan alam paru-paru naik sehingga udara dari paru-paru dikeluarkan dari saluran pernapasan.
Perubahan tekanan selama inhalasi dan ekshalasi
1.      Tekanan intrapulmoner
Arah aliran udara ditentukan oleh hubungan antara tekanan atmosfer dan tekanan intrapulmoner. Tekanan intrapulmoner adalah tekanan di dalam saluran pernafasan, di alveoli.
Ketika sedang istirahat dan bernafas dengan normal, perbedaan antara tekanan atmosfer dan tekanan intrapulmoner relative kecil. Pada saat inhalasi, paru-paru mengembang dan tekanan intrapulmoner turun menjadi 759 mm Hg. Karena tekanan intrapulmoner 1 mm Hg di bawah tekanan atmosfer, tekanan intrapulmoner pada umumnya ditulis dengan -1 mmHg. Pada saat ekshalasi, paru-paru mengempis dan tekanan intrapulmoner meningkat menjadi 761 mmHg, atau +1 mmHg.
Ukuran gradient tekanan meningkat ketika bernafas dengan kuat. Ketika atlet yang berlatih bernafas dengan kapasitas maksimum,  diferensial tekanan dapat mencapai -30 mmHg selama inhalasi dan +100 mmHg jika individu menegang dengan glottis  yang ettap tertutup. Hal ini merupakan alasan mengapa atlet mengangkat beban pada saat ekshalasi; karena ekshalasi menjaga tekanan intrapulmoner dan tekanan peritoneal meningkat dengan signifikan yang bisa menyebabkan alveolar rupture dan terjadi hernia.

2.      Tekanan intrapleural
Tekanan intarpleural merupakan tekanan pada ruangan di antara parietal dan visceral pleura. Rata-rata tekanan intrapleura adalah sekitar -4 mmHg, tapi dapat mencapai – 18 mmHg selama inhalasi yang dipaksakan. Tekanan ini di bawah tekanan atmosferyang diseabkan hubungan antara paru-paru dan dinding tubuh. Pada awalnya, kita mencatat bahwa paru-paru memiliki keelastisan yang tinggi. Pada kenyataanya, paru-paru dapat kolaps jika elastic fiber dapat berbalik ke keadaan normal dengan sempurna. Elastic fiber tidak bisa berbalik secara signifikan Karena elastic fiber tidak cukup kuat untuk mengatasi ikatan cairan antara parietal dan visceral pleura. Elastic fiber selanjutnya melawan ikatan cairan dan menarik paru-paru menjauh dari dinding dada dan diafragma, menurunkan tekanan intrapleural . karena elastic fiber yang tersisa membesar bahkan setelah ekshalasi penuh, tekanan intrapleural berada di bawah tekanan atmosfer melaui siklus inhalasi dan ekshalasi normal.
Siklus Respirasi
Satu siklus respirasi terdiri dari satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Jumlah udara yang keluar atau masuk paru-paru dalam satu siklus respirasi disebut volume tidal. Saat siklus dimulai, tekanan atmosfer dan intrapulmonar sama besar, tidak ada pertukaran udara. Inspirasi dimulai dengan penurunan tekanan intrapleural yang diakibatkan ekspansi rongga dada sehingga udara masuk. Saat ekshalasi dimulai, tekanan intrapleural dan intrapulmonar naik denga cepat, mendorong udara keluar dari paru-paru.
Mekanisme Inspirasi
Inspirassi adalah mengembangnya cavum thorax dan pulmo karena adanya udara yang masuk. Cavum thorax mengembang karena adanya kontaksi diafragma dan adanya pergerakan costae. Otot antara tulang rusuk (interkosta) berkontraksi sehingga tulang rusuk bergerak ke luar dan tulang dada membesar. Akibatnya teklanan udara dada menjadi kecil sehingga udara luar yang kaya oksigen akan masuk. Udara yang masuk sebagian kecil menuju ke paru-paru dan sebagian besar menuju ke kantong udara sebagai cadangan udara. (O’ Reece, 2004)
Otot yang Digunakan Saat Inspirasi
·         Kontraksi diafragma membuat ‘lantai’ rongga dada menjadi rata, menaikkan volumenya dan membuat udara masuk ke paru-paru. Kontraksi diafragma berperan dalam hampir 75% pergerakan udara pada pernapasan normal.
·         Kontraksi otot eksternal interkostal membuat tulang rusuk bergerak naik saat inhalasi. Kontraksi ini bertanggung jawab atas 25% volume udara di paru-paru.
·         Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus anterior, pectoralis minor, dan otot scalens. Otot-otot ini juga berperan dalam pengangkatan tulang rusuk oleh otot eksternal interkostal. Otot-otot ini meningkatkan jumlah dan kecepatan pergerakan tulang rusuk.
 Mekanisme Ekspirasi
Ekspirasi adalah berkurangnya volume cavum thorax dan pulmo karena udara keluar.  Otot interkosta relaksasi sehingga tulang rusuk dan tulang dada ke posisi semula. Akibatnya rongga dada mengecil dan tekanannya menjadi lebih besar dari pada tekanan udara luar. Ini menyebabkan udara dari paru-paru yang kaya karbondioksida ke luar. (O’ Reece, 2004)
Otot yang Digunakan Saat Ekspirasi
·         Otot internal inetrkostal dan transversus thoracis menekan tulang rusuk dan menurunkan lebar dan kedalaman rongga dada.
·         Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal interkostal saat ekshalasi dengan memampatkan abdomen dan mendorong diafragma untuk bergerak ke atas.
Pernapasan Biasa
Disebut juga eupnea, inspirasinya melibatkan kontraksi otot diafragma dan eksternal interkostal, tetapi ekspirasinya merupakan proses pasif. Saat pernapasan diafragma atau pernapasan dalam, kontraksi diafragma mengakibatkan perubahan penting volume rongga dada. Udara masuk ke paru-paru saat diafragma berkontraksi, dan diekspirasi secara pasif saat diafragma berelaksasi.
Pada pernapasan kostal atau pernapasan dangkal, volume rongga dada berubah karena tulang rusuk merubah bentuknya. Inspirasi terjadi saat kontraksi otot eksternal interkostal menaikkan tulang rusuk dan memperbesar volume rongga dada. Ekspirasi terjadi secara pasif ketika otot-otot tersebut berelaksasi.
Pernapasan Kuat
Disebut juga hiperpnea, melibatkan pergerakan aktif inspiratori dan ekspiratori. Inspirasi pada pernapasan kuat dibantu oleh otot aksesori, ekspirasi melibatkan kontraksi otot internal interkostal. Pada tingkat pernapasan kuat mutlak, otot abdominal juga dilibatkan dalam ekspirasi. Kontraksinya dapat memampatkan isi abdomen, mendorongnya ke atas melawan diafragma sehingga menurunkan volume rongga dada.

