LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
respon imun terhadap infeksi Jamur?
2. Jelaskan
mengenai infeksi jamur, meliputi:
a. Etiologi
b. Gejala
Klinis
c. Patogenesis
d. Diagnosa
PEMBAHASAN
1. Respon
imun terhadap infeksi jamur
Sel-Sel
Efektor pada Infeksi Jamur
Resistensi alamiah terhadap
banyak jamur patogen tergantung fagosit. Meskipun dapat terjadi pembunuhan
intraseluler, jamur terbanyak diserang ekstraseluler oleh karena ukurannya yang
besar. Neutrofil merupakan sel terefektif, terutama terhadap kandida dan
aspergillus. Jamur juga merangsang produksi sitokin seperti IL-1 dan TNF-a yang
meningkatkan ekspresi molekul adhesi di endotel setempat yang meningkatkan
infiltrasi netrofil ke tempat infeksi. Netrofil membunuh jamur yang oksigen
dependen dan oksigen independen yang toksik.
Makrofag alveolar berperan
sebagai sel dalam pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup.
Aspergillus biasanya mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar tetapi
Koksidioides imunitis dan histoplasma kapsulatum dapat ditemukan pada orang
normal dan resisten terhadap makrifag. Dalam hal ini makrofag masih dapat
menunjukkan perannya melalui aktivasi sel Th 1 untuk membentuk granuloma. Sel
NK juga dapat melawan jamur melalui pelepasan granul yang mengandung sitolisin.
Sel NK juga dapat membunuh secara langsung bila dirangsang oleh bahan asal
jamur yang emmacu makrofag memproduksi sitokin seperti TNF dan IFN-λ yang
mengaktifkan sel NK (Baratawidjaya, 2009).
Imunitas Nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran
mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas
nonspesifik. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah netrofil
dan makrofag. Penderita dengan netropenia sangat rentan terhadap jamur
opotunistik. Netrofil diduga melepas bahan fungisidal seperti ROI dan enzim
lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraseluler. Galur virulen seperti
kriptokok neoformans menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag
dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag (Baratawidjaya,
2009).
Imunitas Spesifik
Imunitas nonspesifik kadang
kurang efektif, tidak mampu membatasi pertumbuhan jamur patogen. Tidak banyak
bukti bahwa antibodi berperan dalam resolusi dan kontrol infeksi. CMI merupakan
efektro imunitas spesifik utama terhadap infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum,
parasit intraseluler fakultatif hidup dalam makrofag dan dieliminasi oleh
efektor selular sama yang efektir terhadap bakteri intraseluler. CD4+
dan CD8+ bekerja sama untuk menyingkirkan bentuk K.neoformans yang
cenderung mengkolonisasi paru dan otak pada pejamu imunokompromais.
Infeksi kandida sering berawal
pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat mencegah penyebarannya ke jaringan.
Paad semua keadaan tersebut, respon TH1 adalah protektif sedangkan respon Th2
dapat merusak pejamu. Inflamasi granuloma dapat menimbulkan kerusakan pejamu
seperti pada infeksi histoplasma. Kadang terjadi respon humoral yang dapat
digunakan dalam diagnostik serologik namun efek proteksinya belum diketahui
(Baratawidjaya, 2009).
Gambar
Respon Imun Terhadap Mikotoksik
2. Jamur
a. Mikosis
Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan
oleh fungi. Ada berbagai macam mikosis yang menyerang pada unggas, terutama
ayam, antara lain:
1. Aspergilosis
Etiologi
Aspergilosis pada unggas terutama disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus. Organisme lain yang
mungkin ditemukan sebagai penyebab aspergilosis adalah A. terrus, A. glaucus, A. nidulans, A. niger, A. amstelodami dan A.
nigrescens. Aspergillus fumigatus dan Aspergillus
flavus tidak memiliki stadium seksual sehinga digolongkan pada famili
Moniliaceae (Tabbu, 2006).
