Monday 17 December 2012

Blok 9 UP 2


LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana proses spermatogenesis beserta hormone yang mempengaruhi?
2.      Bagaimana cara koleksi dan evaluasi semen?
3.      Apa saja komponen semen?

PEMBAHASAN

1.      Spermatogenesis
Pada waktu pubertas aktivitas testis tergantung pada peningkatan produksi hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise. Substansi yang dikenal dengan nama FSH serta LH atau ICSH (interstisial sel hormon). Disebut ICSH karena aksi primernya adalah sel interstisial di dalam testis di antara tubuli yang dikenal dengan sel leydig (Sherwood, 2001).  
Hubungan timbal balik hormon – hormon utama yang ada pada reproduksi jantan (Sutama. 1991).
Kedua hormon gonadotropik hipofisis anterior, LH dan FSH, mengontrol sekresi testosteron dan spermatogenesis.
Testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior, LH dan FSH. Kedua hormon ini bekerja pada komponen-komponen testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig untuk mengatur sekresi testosteron, sehingga pada pria hormon ini juga memiliki nama intertitial-stimuating-hormone (ICSH). FSH bekerja pada tubulus seminiferus, terutama pada sel Sertoli, untuk meningkatkan spermatogenesis. Sebaliknya, sekresi LH dan FSH dari hipofisis anterior dirangsang oleh sebuah hormon hipotalamus, gonadotropin-releasing-hormone (GnRH) (Sherwood, 2001).
Rangkaian pengendalian hormon terhadap spermatogenesis adalah sebagai berikut:
  1. Pada waktu pubertas LH mempengaruhi sel leydig untuk menghasilkan testosteron/androgen (Sherwood, 2001),
  2. Androgen menyebabkan epitel germinalis dari tubulus seminiferus bereaksi/peka terhadap FSH (Sherwood, 2001),
  3. FSH menyebabkan dimulainya spermatogenesis dengan pembelahan sel di spermatogonia (Sherwood, 2001),
  4. Spermatogenesis yang berkesinambungan diatur oleh hubungan timbal balik FSH, LH dan hormon lain(Sherwood, 2001),
  5. Selain mempengaruhi alat kelamin jantan, androgen juga membantu mempertahankan kondisi yang optimum untuk spermatogenesis, transport sperma dan deposisi semen pada alat kelamin betina (Sherwood, 2001).

Spermatogenesis dimulai dengan pembelahan spermatogonia. Tahap berikutnya adalah dari spermatogonia menjadi fese spermatosit dan spermatida dan kemudian menjadi spermatozoa bersamaan dengan meiosis atau pengurangan jumlah jromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n). Dengan demikian sel telur yang telah dibuahi mempunyai kromosom 2n, setengah dari jantan dan setengah dari induk betina. Setelah masuk lumen tubulus seminiverus ,sperma yang terbentuk belum dapat bergerk (immotile) melewati rete testis menuju kepala epididimis.
SPERMATOGENESIS
  1. Dimulai oleh FSH, dibantu oleh testosteron
  2. Gonadotrophin (FSH dan LH)
  3. mengontrol mitosis dan meiosis sel germinal (secara langsung) dan mengontrol pemasakan spermatid/ spermiogenesis secara tidak langsung.
Proses spermatogenesis dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
  1. Multiplikasi/mitosis (spermatogonia)
  2. Spermatositogenesis/meiosis (spermatogonia B menjadi spermatid),
  3. Spermiogenesis/metamorfosis (spermatid menjadi spermatozoa)
Mitosis (tahap multiplikasi)
  1. Melalui pembelahan mitosis yang berkesinambungan banyak spermatogonia tumbuh menjadi spermatozoa dan jumlahnya sangat bertambah.
  2. Spermatogonia yang mengalami diferensiasi pada waktu yang sama hanya akan menghasilkan 4 gamet haploid Maka tidak semua spermatogonia mengalami diferensiasi secara simultan; beberapa tetap bertahan sebagai sel stem untuk diferensiasi waktu mendatang
Meiosis
  1. Spermatosit merupakan sel terbesar epitelium spermatogenik yang mengisi zona intermedia.
  2. Spermatogonia B berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Sel ini berumur panjang, pada sapi sampai 16 hari, biasanya mudah ditemukan dan diidentifikasi.
  3. Akhir pembelahan meiosis pertama ditandai dengan diferensiasi spermatosit sekunder. Sel-selnya bersifat haploid, lebih kecil dari spermatosit primer, sulit ditemukan karena memasuki pembelahan meiosis ke 2 dalam waktu pendek dan membentuk spermatid. Rentang hidupnya bervariasi dari beberapa menit sampai 1 jam.
SPERMIOGENESIS/METAMORFOSE
1.      Spermatid adalah haploid
2.      Semua sisa sitoplasma dibuang
3.      Bentuk akhir hanya esensial untuk bergerak dan fertilisasi
Spermiogenesis
  1. Spermatid merupakan hasil pembelahan spermatosit sekunder tetap haploid, merupakan lapisan sel tubulus seminiferus yang tertebal, paling banyak dan paling berkembang. Zona luminal yang mereka tempati disebut zona metamorfosis.
  2. Proses perubahan dari spermatid menjadi spermatozoon disebut metamorfosis atau spermiogenesis. Organela utama yang terlibat dalam spermiogenesis adalah nukleus, benda Golgi dan sentriol.