Proses biokimia sistem respirasi pada mamalia
Pernapasan dapat dibagi dalam empat proses penting, antara lain :
a.       pertukaran udara paru – paru, yaitu pemasukan dan pengeluaran udara antata atmosfir dan alveoli
b.      difusi oksigen dan CO2 antara alveoli dan darahke dan dari sel –sel organisme melalui darah
c.       transpor oksigen dan CO2 ke dan dari sel-sel organisme melalui darah
d.      pengaturan ventilasi
Benturan dan masuknya molekul gas dalam cairan berlangsung dengan suatu proses yang dikenal sebagai difusi. Kecepatan berlangsungnya proses difusi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a)      perbedaan antara tekanan parsial gas diatas cairan dan tekanan gas di dalamnya.
b)      makin luas daerah penampang lintang antar muka gas cairan, makin cepat terjadinya difusi.
c)      makin panjang jaraknya yang harus ditembus molekul-molekul, makin lama tercapainya keseimbangan
d)     makin besar daya larut gas dalam cairan makin banyak jumlah molekul yang didapat berdifusi pada setiap perbedaan tekanan.
e)      makin besar kecepatan atau pergerakan kinetik molekul gas dan suhunya, makin besar kecepatan difusi.
Kemampuan keseluruhan membran pernafasan total untuk melakukan pertukaran gas antara alveoli dan darah paru-paru dapat dinyatakan sebagai kapasitas difusi, yaitu volume suatu gas berdifusi melalui membran pernapasan dalam 1 menit pada perbedaan 1 mm Hg(Martin, 1987).
Pertukaran oksigen dan CO2 selama proses pernapasan
Tabel : Tekanan dan tegangan parsial (dalam mm Hg) oksigen, CO2 dan air dalam sistem pulmoner.