Bentuk-bentuk Aspergilosis
Aspergilosis bentuk
pulmonum dapat ditemukan pada puyuh, kalkun, ayam dan terutama penguin.
Aspergilosis bentuk sistemik dapat ditemukan pada kalkun dan ayam. Aspergilosis
bentuk kulit jarang ditemukan. Namun bila ditemukan dapat dijumpai pada merpati
dan ayam. Pada bentuk ini ditandai dermatitis dan granulomatosa. Aspergilosis bentuk
tulang (osteomikosis) dapat ditemukan pada ayam yang ditandai adanya infeksi
Aspergillus sp. pada tulang punggung dan dapat mengakibatkan paralysis
(Ressang,1984).
Aspergilosis bentuk
mata dapat ditemukan pada ayam dan kalkun. Bentuk ini dapat bersifat unilateral
dan lesiterutama pada konjunctivadan permukaan luar mata yang ditandai adanya
eksudat kaseus atau pembentukan plaque di bawah membrane niktitan. Kontak
antara permukaan konjungtiva dengan spora jamur dari lingkungan menimbulkan
keratitis (radang kornea) dan infeksi bagian superficial mata.
Faktor-faktor yang
mendukung timbulnya aspergilosis antaralain ventilasi kandang kurang, berdebu,
kelembapan tinggi, temperature > 25°C, kadar amoniak tinggi, litter basah
dan lembab, pakan lembab dan berjamur, penyakit immunosupresif (terutama
gumboro) (Tabbu, 2006).
Cara penularan
Penularan
aspergilosis adalah dengan cara menghirup spora dalam jumlah yang banyak.
Penyakit ini dapat juga ditularkan melalui telur, karena Aspergillus fumigatus
dapat tumbuh di bagian dalam telur dan dapat menurunkan daya tetas telur. Anak
ayam yang menetas dari telur tersebut berisiko terkena aspergilosis (Tabbu,
2006).
Gejala klinik
Masa inkubasi sekitar 4-10 hari, dan proses penyakit sekitar 2 sampai
beeberapa minggu. Penyakit ini dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu kronis dan
akut.
Aspergilosis bentuk kronis memperlihatkan gejala meliputi kehilangan
nafsu makan, lesu, bernafas dengan mulut, emasiasi, sianosis (kebiruan pada
kulit daerah kepala dan jengger) dan dapat berlanjut dengan kematian. Ditemukan
pula gangguan saraf terutama pada kalkun. Ayam yang terkena aspergilosis
mengalami gangguan pertumbuhan. Aspergilosis bentuk kronis terjadi pada ayam
dewasa. Aspergilosis kronis menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang rendah.
Aspergilosis bentuk akut memperlihatkan dyspnoea, bernafas melalui mulut
dengan leher yang dijulurkan ke atas, peningkatan frekuensi pernafasan,
kehilangan nafsu makan, mengantuk, kadang terjadi paralisisdan kejang-kejang
yang disebabkan oleh toksin dari Aspergillus
sp. pada otak. Ayam yang terinfeksi berat biasanya akan mati dalam waktu
2-4 minggu. Aspergilosis terjadi pada ayam muda serta menyebabkan morbiditas
dan mortalitas tinggi. Aspergilosis bentuk ensefalitik dapat ditemukan pada
kalkun, ayam dan itik. Terdaat lesi ditimbulkan oleh hyphae dan gejala gangguan
saraf pusat atau lesi pada otak berhubungan dengan toksin yang dihasilkan oleh Aspergillus sp. (Tabbu, 2006).
Perubahan Patologik
Yang terlihat adalah terdapat lesi di paru-paru berupa noduli kaseus
kecil berwarna kekuningan dengan diameter ± 1 mm. Lesi disertai plaque yang
terdiri atas eksudat kaseus berwarna kuning mengumpul pada daerah koloni jamur.
Noduli kaseus terdiri dari eksudat radang dan jaringan jamur. Pada kasus yang
melanjut, plaque semakin banyak dan membentuk agregat.
