LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
proses spermatogenesis beserta hormone yang mempengaruhi?
2. Bagaimana
cara koleksi dan evaluasi semen?
3. Apa
saja komponen semen?
PEMBAHASAN
1. Spermatogenesis
Pada waktu pubertas aktivitas testis tergantung pada
peningkatan produksi hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofise. Substansi yang dikenal dengan nama FSH serta LH atau ICSH
(interstisial sel hormon). Disebut ICSH karena aksi primernya adalah sel
interstisial di dalam testis di antara tubuli yang dikenal dengan sel leydig (Sherwood,
2001).
Hubungan timbal
balik hormon – hormon utama yang ada pada reproduksi jantan (Sutama. 1991).
Kedua hormon
gonadotropik hipofisis anterior, LH dan FSH, mengontrol sekresi testosteron dan
spermatogenesis.
Testis dikontrol
oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior, LH dan
FSH. Kedua hormon ini bekerja pada komponen-komponen testis yang berbeda. LH
bekerja pada sel Leydig untuk mengatur sekresi testosteron, sehingga pada pria
hormon ini juga memiliki nama intertitial-stimuating-hormone
(ICSH). FSH bekerja pada tubulus seminiferus, terutama pada sel Sertoli, untuk
meningkatkan spermatogenesis. Sebaliknya, sekresi LH dan FSH dari hipofisis
anterior dirangsang oleh sebuah hormon hipotalamus, gonadotropin-releasing-hormone (GnRH) (Sherwood,
2001).
Rangkaian
pengendalian hormon terhadap spermatogenesis adalah sebagai berikut:
- Pada waktu pubertas LH mempengaruhi sel leydig untuk menghasilkan testosteron/androgen (Sherwood, 2001),
- Androgen menyebabkan epitel germinalis dari tubulus seminiferus bereaksi/peka terhadap FSH (Sherwood, 2001),
- FSH menyebabkan dimulainya spermatogenesis dengan pembelahan sel di spermatogonia (Sherwood, 2001),
- Spermatogenesis yang berkesinambungan diatur oleh hubungan timbal balik FSH, LH dan hormon lain(Sherwood, 2001),
- Selain mempengaruhi alat kelamin jantan, androgen juga membantu mempertahankan kondisi yang optimum untuk spermatogenesis, transport sperma dan deposisi semen pada alat kelamin betina (Sherwood, 2001).
Spermatogenesis dimulai dengan pembelahan
spermatogonia. Tahap berikutnya adalah dari spermatogonia menjadi fese
spermatosit dan spermatida dan kemudian menjadi spermatozoa bersamaan dengan
meiosis atau pengurangan jumlah jromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n).
Dengan demikian sel telur yang telah dibuahi mempunyai kromosom 2n, setengah
dari jantan dan setengah dari induk betina. Setelah masuk lumen tubulus
seminiverus ,sperma yang terbentuk belum dapat bergerk (immotile) melewati rete
testis menuju kepala epididimis.
SPERMATOGENESIS
- Dimulai oleh FSH, dibantu oleh testosteron
- Gonadotrophin (FSH dan LH)
- mengontrol mitosis dan meiosis sel germinal (secara langsung) dan mengontrol pemasakan spermatid/ spermiogenesis secara tidak langsung.
Proses
spermatogenesis dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
- Multiplikasi/mitosis (spermatogonia)
- Spermatositogenesis/meiosis (spermatogonia B menjadi spermatid),
- Spermiogenesis/metamorfosis (spermatid menjadi spermatozoa)
Mitosis
(tahap multiplikasi)
- Melalui pembelahan mitosis yang berkesinambungan banyak spermatogonia tumbuh menjadi spermatozoa dan jumlahnya sangat bertambah.
- Spermatogonia yang mengalami diferensiasi pada waktu yang sama hanya akan menghasilkan 4 gamet haploid Maka tidak semua spermatogonia mengalami diferensiasi secara simultan; beberapa tetap bertahan sebagai sel stem untuk diferensiasi waktu mendatang
Meiosis
- Spermatosit merupakan sel terbesar epitelium spermatogenik yang mengisi zona intermedia.