2.      SEMEN
Semen yang digunakan untuk keperluan inseminasi buatan pada umumnya dapat dikoleksi dengan berbagai cara, yaitu menggunakan vagina buatan atau yang biasa disebut dengan artificial vagina, menggunakan elektro ejaculator, dan metode palpasi rectal dengan cara mengurut glandula accessoria, cara ini biasa disebut dengan massage.
a.       Vagina Buatan (Artificial Vagina)
Vagina buatan terdiri dari sebuah tabung keras dan kaku, lingkarnya ± 35 cm,  dan didalamnya terdapat selongsong karet tipis yang halus dan digunakan sebagai tempat bagi air hangat. Pemberian air hangat ini bertujuan agar spermatozoa tidak cepat coldshock yaitu kondisi yang terjadi akibat perbedaan suhu tubuh pejantan dan suhu lingkungan yang mengakibatkan abnormalitas pada sperma
Prinsip metode ini adalah mengarahkan penis pejantan yang seharusnya mengarah ke vagina teaser akan dibelokkan ke dalam vagina buatan ini oleh kolektor (bull Master) yang selanjutnya akan disimpan yang kemudian diinseminasikan ke vagina betina.
Metode ini mempunyai keuntungan yaitu kualitas semen akan lebih baik dibanding dengan metode koleksi semen yang lainnya, sapi pejantan akan lebih dapat mengekspresikan perilaku alamiah secara normal. Selain itu prosentase semen yang terkontaminasi urine akan dapat diminimalisir. Disamping keuntungan terdapat kekurangan dalam merode ini yaitu tingkat keamanan bagi kolektor sangat rendah, membutuhkan teaser dan melakukan exercise sebelum melakukan mounting dan ejakulasi. Metode ini hanya diperuntukkan bagi pejantan yang dapat melakukan mounting (Toelihere, 1989).
b.      Elektroejakulator
Koleksi ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang prinsipnya mengatur dan memberi rangsangan berupa tengangan tertentu pada system saraf pusat (antara vertebrae lumbal keempat dan sacral pertama) pejantan untuk segera memberi informasi kepada organ genital untuk segera ejakulasi. Pada umumnya metode ini digunakan apabila pejantan mempunyai kualitas semen yang baik namun tidak dapat dikoleksi dengan cara vagina buatan atau karena pejantan yang pincang. Penggunaan elektro ejaculator mempunyai kelemahan yaitu perubahan derajat keasaman/ pH menjadi lebih tinggi (menjadi lebih basa) sehingga kualitas semen akan menjadi kurang baik (Toelihere, 1989).
c.       Massage
Metode ini merupakan salah satu cara koleksi semen yaitu dengan jalan mengurut-urut vesikula seminalis dan ampulla, urethra sapi jantan dengan tangan melalui rectum, metode ini juga disebut dengan palpasi dalam. Prinsip dari cara ini adalah mengeluarkan dengan paksa semen yang terdapat di saluran genital, sehingga tanpa ereksi semen hewan dapat dikeluarkan dengan paksa.
Keuntungan dari penerapan metode ini adalah tidak membutuhkan alat yang banyak, lebih menghemat biaya. Namun mempunyai kekurangan pada hasil yang didapat yaitu kualitas semen kurang baik karena  sperma yang belum matang (immature) juga ikut keluar. Selain itu semen juga terkontaminasi oleh urine yang belum dibilas oleh cairan dari glandula bulbourethralis (cowper) (Toelihere, 1989).