Secara mikroskopik, lesi pada stadium awal menciri karena adanya timbunan
limfosit, sejumlah makrofag dan beberapa giant cells. Pada stadium selanjutnya
akan terlihat lesi yang telah menjadi granuloma terdiri dari daerah nekrosis
sentral mengandung heterofil dan dikelilingi makrofag, giant cells, limfosit
dan sejumlah jaringan ikat. Lesi pada otak terdiri dari abses dengan bagian
yang sama. Namun, pada daerah nekrosis ditemukan hyphae. Pada chamber dan
retina dapat ditemukan infiltrasi heterofil, makrofag, hancuran sel dan hyphae
(Tabbu, 2006).
Diagnosis
Pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan dengan menempatkan noduli pada
KOH 20% digerus dan ditutup deck glas,
dipanaskan,dilihat pada mikroskop terhadap kemungkinan adanya hyphae yang akan
tercat biru jika diwarnai dengan tinta. Isolasi dan identifikasi jamur dapat
dilakukan dengan pembenihan kusus pada Sobourauds Dextrose Agar.
Pemeriksaan serologic mempunyai tidak terlalu efektif karena antigen
jamur tidak spesifik. Uji agar gel presipitasi (AGP) dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dapat dilakukan untuk mengetahui adanya antibody
terhadap Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus. Differensial diagnosisnya adalah
daktilariosis (Tabbu, 2006).
Terapi
Prinsip pengobatan yang disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus
adalah dengan menghilangkan jamur dan sporanya yang terdapat dalam tubuh.
Penderita diobati sesuai proses penyakitnya, karena aspergilosis terjadi akibat
proses hipersensitivitas, maka respon alergi harus dikurangi. Meskipun
aspergilosis terjadi karena pemakaian kortikosteroid terus-menerus, namun
pengobatannya juga menggunakan kortikosteroid, namun dengan oral, bukan lagi
inhalasi. Aspergilosis yang kronik memerlukan antijamur semisal itraconazole
yang dapat mempercepat hilangnya infiltrat. Aspergilosis
yang berbarengan dengan sinusitis alergik fungal memerlukan tindakan operasi
jika terdapat polip obstruktif. Kadang-kadang dapat juga dibilas dengan
amfoterisin untuk mempercepat peyembuhan (Jawetz, 1996).
2. Kandidiasis
Kandidiasis dapat ditemukan pada ayam,
kalkun, merpati, merak, puyuh dan angsa. Candida albicans tersebar luas di alam
sehinga digolongkan ke dalam pathogen oportunistis. Factor pendukung kejadian
kandidiasi adalah tingkat higienis dan sanitasi yang tidak memadai, penggunaan
antibiotic yang berlebihan, penurunan kondisi tubuh, stres, defisiensi nutrisi
dll (Tabbu, 2006).
Etiologi
Kandidiasis disebabkan oleh Candida
albikans. Pada kultur tua dapat ditemukan hyphae dan kadang klamidospora
(Tabbu, 2006).
Cara penularan
Kandidiasis dapat menular melalui per oral atau lingkungan yang
tercermar, serta paling mudah melalui tempat makan atau minum yang tercemar Candida albicans (Tabbu, 2006).
Gejala Klinik
Ayam muda lebih sensitive terhadap mikosis bentuk pencernaan dibandingkan
yang dewasa. Kandidiasis dapat ditemukan pada ayam mulai umur 1-2 minggu. Anak
ayam yang menderita memperlihatkan gejala gangguan pertumbuhan, pucat, lesu dan
bulu berdiri. Ayam petelur akan terlihat seperti obesitas, tetapi anemic. Ayam
yang menderita keradangan pada kloaka, maka akan terdapat kotoran putih pada
bulu sekitar kloaka (Tabbu, 2006).