Arteri pulmonalis
Alveolus
Vena pulmonalis
O2
40
104
104
CO2
45
40
40
Air
47
47
47
Pada keseimbangan, daya yang dikeluarkan oleh gas dalam usahanya memasuki cairan akan sama dengan daya yang dikeluarkan oleh gas yang sama dalam usahanya meninggalkan cairan. Desakan yang ditimbulkan oleh gas dala usahanya untuk meninggalkan cairan disebut tekanan gas. Ini dinyatakan sebagai  PO2, PCO2, PN2, dan seterusnya. Seperti dilihat di dalam tabel, PO2 darah bila memasuki kapiler paru-paru adalah 40 mmHg, sedangkan PO2 dalam alveoli adalah 104 mmHg. Karena luasnya daerah permukaan membran pernapasan dan kenyataan bahwa membran adalah sangat tipis, maka pengambilan oksigen dari alveoli kedalam darah kapiler paru-paru berlangsung sangat cepat sehingga nilai PO2 dalam kapiler paru-paru dan alveoli menjadi sama meskipun darah belum mencapai pertengahan kapiler. Perbedaan tekanan rata-rata yang mengalami integrasi selama pernapasan normal adalah sekitar 11 mmHg.
Di perifer, sewaktu darah teroksigenasi mengalir melalui kapiler jaringan, Proses berlangsung sebaliknya. PO2 yang tinggi dalam darah arteri (sekitar 95 mmHg) berdifusi akibat gradien ini ke dalam cairan intersisial, dimana PO2 rata-rata adalah 40 mmHg. Pada waktu darah telah melalui kapiler jaringan PO2 darah telah mendekati tekanan oksigen cairan interstisial sebesar 40 mmHg itu.
Darah arteri yang masuk dalam kapiler jaringan mengandung CO2 yang relatif rendah antara cairan interstisial dan darah kapiler masih cukup untuk menjamin cepat untuk terjadinya keseimbangan PCO2. Sebagai akibat PCO2 darah vena adalah juga sekitar 45 mmHg(Martin, 1987).
Transpor oksigen dalam darah
Transpor oksigen dan CO2 dalam darah diangkut oleh hemoglobin. Hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit dapat menerangkan semua kadar oksigen “ekstra” dalam darah dan sebagian dari CO2 “ekstra” yang penting.
Normal sekitar 97-98% dari O2 diangkut dari paru-paru ke jaringan dalam gabungan reverrsibel dengan hemoglobin. ini dapat digambarkan secara sederhana oleh persamaan,
Hb + O2 « HbO2
diamna :   Hb       = hemoglobin yang teroksigenasi
HbO2   = oksihemoglobin
Gabungan hemoglobin dan oksigen bukan merupakan persenyawaan atau ikatan kimia oksida. Derajat penggabungan oksigen dan hemoglobin atau kebalikannya, yaitu disosiasioksihemoglobin untuk melepaskan oksigen atau asosiasi oksigen dengan hemoglobin, ditentukan oleh tekanan (PO2) oksigen dalam medium yang mengelilingi hemoglobin. Pada tekanan oksigen dalam darah ketika meninggalkan kapiler paru-paru (104 mm Hg) sekitar 97% Hb telah jenuh. Akan tetapi bila darah telah membasahi jaringan perifer kembali ke paru-paru dan masuk ke dalam kapiler paru-paru, PO2-nya mm Hg, pada tekanan ini kira-kira 70% dari Hb adalah jenuh.
Dalam jaringan perifer, pemakaian O2 tidak diautr oleh persediaannya tetapi lebih penting oleh konsentrasi ADP dalam sel yang tersedia untuk proses fosforilasi oksidasi. Bila tekanan oksigen dalam jaringan perifer lebih besar dari 4 mmHg, reaksi kimia dapat berjalan terus tanpa memperhatikan ketersediaan oksigen(Martin, 1987).
Transpor CO2 dalam darah
CO2 bereaksi dengan air dalam darah untuk membebtuk asam karbonat (H2CO3) walaupun reaksi ini sangat lambat tanpa adanya aktivitas katalis.
CO2 + H2O « H2CO3
Hb merupakan buffer utama dalam darah yang mengambil ion hidrogen, bebas dari darah untuk membentuk Hb berproton “membebaskan” sejumlah ekuibicarbonat, seperti digambarkan dalam reaksi,
H+ + HCO3- + KHb « HHb + K+ + HCO3-
Reaksi ini sudah tentu terjadi hanya sel darah merah, yang sngat immpermiabel untuk ion kalium tetapi malahan lebih mudah ditembus oleh anion bikarbonat(Martin, 1987).