- Spermatogonia B berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Sel ini berumur panjang, pada sapi sampai 16 hari, biasanya mudah ditemukan dan diidentifikasi.
- Akhir pembelahan meiosis pertama ditandai dengan diferensiasi spermatosit sekunder. Sel-selnya bersifat haploid, lebih kecil dari spermatosit primer, sulit ditemukan karena memasuki pembelahan meiosis ke 2 dalam waktu pendek dan membentuk spermatid. Rentang hidupnya bervariasi dari beberapa menit sampai 1 jam.
SPERMIOGENESIS/METAMORFOSE
1. Spermatid adalah haploid
2.
Semua sisa
sitoplasma dibuang
3.
Bentuk akhir
hanya esensial untuk bergerak dan fertilisasi
Spermiogenesis
- Spermatid merupakan hasil pembelahan spermatosit sekunder tetap haploid, merupakan lapisan sel tubulus seminiferus yang tertebal, paling banyak dan paling berkembang. Zona luminal yang mereka tempati disebut zona metamorfosis.
- Proses perubahan dari spermatid menjadi spermatozoon disebut metamorfosis atau spermiogenesis. Organela utama yang terlibat dalam spermiogenesis adalah nukleus, benda Golgi dan sentriol.
2. SEMEN
Semen yang
digunakan untuk keperluan inseminasi buatan pada umumnya dapat dikoleksi dengan
berbagai cara, yaitu menggunakan vagina buatan atau yang biasa disebut dengan artificial vagina, menggunakan elektro
ejaculator, dan metode palpasi rectal dengan cara mengurut glandula accessoria,
cara ini biasa disebut dengan massage.
a.
Vagina Buatan
(Artificial Vagina)
Vagina
buatan terdiri dari sebuah tabung keras dan kaku, lingkarnya ± 35 cm, dan didalamnya terdapat selongsong karet
tipis yang halus dan digunakan sebagai tempat bagi air hangat. Pemberian air
hangat ini bertujuan agar spermatozoa tidak cepat coldshock yaitu kondisi yang terjadi akibat perbedaan suhu
tubuh pejantan dan suhu lingkungan yang mengakibatkan abnormalitas pada sperma
Prinsip metode ini adalah mengarahkan
penis pejantan yang seharusnya mengarah ke vagina teaser akan dibelokkan ke dalam vagina buatan ini oleh kolektor (bull Master) yang selanjutnya akan
disimpan yang kemudian diinseminasikan ke vagina betina.
Metode ini mempunyai keuntungan yaitu
kualitas semen akan lebih baik dibanding dengan metode koleksi semen yang
lainnya, sapi pejantan akan lebih dapat mengekspresikan perilaku alamiah secara
normal. Selain itu prosentase semen yang terkontaminasi urine akan dapat
diminimalisir. Disamping keuntungan terdapat kekurangan dalam merode ini yaitu
tingkat keamanan bagi kolektor sangat rendah, membutuhkan teaser dan melakukan exercise sebelum melakukan mounting dan ejakulasi. Metode ini hanya
diperuntukkan bagi pejantan yang dapat melakukan mounting (Toelihere, 1989).
b.
Elektroejakulator
Koleksi ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat
yang prinsipnya mengatur dan memberi rangsangan berupa tengangan tertentu pada
system saraf pusat (antara vertebrae lumbal keempat dan sacral pertama)
pejantan untuk segera memberi informasi kepada organ genital untuk segera
ejakulasi. Pada umumnya metode ini digunakan apabila pejantan mempunyai
kualitas semen yang baik namun tidak dapat dikoleksi dengan
cara vagina buatan atau karena pejantan yang pincang. Penggunaan elektro
ejaculator mempunyai kelemahan yaitu perubahan derajat keasaman/ pH menjadi
lebih tinggi (menjadi lebih basa) sehingga kualitas semen akan menjadi kurang
baik (Toelihere, 1989).
c.