Perubahan Patologik
Lesi makroskopik ditemukan pada tembolok, kadang pada rongga mulut,
esophagus, dan proventrikulus. Pada kasus akut mukosa tembolok menebal,
berlipat dan keruh. Pada kasus yang lebih kronis ditemukan daerah menonjol dan
berwarna putih disertai pembetukan ulser. Mukosa tembolok memiliki lesi disebut
Turkish towel.
Secara mikroskopik terdapat nekrosis pada epitel skuamus kompleks dan
pembentukan ulser atau membrane difteroid sampai pseudodifterik pada mukosa
tembolok. Daerah esophagus dan proventrikulus ditemukan spora dan hyphae. Lesi
difteroid ditemukan pada proventrikulus dan usus (Tabbu, 2006).
Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan preparat apus mukosa tembolok
diwarnai dengan methylene blue untuk mengidentifikasi adanya hyphae atau
klamidospora. Diferensial diagnosanya adalah infeksi oleh Capillaria sp. dan trikomoniasis (Tabbu, 2006).
3. Daktilariosis
Etiologi
Daktilariosis desebabkan oleh Dactylaria gallopava. jamur ini hidup
pada lingkungan dengan pH 2,1-5,0 serta pada suhu 43-45ºC. Jamur tersebut dapat
diisolasi dari kayu.
Cara Penularan dan Gejala klinik
Cara penularan melalui inhalasi spora dari
litter yang lembab dan berjamur. Kejadian biasanya pada ayam dan kalkun umur
1-5 minggu. Gejala yang terlihat adalah gangguan saraf pusat seperti paralysis
pada kaki, inkoordinasi dan tortikolis (Tabbu, 2006).
Perubahan Patologik
Lesi terbatas pada otak di daerah serebrum,
serebelum dan lobus optikus. Terlihat daerah berwarna kelabu atau kekuningan
yuang berbatas jelas pada otak. Daktilariosis dapat juga menimbulkan kekeruhan
pada mata. Lesi secara mikroskopik terlihat radang granulomatosa yang terdiri
atas daerah nekrosis bagian sentaral dikelilingi limfoset, heterofil dan giant
cells. Pada sejumlah lesi ditemukan hyphae pada daerah nekrosis.
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas lesi serta
dihubungkan dengan radang seta hyphae pada otak. Selain itu diagnosa akhir bisa
dengan cara isolasi jamur. Pada pembenihan akan dihasilkan pigmen berwarna
merah sapai coklat kemerahan. Diferensial diagnosisnya adalah aspergilosisdan
avian ensefalmielitis (Tabbu, 2006).
4. Favus (Avian Ringworm)
Etiologi
Favus disebabkan oleh Trichophyton megnini, kadang oleh Trichophyton gallinae dan Trichophyton
simii. Penyakit ini sering ditemukan didaerah tropis .
Cara Penularan
Penyakit ini dapat menular melalui kontak
langsung antara ayam yang sakit dengan ayam yang lain.
Gejala Klinik
Terdapat lapisan berbentuk serbuk putih
pada pial, balung dan kulit di daerah facial. Kulti di daerah tersebut biasanya
menebal, kasar dan membentuk krusta. Gejala lain meliputi emasiasi jika
penyakit sangat ekstensif.
Perubahan patologik
Jamur ini terutama menyerang balung dan
pial namun dapat juga menyebar ke kepala dan leher. Biasanya membentuk bagian
sirkular menyerupai cangkir di sekitar folikel bulu selanjutnya mengingkat
ukuran serta menebal, dan bertambah banyak. Pada kasus yang melanjut lesi dapat
meluas ke daerah leher mnyebabkan kerontokan bulu.
Perubahan histopatologik meliputi hiperplasi epidermis, perifoikulitis,
folikulitis, furunkolosis dan kadang pembentukan mikroabses. Pada sejumlah
kasus dapat ditemukan hyphea atau spora dalam stratum korneum dan lapisan
keratin dari folikel bulu (Tabbu, 2006).
b.