2.      Mekanisme Termoregulasi
Termoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak supaya suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar (Isnaeni, 2006).
Suhu tubuh hewan harus dipertahankan tetap konstan karena (1) Perubahan suhu dapat mempengaruhi konfirmasi protein dan aktivitas enzim. Perubahan suhu dalam tubuh hewan akan mempengaruhi kecepatan reaksi metabolisme dalam sel. (2) molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang kepada berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan. Peningkatan suhu tubuh hewan dapat meningkatkan laju reaksi dalam sel (Isnaeni, 2006).
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm (ektoterm) dan homeoterm (endoterm). Hewan Poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungannya sangat berubah. Pada endoterm, panas tubuhnya berasal dari dalam tubuh, sebagai hasil dari proses metabolisme sel tubuh (Isnaeni, 2006).
Hewan melakukan interaksi pertukaran panas dengan lingkungannya melalui berbagai cara, yaitu:
a.       Konduksi: Perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda yang saling bersentuhan. Panas akan berpindah dari benda yang suhu lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah.
b.      Konveksi: Perpindahan panas antara dua benda, yang terjadi melalui zat alir (Fluida) yang bergerak. Panas dari tubuh hewan dipindahkan ke zat cair yang bergerak di dekatnya. Contohnya pada saat udara panas bertiup di dekat kita, maka lama kelamaan tubuh kita akan menjadi lebih panas juga.
c.       Radiasi: Perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling bersentuhan. Misalnya perpindahan panas dari matahari ke tubuh hewan.
d.      Evaporasi: Proses perpindahan benda dari fase cair ke fase gas. Evaporasi merupakan cara yang penting bagi hewan untuk melepaskan panas dari tubuh. Contohnya, Jika suhu tubuh meningkat, maka hewan akan mengeluarkan keringat. Selanjutnya keringat akan membasahi kulit, dan jika dibiarkan keringat akan menyerap kelebihan panas dari tubuh, yang akan mengubahnya menjadi uap. Oleh karena itu, setelah keringat mengering, suhu tubuh pun akan turun. Hewan yang tidak berkeringat seperti burung dan anjing, jika tubuhnya panas, akan meningkatkan penguapan melalui saluran pernapasan mereka dengan cara terengah-engah, yang pada anjing akan diikuti dengan menjulurkan lidahnya (Isnaeni, 2006).

Dalam Lingkungan akuatik, pelepasan dalam tubuh ikan terutama terjadi melalui insang. Air merupakan peredam panas yang baik. Kelebihan panas dari tubuh hewan akuatik akan diserap atau dihamburkan oleh air sehingga suhu tubuh ikan akan stabil dan relatif sama dengan suhu air disekitarnya (Isnaeni, 2006).