Massage
Metode ini merupakan salah satu cara
koleksi semen yaitu dengan jalan mengurut-urut vesikula seminalis dan ampulla,
urethra sapi jantan dengan tangan melalui rectum, metode ini juga disebut
dengan palpasi dalam. Prinsip dari cara ini adalah mengeluarkan dengan paksa semen
yang terdapat di saluran genital, sehingga tanpa ereksi semen hewan dapat
dikeluarkan dengan paksa.
Keuntungan dari penerapan metode ini
adalah tidak membutuhkan alat yang banyak, lebih menghemat biaya. Namun
mempunyai kekurangan pada hasil yang didapat yaitu kualitas semen kurang baik
karena sperma yang belum matang (immature) juga ikut keluar. Selain itu
semen juga terkontaminasi oleh urine yang belum dibilas oleh cairan dari glandula
bulbourethralis (cowper) (Toelihere, 1989).
Evaluasi
Semen
a. Pemeriksaan Makroskopis
1)
Volume
Setiap jenis ternak mempunyai batas-batas volume
tertentu. Setiap kali ejakulasi sapi jantan umumnya menghasilkan 5 – 8 ml, domba 0,8 – 1,2 ml, kambing
0,5 – 1,5 ml, babi 150 – 200 ml, kuda 60
– 100 ml, dan ayam 0,2 – 0,5 ml. Volume semen yang dipancarkan pejantan dapat
berbeda-beda yaitu menurut umur pejantan, ras hewan, besar dan berat hewan,
frekuensi penampungan, makanan dan faktor lain (Partodiharjo, 1982).
2)
Warna
Dapat diamati
langsung karena tabung penampung semen terbuat dari gelas atau plastik tembus
pandang. Semen sapi umumnya berwarna
putih sedikit krem, semen domba putih krem (lebih tua dari warna semen sapi),
semen babi dan kuda menyerupai larutan kanji (abu-abu encer), sedangkan semen
ayam warna putih seperti air susu. Warna kemerahan merupakan
tanda bahwa semen terkontaminasi oleh darah segar, sedang apabila warnanya
mendekati coklat dapat merupakan tanda bahwa darah yang mengkontaminasi semen
sudah mengalami dekomposisi. Warna kehijauan merupakan tanda adanya bakteri
pembusuk
(Toelihere, 1993).
3)
Bau
Pegang tabung semen pada posisi tegak lurus lalu dekatkan tabung ke bagian
muka dan lewatkan mulut tabung tersebut di bawah lubang hidung. Pada saat tabung melewati lubang hidung,
tarik nafas perlahan sampai bau semen tercium. Semen normal biasanya, memiliki
bau amis khas disertai dengan bau dari hewan itu sendiri. Bau busuk bisa
terjadi apabila semen mengandung nanah yang disebabkan oleh adanya infeksi
organ atau saluran reproduksi hewan jantan (Toelihere, 1993).
4)
Konsistensi
Semakin kental
semen, semakin tinggi konsentrasi spermanya. Posisikan tabung semen sejajar mata kita dengan jarak
kurang lebih 30cm. Miringkan tabung ke
arah kiri atau kanan sebesar 45o.
Amati gerakan cairan semen di dalam tabung. Perpindahan cairan yang lambat
menandakan semen cukup kental.
Sebaliknya, bila perpindahan cairan berjalan cepat petunjuk, maka semen
encer. Semen ayam, domba dan sapi umumnya merupakan semen yang sangat kental
sampai kental (secara berurutan), sedangkan kuda dan babi memiliki semen yang
encer (Toelihere, 1993).