Mikotoksikosis
Mikotoksikosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh mikotoksin, yaitu hasil metabolit sekunder
dari fungi. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Mycotoksikosis antara lain
adalah tatalaksana pengaturan keluar masuk pakan, kondisi kandang dan manajemen
litter yang kurang baik, faktor sanitasi dan desinfeksi, dan defisiensi nutrisi
dan infeksi agen penyakit. Ada bermacam-macam penyakit yang disebabkan
mikotoksin yang menyerang pada ayam, antara lain:
1. Aflatoksikosis
Aflatoksin merupakan mikotoksin yang
bersifat sangat toksik dan karsinogenik, yang merupakan hasil metabolit dari
jamur Aspergillus flavus, A. parasiticus
dan Penicillium puberulum. Pakan ayam
dan bahan baku pakan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan fungi dan
pembentukan aflatoksin.
Berdasarkan atas reaksi warna terhadap sinar
flouresen dan nilai Rf kromatografik,
maka aflatoksin terdiri atas beberapa jenis, yaitu aflatoksin B1 dan
B2 yang berwarna biru dan aflatoksin G1 dan G2 yang berwarna hijau.
Aflatoksin jenis B1 merupakn jenis yang paling toksik dan mempunyai
efek primer yang bersifat hepatoksik pada berbagai jenis hewan (Tabbu, 2006).
Gejala Klinis
Aflatoksin dapat
bersifat akut maupun kronis tergantung pada dosis, lama kontak, dan umur ayam.
Keracunan akut biasanya ditemukan pada ayam muda, sedangkan keracunan kronik
dapat dijumpai pada ayam yang lebih tua. Gejala keracunan akut meliputi: lesu,
kehilangan nafsu makan, gangguan pertumbuhan, pigmentasi abnormal pada kaki dan
jari, kelumpuhan, terlihat adanya ataksia, konvulsi, dan opistotonus yang dapat
berakhir dengan kematian.
Sedangkan pada keracunan yang kronik
terlihat adanya hambatan pertumbuhan, peningkatan konversi pakan, penurunan
produksi telur, dan penurunan fertilitas dan daya tetas telur. Pada ayam
pedaging terlihat juga penurunan kualitas karkas dan peningkatan lesi pada
kulit akibat adanya pembuluh darah dan kapiler yang rapuh. Ayam yang menderita
aflatoksikosis akan mengalami imunosupresi, sehingga lebih peka terhadap
berbagai penyakit.
Perubahan Patologik
a.
Perubahan
Makroskopik
Lesi yang
ditimbulkan oleh aflatoksikosis akut, terutama ditemukan pada hati dan ginjal,
yang ditandai oleh adanya pembesaran dan warna yang lebih pucat pada kedua
organ tersebut. Hati biasanya berwarna lebih pucat atau kekuning-kuningan dan
bersifat lebih rapuh. Duodenum dapat mengalami distensi akibat adanya timbunan
cairan kataral didalam lumen. Di samping itu, terlihat juga adanya pendarahan
padea kulit, otot, dan saluran pencernaan.
Aflatoksikosis
bentuk kronik biasanya menimbulkan atrofi, pengerasan, dan perubahan bentuk
nodular dari hati yang disertai adanya perdarahan dan distensi kantung empedu.
Terlihat juga asites, hidroperikardium, dan atrofi bursa fabricius, timus dan
limpa.
b.
Perubahan
Mikroskopik
Lesi mikroskopik
yang ditimbulkan oleh aflaktosikosis bentuk akut pada hati, meliputi
pembentukan makro dan mikrovakuole didalam sitoplasma, nekrosis yang ekstensif,
perdarahan, dan prliferasi duktus biliverus ukuran kecil. Lesi mikroskopik pada
ginjal meliputi dilatasi tubukus proksimalis, nekrosis epitel tubuli, dan
pembentukan nucleus yang sangat besar dengan nucleoli yang menonjol.Perubahan
mikroskopik pada bursa fabricius meliputi nekrosis limfosit dan atrofi folikel,
sedangkan perubahan pada timus dan limpa, meliputi nekrosis limfosit dan
penurunan populasi folikel limfoid.