3.      Parasit pada Sistem Respirasi
a.       Syngamus trachea (cacing menganga)
Hidup pada trachea unggas. Berupa cacing segar berwarna merah jantan dan betina berkopulasi permanen sehingga seperti huruf y, jantan 2-6 mm dan betina 5-20 mm vulva sepertiga anterior tubuh. Telur stadium segmented 2 mempunyai  operculum pada kedua ujungnya. Siklus hidupnya yaitu : telur dibatukkan – tertelan – keluar bersama tinja – larva stadium II dalam telur menetas larva dalam cacing tanah, siput, arthopoda – per os – darah – paru – bronchi – kopulasi – trachea (Levine, 1994).
b.      Metastrongylus  elongatus (M. apri)
Hidup pada bronkus dan bronkiolus babi, ditemukan juga pada  domba, menjangan, sapi, ruminansia lain. Jantan 25 mm dan betina 58 mm. Mempunyai 6 bibir. Siklus hidupnya yaitu telur berlarva – telur menetas atau setelah dimakan cacing tanah (bila cacing tanah matilarva bebas – 2 mg) per os cacing tanah atau larva bebas seperti D. Filarial (Levine, 1994).
c.       Filaroides osterni
Berparasit pada nodulus di trachea  dan bronchus anjing. Siklus hidup  yaitu larva I infektif (saliva dan tinja) – anak (jilatan atau muntah) – per os – darah atau limpha – hati – paru-paru (levine, 1994).
d.      Aelurostrongylus abstrusus
Berparasit pada paru-paru kucing. Siklus hidupnya yaitu Larva I di tinja kurang lebih 2 mg atau siput sebagai hospes intermediet – per os – cavum peritoneum – thorax – paru-paru – hospes pembawa : rodensia, katak, cicak dan burung (Levine, 1994).
e.       Protostrongylus rufescens
Berparasit pada broncheolus domba, kambing dan menjangan (Levine, 1994).
f.       Muellerius capilaris
Berparasit pada paru-paru domba dan kambing (Levine, 1994).
g.      Crenosoma vulvis
Berparasit pada bronchi kadang-kadang trachea golongan anjing. Cutikula mempunyai 18-26 cincin dengan spina kecil (Levine, 1994).
h.      Mammonogamus laryngeus
Berparasit pada larynx sapi dan kerbau (Levine, 1994)
i.        Toxacara canis
Cacing nematoda ini memiliki tubuh bulat meruncing di sisi cranial dan caudal. Panjang tubuh jantan antara 4-10 cm, sedangkan betina 5-18 cm. Stadium infektifnya saat larva kedua. Siklus hidupnya dimulai dari telur yang keluar bersama feses, berkembang menjadi stadium infektif (9-15 hari)- dimakan anjing- telur menetas menjadi stadium 2 di usus halus- menembus usus halus- melalui sistem limfatik- vena porta hati- hati -vena kava / vena hepatik- jantung- arteri pulmonalis- paru-paru- bronkiol- trakhea- pharynx--lambung (larva 4)- usus (dewasa)- telur (4-5 mg PI)--anak anjing.
j.        Ancylostoma caninum
Pada umumnya terdapat pada usus halus anjing yang merupakan cacing penghisap darah yang sangat bernafsu. Tubuhnya berwarna keabuan atau kemerahan dengan kapsula bukalis. Cacing jantan mempunyai panjang tubuh sekitar 11-13 mm, sedangkan betina 14-21 mm. Cacing dewasa dewasa meletakkan 7.700-28.000 telur tiap hari. Apabila larva menembus kulit, maka cacing ini akan membuat lubang melalui jaringan sampai mereka mencapai pembuluh darah atau pembuluh limfe. Kemudian melalui sistem vena atau saluran limfe toraks menuju jantung dan selanjutnya ke paru-paru. Menembus kapiler menuju alveoli, naik melalui bronki menuju pharynx dan esophagus, dan kemudian kembali ke usus halus, ketika di usus halus berganti menjadi larva stadium 4 dan menjadi dewasa. Larva hidup bebas membutuhkan waktu 55-66 jam untuk mencapai stadium infektif pada 300 C dan 9 hari pada 170 C. Infeksi prenatal juga dapat terjadi melalui kolostrum (Levine, 1994).
k.       Oxyuris equi
Terdapat pada usus besar kuda. Jantan 9-12 mm dengan 1 epikulum yang tampak seperti jarum pentul. Sedangkan betina 150mm dengan panjang ekor 3 kali dari bagian anteriornya. Telur berbentuk lonjong dengan sedikit datar pada satu sisi dan mempunyai sumbat di kedua ujungnya. Siklus hidupnya :
Bertelur di daerah perineal - telur infektif - per os coecum

Daftar Pustaka
Frandson, R, D.1981.Anatomy adn Physiology of Farm Animals.Third Edition. Great Britan. London
Kardong, Kenneth V. 2002. Vertebrates Comparative Anatomy, Function, Evolution. Washington State University
Levine, D Norman. 1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Martin, D. W. .1987. Biokimia Harper edisi 20. Diterjemahkan oleh : Darmawan, I. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
McCauley, William J. 1971. Veterinary Physiology. W.B. Saunders Company : Philadelphia
McDonald, Malcolm. 1981. Key to Trematodes Reported in Waterfowl. Resource Publication : Washington
O’ Reece, William. 2004. Dukes’ Physiology Of Domestic Animals 12th ed. Cornell University Press : Ithaca
Swenson, Melvin J. 1970. Duke's Physiology of Domestic Animals. Cornell University Press : Ithaca and London

No comments:

Post a Comment