5)
pH
(derajat keasaman)
Diukur untuk memastikan bahwa cairan semen hasil
penampungan memiliki karakteristik yang normal. Pemeriksaan keasaman semen di
lakukan menggunakan kertas indikator pH dengan skala ketelitian yang cukup
sempit, misalnya antara 6–8 dengan rentang ketelitian 0,1. Semen pada umumnya
memiliki kisaran pH netral. Penggunaan pH meter akan efektif untuk mengukur pH
semen kuda atau babi. Semen sapi normal memiliki pH 6,4 – 7,8;
domba 5,9 – 7,3; babi 7,3 – 7,8;
kuda 7,2 – 7,8; dan ayam 7,2 – 7,6 (Partodiharjo, 1982).
b. Pemeriksaan Mikroskopis
1)
Gerakan
Massa
Gerakan massa sperma
merupakan petunjuk derajat keaktifan bergerak sperma (sebagai indikator tingkat
atau persentase sperma hidup dan aktif) dalam semen. Hasil pengamatan ini akan
memberikan gambaran kualitas semen dalam 6 (enam) kategori.
Score
|
Kelas
|
Keterangan
|
5
|
Sangat bagus
|
Padat, gelombang yang
terbentuk besar-besar dan bergerak sangat cepat. Tidak tampak sperma secara individual. Semen tersebut
mengandung 90% atau lebih sperma aktif.
|
4
|
Bagus
|
Gelombang yang
terbentuk hampir sama dengan semen yang memiliki skor 5 tetapi gerakannya
sedikit lebih lambat. Semen
tersebut mengandung 70-85 % sperma yang aktif.
|
3
|
Cukup
|
Gelombang yang
terbentuk berukuran kecil-kecil yang bergerak/ berpindah tempat dengan
lambat. Sperma aktif dalam semen
tersebut berkisar antara 45-65 %
|
2
|
Buruk
|
Tidak ditemukan
adanya gelombang tetapi terlihat gerakan sperma secara individual. Semen tersebut
diperkirakan mengandung 20-40 % sperma hidup.
|
1
|
Sangat buruk
|
Hanya sedikit
(kira-kira 10 %) sel sperma yang memperlihatkan tanda-tanda hidup yang
bergerak sangat lamban.
|
0
|
Mati
|
Seluruh sperma mati,
tidak terlihat adanya sel sperma yang bergerak
|
(Toelihere,1993).
2)
Konsentrasi sperma total (Enumerasi)
Konsentrasi
sperma atau kandungan sperma dalam setiap mililiter semen merupakan salah satu
parameter kualitas semen yang sangat berguna untuk menentukan jumlah betina
yang dapat diinseminasi menggunakan semen tersebut. Penentuan konsentrasi sperma dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu pendugaan melalui warna dan kekentalan semen, jarak
antar kepala sperma, penghitugan menggunakan haemacytometer, metode colorimeter
photoelectric dan kamar hitung Neubauer.
a)
Pendugaan berdasarkan
warna dan kekentalan semen
Pendugaan berdasarkan warna
dan kekentalan semen lebih ditekankan penerapannya pada semen domba dan
kambing. Metode ini menghasilkan 5 (lima) kriteria tingkat konsentrasi sperma
dalam satu contoh semen.
Score
|
Warna dan Kekentalan Semen
|
Konsentrasi sperma (x 109 sel) per ml
|
|
Rata-rata
|
Kisaran
|
||
5
|
Krem kental
|
5,00
|
4,50 – 6,00
|
4
|
Krem
|
4,00
|
3,50 – 4,50
|
3
|
Krem encer
|
3,00
|
2,50 – 3,50
|
2
|
Putih susu
|
2,00
|
1,00 – 2,50
|
1
|
Keruh
|
0,7
|
0,30 – 1,00
|
0
|
Bening encer
|
Tidak ada
|
b) Pendugaan
berdasarkan jarak antar kepala sperma
Kriteria
|
Keterangan
|
Konsentrasi sperma
(x 106 sel) per ml
|
Densum
|
Jarak rata-rata
antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain kurang dari panjang
satu kepala sperma
|
1000-2000
|
Semi densum
|
Jarak rata-rata
antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain sama dengan panjang
satu kepala sperma
|
500-1000
|
Rarum
|
Jarak rata-rata
antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain mencapai satu
setengah panjang kepala sampai satu panjang sperma keseluruhan
|
200-500
|
Oligospermia
|
Jarak rata-rata
antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain lebih dari panjang
satu sel sperma keseluruhan
|
>200
|
Necrospermia
|
Tidak ditemukan
adanya sperma
|
0
|
(Eilts, 2004 ; Toelihere,1993).