Diagnosis
Diagnosis sangkaan dapat didasarkan atas riwayat kasus
dan perubahan patologik pada jaringan. Bahan pakan dapat diuji terrhadap
kemungkinan adanya pertubuhan Aspergillus
flavus menggunakan sinar ultraviolet untuk mengetahui pembentukan fluoresen
warna biru hijau. Metode analisis untuk mikotoksin dapat menggunakan
kromatografi (lapis tipis, gas, cair), spektrometri, dan teknik antibody monoclonal.
Test kits untuk aflatoksin B1 menggunakan ELISA atau minicolumns
dapat diperoleh secara komersial (Tabbu, 2006).
2. Fusariotoxicosis
Fusariotoksin merupakan racun yang merupakan
metabolit yang dihasilkan oleh jamur Fusarium
sporotrichioides, F. culmorum, F graminearum, F nivale dan lainnya,
biasanya tumbuh pada sisa-sisa pakan atau bahan baku mentahnya. Perubahan
patologi pada penyakit ini adalah jika ada radang ulcer sampai nekrosa pada
mukosa mulut, bintik-bintik pada hati, dan adanya atrophi ginjal dan organ
lymphoid lainnya.
3.
Ochratoxicosis
Ochratoksin
merupakan racun yang merupakan metabolit yang dihasilkan oleh jamur Penicillium viridicatum, P. citrinum,
Aspergillus ochraceus dan lainnya, biasanya tumbuh pada biji-bijian bahan
baku pakan. Perubahan yang menciri dari penyakit ini adalah bila ginjal
terlihat pucat dan membengkak disertai dengan oedema perirenal
4.
Ergotism
Toksin yang berupa
Ergot alkaloids ini dihasilkan oleh jamur Claviceps
purpurea, biasanya tumbuh pada biji-bijian seperti biji gandum dan lebih
suka pada biji gandum hitam. Tanda yang menciri untuk Ergotism adalah jengger,
pial, muka dan kelopak mata seperti berkerak/kering sampai dengan
atrophi/mengecil, pada anak ayam jari-jari kaki terlihat menjadi kehitaman.
5.
Citrinin
mycotoksikosis
Toksin Citrinin
yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus sp
dan Penicillin sp ini merupakan
kontaminan alami jagung, padi dan biji-bijian lainnya bahan baku pakan.
Perubahan yang menciri dari penyakit ini adalah bila ginjal terlihat pucat dan
membengkak disertai dengan oedema perirenal.
6.
Oosporein
mycotoksikosis
Oosporein
merupakan tksin yang dihasilkan jamur Chaetomium
spp, yang biasanya tumbuh pada bungkil kacang, dedak dan jagung. Perubahan
yang menciri dari penyakit ini adalah jika pada organ visceral dan ginjal
terlihat penumpukan asam urat.
7.
Cyclopiazonic acid
Cyclopiazonic acid
merupakan metabolit dari jamur Aspergillus
flavus, yang biasanya tumbuh pada biji-bijian dan pakan. Perubahan yang
menciri dari penyakit ini adalah jika ditemukan dilatasi
proventriculus/penipisan dindingnya sampai hyperplasia yang disertai borok /
ulcer (Ressang, 1984).
DAFTAR
PUSTAKA
Baratawidjaya, K.G.
2009. Imunologi Dasar Edisi ke-8. Jakarta : UI-Press
Carter, G.
R. 2004. Essential of Veterinary Bacteriology and Mycology 6th
edition. Iowa : Iowa State
University
Jawetz.
E.
1996. Microbiologi
Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Penerbit
EGC
Quinn, P. J et all. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease.
Australia : Blackwell Science
Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Penerbit IPB:
Bogor.
Tabbu, Charles
Rangga. 2006. Penyakit Ayam dan
Penanggulangannya Volume 1. Kanisius: Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment