Tuesday, 4 June 2013

BLOK 12 UP 2




LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaiamana cara Handling, Restrain, dan Casting pada sapi?
2.      Bagimana pemeriksaan umum dan khusus pada sapi?



PEMBAHASAN
1.      Handling, Restrain dan Casting pada Sapi
Handling dan Restrain
Pada sapi pertama yang dilakukan adalah inspeksi dari jarak jauh, perhatikan hewan maupun keadaan sekitarnya (hanya untuk pemeriksaan di tempat/ di kandang). Lakukan inspeksi dari segala arah. Bila hewan menunjukan sikap atau posisi abnormal, usahakan agar posisinya normal dan perhatikan apakah hewan mampu untuk berdiri pada posisi yang normal atau tidak (Rahardjo, 2009).
Untuk restrain pada sapi biasanya menggunakan tali keluh yang dimasukan ke hidung sapi, tetapi ini hanya digunakan untuk sapi dewasa bukan anak sapi. Bisa dengan menarik tali hidungnya, sedikit dicambuk, digertak dengan aliran listrik. Bisa juga dengan mengikatkan tali pada tali keluh kemudian dililit kebelakang ektremitas caudal kemudian ditarik ketali keluh sebelahnya. Ini agar sapinya tidak bisa menyepak. Menggunakan kandang jepit untuk palpasi rektal atau ekplorasi rektal pada sapi juga dapat dilakukan (McCurnin, 2005).
Restrain bisa juga dengan memasangkan ring hidung, pemasangan ring besi bentuk bulat atau seperti tang atau di pedesaan namanya keluh yang terbuat dari anyaman bambu atau dari plastik yang ditusukkan di septuminasi kemudian talinya dilingkarkan di belakang telinga dan disimpul. Tarikan dari ring atau keluh akan menimbulkan rasa sakit sehingga sapi mudah dikuasai. Tarikan ke atas dari keluh/ ring dan dikaitkan di bagian yang lebih tinggi dari kepala akan mempermudah untuk suntikkan intravena, operasi daerah ambing dan pemeriksaan kuku (McCurnin, 2005).







CASTING







2.      Pemeriksaan Umum dan Khusus pada Sapi
Pemeriksaan Umum
a.    Inspeksi
Melihat, membau dan mendengarkan tanpa alat bantu. Inspeksi digunakan untuk mmeneliti adanya hal lain yang abnormal. Perhatikan ekspresi muka/ temperamen, kondisi tubuh, pernapasan (frekuensi, cara pengambilan nafas, ritme dan suara-suara abnormal) tanpa melakukan pemeriksaan secara auskultasi, keadaan abdomen, posisi (berdiri/ berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh, pengeluaran dan bau abnormal dari lubang-lubang pelepasan (hidung, mulut, anus, telinga, mata), adanya suara abnormal seperti batuk, bersin, ngorok, melenguh, menangis, flatus dan eruktasi (Indarjulianto, 2011).
b.   Pulsus dan nafas
Pulsus pada sapi dapat diraba pada arteri maxillaris externa, arteri facialis, atau arteri coccygea (ventral pangkal ekor) kemudian lakukan penghitungan selama 1 menit. Bila mengalami kesulitan dapat dilakukan selama 15 detik kemudian dikalikan empat. Frekuensi pulsus normal pada sapi : 54-84 kali/ menit (Surono, 2008).
Sementara frekuensi nafas dapat dihitung dengan memperhatikan gerak toracoabdominal dalam keadaan hewan istirahat dan tenang atau juga dapat dengan memperhatikan udara yang keluar masuk melalui lubang hidung. Untuk normalnya pada sapi : 20 – 42 kali/ menit (Surono, 2008).
c.    Suhu tubuh
Sebelumnya olesi ujung thermometer dengan bahan pelicin (misal : vaselin). Masukkan ujung thermometer ke lubang anus, tunggu sampai angkanya terhenti (± 3 menit) dan hitung skalanya. Suhu normal pada sapi : 37,6oC-39,2oC. Selain itu termometer dapat dimasukkan dalam mulut, namun  menambahkan 0,5 °C karena adanya evaporasi (Surono, 2008).
d.   Selaput lendir
Conjunctiva : Geser ke atas kelopak mata atas dengan ibu jari, gantikan ibu jari dengan telunjuk sedikit ditekan, maka akan tampak conjunctiva palpebrarum. Tekan kelopak mata bawah dengan ibu jari maka conjunctiva palpebrarum bawah akan tampak pula. Normal pada sapi berwarna merah (Indarjulianto, 2011).
Hidung, mulut, dan vulva : untuk normalnya selalu basah dan berwarna pink, selain itu lakukan juga pemeriksaan CRT (Capilary Refill Time/ waktu terisinya kembali kapiler) dengan cara membuka bibir hewan kemudian menekan gusi dan melepaskannya kembali. Waktu normal maximal 2 detik (Indarjulianto, 2011).