3) Motilitas
dan Presentase Hidup Sperma
Semen
yang berkualitas baik adalah semen yang memiliki kandungan sperma hidup dan
bergerak maju ke depan dalam jumlah yang banyak. Perbandingan sperma hidup dan bergerak ke
depan (motil progresif) dengan konsentrasi sperma total dalam satu contoh semen
dikenal dengan istilah motilitas sperma. Penentuan motilitas sperma dalam satu
contoh semen dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu melalui penghitungan
menggunakan pipet haemacytometer dan kamar hitung Neubauer. Metode pewarnaan
diferensial (biasanya digunakan cat eosin-negrosin) yaitu suatu metode
pewarnaan yang memberi kemungkinan pada kita untuk membedakan sperma yang hidup
dan sperma yang mati. Biasanya, sperma yang hidup akan tercat transparan,
sedangkan sperma mati tercat warna ungu. (Toelihere,1993).
4) Morfologi
dan Abnormalitas Sperma
Spermatozoa apabila dilihat
secara normal terdiri dari tiga bagian utama yaitu kepala (head) yang merupakan bagian yang membawa materi genetic yang akan
membuahi sel telur/ovum, pada bagian ujung kepala terdapat akrosome yang
berfungsi sebagai pembuka/penembus zona pellucid. Bagaian yang kedua adalah
leher (midpiece) yang merupakan
tempat bagi mitokondria yang tersusun melingkar membentuk pita heliks, bagian
ini berfungsi sebagai tempat sumber energy.
Bagian yang paling caudal adalah ekor (tail) yang berfungsi sebagai alat gerak.
Ketidaknormalan bentuk sperma
dalam satu contoh semen perlu diketahui
karena tingkat ketidaknormalan tersebut akan berkaitan dengan kesuburan
(fertilitas) dari pejantan yang ditampung semennya. Tingkat abnormalitas sperma
dapat diketahui melalui preparat pewarnaan diferensial yang sudah diuraikan pada bagian motilitas
sperma. Abnormalitas sperma terdiri dari dua kelompok, yaitu abnormalitas
primer dan abnormalitas sekunder.
Abnormalitas primer terjadi selama proses pembentuk-an sperma di dalam testes,
sedangkan abnormalitas sekunder terjadi setelah proses pembentukan sperma, setelah keluar dari tubuh ternak jantan,
serta akibat pengolahan semen.
Bentuk-bentuk abnormalitas
primer adalah : ukuran kepala lebih besar (macrocephalic) atau lebih kecil
(microcephalic) dari ukuran normal, kepala ganda atau ekor ganda, bentuk kepala
tidak normal (penyok, benjol, pipih atau tidak beraturan). Bentuk-bentuk
abnormalitas sekunder adalah : kepala
pecah, ekor putus (pada bagiaan leher atau tengah-tengah), ekor melipat,
terpilin, atau tertekuk. Coiled tail
adalah Kelainan berupa menggulungnya ekor dari spermatozoa, hal ini terjadi
akibat dari coldshock. Hal ini sering
terjadi ketika pengambilan semen tidak menggunakan air hangat sebagai pengganti
suhu tubuh atau tidak langsung disimpan di waterbath sehingga sperma mengalami
shock akibat perubahan suhu yang dratis. Droplet sitoplasmik adalah suatu kelainan yang berupa adanya droplet sitoplasma pada leher. Hal ini menunjukkan
bahwa sperma tersebut belum saatnya untuk diejakulasikan atau immature. Hal ini
sering terjadi pada pengambilan sperma dengan metode massage. Karena metode ini
memakksa semua cairan yang berada di saluran genital untuk dikeluarkan.
(Toelihere, 1989 ; Toelihere,1993).
3. Komponen
semen
Semen
adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam
saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan
berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan (Toelihere, 1993).