Evaluasi Semen
a.      Pemeriksaan Makroskopis
1)      Volume
Setiap jenis ternak mempunyai batas-batas volume tertentu. Setiap kali ejakulasi sapi jantan umumnya menghasilkan  5 – 8 ml, domba 0,8 – 1,2 ml, kambing 0,5  – 1,5 ml, babi 150 – 200 ml, kuda 60 – 100 ml, dan ayam 0,2 – 0,5 ml. Volume semen yang dipancarkan pejantan dapat berbeda-beda yaitu menurut umur pejantan, ras hewan, besar dan berat hewan, frekuensi penampungan, makanan dan faktor lain (Partodiharjo, 1982).
2)      Warna
Dapat diamati langsung karena tabung penampung semen terbuat dari gelas atau plastik tembus pandang.  Semen sapi umumnya berwarna putih sedikit krem, semen domba putih krem (lebih tua dari warna semen sapi), semen babi dan kuda menyerupai larutan kanji (abu-abu encer), sedangkan semen ayam warna putih seperti air susu. Warna kemerahan merupakan tanda bahwa semen terkontaminasi oleh darah segar, sedang apabila warnanya mendekati coklat dapat merupakan tanda bahwa darah yang mengkontaminasi semen sudah mengalami dekomposisi. Warna kehijauan merupakan tanda adanya bakteri pembusuk (Toelihere, 1993).
3)      Bau
 Pegang tabung semen pada posisi tegak lurus lalu dekatkan tabung ke bagian muka dan lewatkan mulut tabung tersebut di bawah lubang hidung.  Pada saat tabung melewati lubang hidung, tarik nafas perlahan sampai bau semen tercium. Semen normal biasanya, memiliki bau amis khas disertai dengan bau dari hewan itu sendiri. Bau busuk bisa terjadi apabila semen mengandung nanah yang disebabkan oleh adanya infeksi organ atau saluran reproduksi hewan jantan (Toelihere, 1993).
4)      Konsistensi
Semakin kental semen, semakin tinggi konsentrasi spermanya. Posisikan tabung semen sejajar mata kita dengan jarak kurang lebih 30cm.  Miringkan tabung ke arah kiri  atau kanan sebesar 45o. Amati gerakan cairan semen di dalam tabung. Perpindahan cairan yang lambat menandakan semen cukup kental.  Sebaliknya, bila perpindahan cairan berjalan cepat petunjuk, maka semen encer. Semen ayam, domba dan sapi umumnya merupakan semen yang sangat kental sampai kental (secara berurutan), sedangkan kuda dan babi memiliki semen yang encer (Toelihere, 1993).
5)      pH (derajat keasaman)
Diukur untuk memastikan bahwa cairan semen hasil penampungan memiliki karakteristik yang normal. Pemeriksaan keasaman semen di lakukan menggunakan kertas indikator pH dengan skala ketelitian yang cukup sempit, misalnya antara 6–8 dengan rentang ketelitian 0,1. Semen pada umumnya memiliki kisaran pH netral. Penggunaan pH meter akan efektif untuk mengukur pH semen kuda atau babi. Semen sapi normal memiliki pH 6,4 – 7,8; domba 5,9 – 7,3; babi 7,3 – 7,8; kuda 7,2 – 7,8; dan ayam 7,2 – 7,6 (Partodiharjo, 1982).

b.      Pemeriksaan Mikroskopis
1)      Gerakan Massa
 Gerakan massa sperma merupakan petunjuk derajat keaktifan bergerak sperma (sebagai indikator tingkat atau persentase sperma hidup dan aktif) dalam semen. Hasil pengamatan ini akan memberikan gambaran kualitas semen dalam 6 (enam) kategori.
Score
Kelas
Keterangan
5
Sangat bagus
Padat, gelombang yang terbentuk besar-besar dan bergerak sangat cepat.  Tidak tampak sperma secara individual. Semen tersebut mengandung 90% atau lebih sperma aktif.
4
Bagus
Gelombang yang terbentuk hampir sama dengan semen yang memiliki skor 5 tetapi gerakannya sedikit lebih lambat. Semen tersebut mengandung 70-85 % sperma yang aktif.
3
Cukup
Gelombang yang terbentuk berukuran kecil-kecil yang bergerak/ berpindah tempat dengan lambat.  Sperma aktif dalam semen tersebut berkisar antara 45-65 %
2
Buruk
Tidak ditemukan adanya gelombang tetapi terlihat gerakan sperma secara individual. Semen tersebut diperkirakan mengandung 20-40 % sperma hidup.
1
Sangat buruk
Hanya sedikit (kira-kira 10 %) sel sperma yang memperlihatkan tanda-tanda hidup yang bergerak sangat lamban.
0
Mati
Seluruh sperma mati, tidak terlihat adanya sel sperma yang bergerak
(Toelihere,1993).
2)      Konsentrasi sperma total (Enumerasi)
Konsentrasi sperma atau kandungan sperma dalam setiap mililiter semen merupakan salah satu parameter kualitas semen yang sangat berguna untuk menentukan jumlah betina yang dapat diinseminasi menggunakan semen tersebut.  Penentuan konsentrasi sperma dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu pendugaan melalui warna dan kekentalan semen, jarak antar kepala sperma, penghitugan menggunakan haemacytometer, metode colorimeter photoelectric dan kamar hitung Neubauer.
a)      Pendugaan berdasarkan warna dan kekentalan semen
Pendugaan berdasarkan warna dan kekentalan semen lebih ditekankan penerapannya pada semen domba dan kambing. Metode ini menghasilkan 5 (lima) kriteria tingkat konsentrasi sperma dalam satu contoh semen.
Score
Warna dan Kekentalan Semen
Konsentrasi sperma  (x 109 sel) per ml
Rata-rata
Kisaran
5
Krem kental
5,00
4,50 – 6,00
4
Krem
4,00
3,50 – 4,50
3
Krem encer
3,00
2,50 – 3,50
2
Putih susu
2,00
1,00 – 2,50
1
Keruh
0,7
0,30 – 1,00
0
Bening encer
Tidak ada
b)      Pendugaan berdasarkan jarak antar kepala sperma
Kriteria
Keterangan
Konsentrasi sperma
(x 106 sel) per ml
Densum
Jarak rata-rata antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain kurang dari panjang satu kepala sperma 
1000-2000
Semi densum
Jarak rata-rata antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain sama dengan panjang satu kepala sperma 
500-1000
Rarum
Jarak rata-rata antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain mencapai satu setengah panjang kepala sampai satu panjang sperma keseluruhan
200-500
Oligospermia
Jarak rata-rata antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain lebih dari panjang satu sel sperma keseluruhan
>200
Necrospermia
Tidak ditemukan adanya sperma
0
(Eilts, 2004 ; Toelihere,1993).


 
3)      Motilitas dan Presentase Hidup Sperma
Semen yang berkualitas baik adalah semen yang memiliki kandungan sperma hidup dan bergerak maju ke depan dalam jumlah yang banyak.  Perbandingan sperma hidup dan bergerak ke depan (motil progresif) dengan konsentrasi sperma total dalam satu contoh semen dikenal dengan istilah motilitas sperma. Penentuan motilitas sperma dalam satu contoh semen dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu melalui penghitungan menggunakan pipet haemacytometer dan kamar hitung Neubauer. Metode pewarnaan diferensial (biasanya digunakan cat eosin-negrosin) yaitu suatu metode pewarnaan yang memberi kemungkinan pada kita untuk membedakan sperma yang hidup dan sperma yang mati. Biasanya, sperma yang hidup akan tercat transparan, sedangkan sperma mati tercat warna ungu. (Toelihere,1993).
4)   Morfologi dan Abnormalitas Sperma
Spermatozoa apabila dilihat secara normal terdiri dari tiga bagian utama yaitu kepala (head) yang merupakan bagian yang membawa materi genetic yang akan membuahi sel telur/ovum, pada bagian ujung kepala terdapat akrosome yang berfungsi sebagai pembuka/penembus zona pellucid. Bagaian yang kedua adalah leher (midpiece) yang merupakan tempat bagi mitokondria yang tersusun melingkar membentuk pita heliks, bagian ini berfungsi sebagai tempat sumber energy.  Bagian yang paling caudal adalah ekor (tail) yang berfungsi sebagai alat gerak.
Ketidaknormalan bentuk sperma dalam satu contoh semen perlu diketahui  karena tingkat ketidaknormalan tersebut akan berkaitan dengan kesuburan (fertilitas) dari pejantan yang ditampung semennya. Tingkat abnormalitas sperma dapat diketahui melalui preparat pewarnaan diferensial  yang sudah diuraikan pada bagian motilitas sperma. Abnormalitas sperma terdiri dari dua kelompok, yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas  sekunder. Abnormalitas primer terjadi selama proses pembentuk-an sperma di dalam testes, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi setelah proses pembentukan sperma,  setelah keluar dari tubuh ternak jantan, serta akibat pengolahan semen.
Bentuk-bentuk abnormalitas primer adalah : ukuran kepala lebih besar (macrocephalic) atau lebih kecil (microcephalic) dari ukuran normal, kepala ganda atau ekor ganda, bentuk kepala tidak normal (penyok, benjol, pipih atau tidak beraturan). Bentuk-bentuk abnormalitas sekunder  adalah : kepala pecah, ekor putus (pada bagiaan leher atau tengah-tengah), ekor melipat, terpilin,  atau tertekuk. Coiled tail adalah Kelainan berupa menggulungnya ekor dari spermatozoa, hal ini terjadi akibat dari coldshock. Hal ini sering terjadi ketika pengambilan semen tidak menggunakan air hangat sebagai pengganti suhu tubuh atau tidak langsung disimpan di waterbath sehingga sperma mengalami shock akibat perubahan suhu yang dratis. Droplet sitoplasmik adalah  suatu kelainan yang berupa adanya droplet  sitoplasma pada leher. Hal ini menunjukkan bahwa sperma tersebut belum saatnya untuk diejakulasikan atau immature. Hal ini sering terjadi pada pengambilan sperma dengan metode massage. Karena metode ini memakksa semua cairan yang berada di saluran genital untuk dikeluarkan. (Toelihere, 1989 ; Toelihere,1993).