Semen terdiri dari dua
bagian, spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan yang bersuspensi di dalam suatu
cairan atau medium semi-gelatinous yang disebut plasma semen. Produksi sperma
oleh testes maupun produksi plasma semen oleh kelenjar-kelenjar dikontrol oleh
hormone. Testes dipengaruhi oleh FSH dan LH dari adenohyphophysa sedangkan
testes menghasilkan hormone testosterone yang mengontrol perkembangan dari
sekresi kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (Toelihere, 1993).
a.
Spermatozoa
· Deoxyribonucleoprotein
terdapat dalam nukleus yang merupakan kepala dari sperma.
· Muco-polysaccharide
yang terikat pada molekul-molekul protein terdapat pada akrosom. Fungsinya
hanya sebagai pengisi struktur spermatozoa saja.
· Plasmalogen
(lemak aldehydrogen) yang terdapat di bagian leher, badan, dan ekor dari
sperma, merupakan bahan yang dipergunakan oleh sperma itu untuk respirasi
endogen.
· Protein
yang menyerupai keratine yang merupakan selubung tipis yang meliputi seluruh
badan, kepala, ekor sperma. Protein ini banyak mempunyai ikatan dengan unsure
zat S (sulfur). Protein ini bertanggung jawab terhadap elastisitas permukaan
sel sperma itu.
· Enzim
dan co-enzim digunakan untuk proses hidrolisis dan oksidasi.
(Partoedihardjo, 1987)
b.
Plasma semen
· Sifat
fisik dan kimiawi semen sebagian besar ditentukan oleh plasma semen.
· Pada
sapi, 90% volume semennya terdiri dari plasma semen.
· Pada
babi, 2-5% volume semennya terdiri dari
plasma semen.
· Mempunyai
pH sekitar 7,0 dan tekanan osmotis sama dengan darah (ekuivalen dengan 0,9%
NaCl).
· Mucoprotein,
peptide, asam-asam amino bebas, lipida, asam-asam lemak, vitamin, dan berbagai
enzim dapat ditemukan di dalam plasma semen beberapa spesies.
· Plasma
semen terkenal secara biokimiawi karena mengandung senyawa organic spesifik
termasuk fruktosa, asam sitrat, sorbitol, inositol, glycerylphosphoryl-choline
(GPC), ergothioneine, dan prostaglandin yang tidak ditemukan di bagian-bagian
lain dari tubuh hewan dalam konsentrasi sedemikian tinggi (Toelihere, 1993).
· Zat inorganiknya
adalah : K, Ca dan bikarbonat yang relative tinggi kadarnya di banding dengan
yang terdapat di tempat lain dalam tubuh. pH plasma seminal berkisar 7.0 dan
tekanan osmose darah, equivalent dengan 0,9 % NaCl (Partodihardjo, 1987).
Fungsi utama plasma semen adalah sebagai medium pembawa sperma dari
saluran reproduksi hewan jantan ke dalam saluran reproduksi hewan betina.
Fungsi ini dapat dijalankan dengan baik karena pada banyak species plasma semen
mengandung bahan-bahan penyanggah dan makanan sebagai sumber energi bagi
spermatozoa baik yang digunakan secara langsung (misal, fruktosa dan sorbitol)
maupun secara tidak langsung (missal, GPC) (Toelihere, 1993).
DAFTAR
PUSTAKA
Eilts, B.E. 2004. Semen Evaluation on Breeding Soundness Examination of The Bull.
Louisiana : School of Veterinari Medicine, Louiciana State University
Partodihadjo, Soebadi.
1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta
: PT. Mutiara Sumber Widya
Sherwood,
Lauralee.2001.Fisiologi dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
Sutama, Dkk. 1991. Reproduksi , tingkah
laku dan reproduksi ternak betina. Gramedia: Jakarta
Toelihere, M.R. 1989. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa
Toelihere, M.R. 1993. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa
Yatim,
Wildan, 1994, Reproduksi dan Embriologi, Bandung, Tarsito.
No comments:
Post a Comment