 
3.      Komponen semen
Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan (Toelihere, 1993).
Semen terdiri dari dua bagian, spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan yang bersuspensi di dalam suatu cairan atau medium semi-gelatinous yang disebut plasma semen. Produksi sperma oleh testes maupun produksi plasma semen oleh kelenjar-kelenjar dikontrol oleh hormone. Testes dipengaruhi oleh FSH dan LH dari adenohyphophysa sedangkan testes menghasilkan hormone testosterone yang mengontrol perkembangan dari sekresi kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (Toelihere, 1993).
a.       Spermatozoa
·   Deoxyribonucleoprotein terdapat dalam nukleus yang merupakan kepala dari sperma.
·   Muco-polysaccharide yang terikat pada molekul-molekul protein terdapat pada akrosom. Fungsinya hanya sebagai pengisi struktur spermatozoa saja.
·   Plasmalogen (lemak aldehydrogen) yang terdapat di bagian leher, badan, dan ekor dari sperma, merupakan bahan yang dipergunakan oleh sperma itu untuk respirasi endogen.
·   Protein yang menyerupai keratine yang merupakan selubung tipis yang meliputi seluruh badan, kepala, ekor sperma. Protein ini banyak mempunyai ikatan dengan unsure zat S (sulfur). Protein ini bertanggung jawab terhadap elastisitas permukaan sel sperma itu.
·   Enzim dan co-enzim digunakan untuk proses hidrolisis dan oksidasi.
(Partoedihardjo, 1987)
b.      Plasma semen
·   Sifat fisik dan kimiawi semen sebagian besar ditentukan oleh plasma semen.
·   Pada sapi, 90% volume semennya terdiri dari plasma semen.
·   Pada babi, 2-5%  volume semennya terdiri dari plasma semen.
·   Mempunyai pH sekitar 7,0 dan tekanan osmotis sama dengan darah (ekuivalen dengan 0,9% NaCl).
·   Mucoprotein, peptide, asam-asam amino bebas, lipida, asam-asam lemak, vitamin, dan berbagai enzim dapat ditemukan di dalam plasma semen beberapa spesies.
·   Plasma semen terkenal secara biokimiawi karena mengandung senyawa organic spesifik termasuk fruktosa, asam sitrat, sorbitol, inositol, glycerylphosphoryl-choline (GPC), ergothioneine, dan prostaglandin yang tidak ditemukan di bagian-bagian lain dari tubuh hewan dalam konsentrasi sedemikian tinggi (Toelihere, 1993).
·   Zat inorganiknya adalah : K, Ca dan bikarbonat yang relative tinggi kadarnya di banding dengan yang terdapat di tempat lain dalam tubuh. pH plasma seminal berkisar 7.0 dan tekanan osmose darah, equivalent dengan 0,9 % NaCl (Partodihardjo, 1987).
Fungsi utama plasma semen adalah sebagai medium pembawa sperma dari saluran reproduksi hewan jantan ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Fungsi ini dapat dijalankan dengan baik karena pada banyak species plasma semen mengandung bahan-bahan penyanggah dan makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa baik yang digunakan secara langsung (misal, fruktosa dan sorbitol) maupun secara tidak langsung (missal, GPC) (Toelihere, 1993).


DAFTAR PUSTAKA
Eilts, B.E. 2004. Semen Evaluation on Breeding Soundness Examination of The Bull. Louisiana : School of Veterinari Medicine, Louiciana State University
Partodihadjo, Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya
Sherwood, Lauralee.2001.Fisiologi dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Sutama, Dkk. 1991. Reproduksi , tingkah laku dan reproduksi ternak betina. Gramedia: Jakarta
Toelihere, M.R. 1989. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa
Toelihere, M.R. 1993. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa
Yatim, Wildan, 1994, Reproduksi dan Embriologi, Bandung, Tarsito.

No comments:

Post a Comment