Pemeriksaan Khusus
a.    Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan dilakukan dengan melihat nafsu makan, cara makannya apakah ada kesakitan menelan (Indarjulianto, 2011).
Mulut : Inspeksi pada mulut dengan membuka mulut dengan cara memegang tali hidung dengan tangan kiri dan masukkan tangan kanan ke spatium intraalveolar, pegang lidah dan tarik kesamping mulut terbuka, lalu lihat keadaan mulut apakah ada lesi, benda asing, anomali lain dan juga dicium bau mulutnya. Kemudian lakukan palpasi pada farinx, oesophagus (Indarjulianto, 2011).
Esophagus : perhatikan leher sebelah kiri, terutama bila sapi sedang eruktasi, regurgitasi, atau menelan (deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan palpasi dari luar. Perhatikan bila kemungkinan ada benda asing/ sumbatan pada esophagus. Bila terjadi sumbatan esophagus, ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri tanda batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde (bagian yang besar) dengan vaselin atau pelicin yang tidak merangsang dan aman, buka mulut sedikit dan masukkan ujung sonde ke dalam mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan sonde ditelan. Pada keadaan normal sonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang tadi telah ditentukan. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan maka sonde akan berhenti atau sukar didorong masuk (Indarjulianto, 2011).
Rumen : Kemudian ke arah abdomen bandingkan abdomen kanan dan kiri, perhatikan fossa paralumbalis saat inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung gerakan rumen per 5 menit, normalnya 5-10 kali per 5 menit. Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri pada tiga bagian atas, tengah dan bawah. Normalnya atas suara resonan, tengan semiresonan dan bawah pekak (Indarjulianto, 2011).
Retikulum : Auskultasi daerah retikulum pada costocondral ke-7 sebelah kiri perhatikan suara aliran ingesti cair. Bisa dengan bambu yang ditopang dibawah proc. xiphoideus.
Omasum dan abomasum : Omasum tidak dapat diperiksa secara fisik karena letak anatominya yang tidak terjangkau. Sebagian dinding abomasum menempel pada dinding perut bawah, sebelah belakang dari proceccus xiphoideus. Lakukan perkusi pada daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar resonansi, suara pekak bila terjadi impaction.
Usus, Rectum, dan Anus : Kemudian lanjut ke intestinum di abdomen dexter dengarkan gerakan peristaltiknya secara auskultasi. Kemudian lakukan ekplorasi rektal dengan memasukan tangan pelan-pelan menerobos spingter ani. Bila rektum berisi tinja keluar secara berlahan. Raba dinding rektum sebelah kanan dimana dalam keadaan normal dinding ini tidak akan meampaui bidang media (Indarjulianto, 2011).
b.   Sistem Respirasi
Secara umum inspeksi/ adspeksi kelainan yang timbul, periksa frekuensi dan bandingkan dengan pulsus, menentukan tipe pernafasannya, periksa organ yang menunjang sistem penafasan. Pada hidung, perhatikan leleran dan lesi serta perkusi sinus frontalis. Pada pharynx, larynx palpasi dari luar dan periksa limfoglandula regional. Auskultasi daerah trakea dan rongga dada. Pada rongga dada dilakukan juga perkusi dan perhatikan suara abnormal yang timbul, lalu palapasi daerah intercostae (Indarjulianto, 2011).
c.    Sistem Sirkulasi
Secara umum perhatikan kelainan-kelainan alat sirkulasi yang dapat diinspeksi. Periksa denyut nadi dan tentukan pulsusnya. Periksa jantung secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan tentukan abnormalitas yang mungkin terjadi. Periksa vena jugularis, apa ada pulsus atau tidak. Periksa pembuluh darah perifer, periksa CRT (Indarjulianto, 2011).
d.   Sistem lokomotor
Inspeksi cara hewan berjalan, kesimetrisan ekstremitas. Periksa muskuli, perhatikan suhu, kontur, adanya pengerasan dan nyeri. Periksa konformasi tulang. Periksa persendian antar tulang. Periksa kuku dan amati adanya abnormalitas (Indarjulianto, 2010).
e.    Sistem limfatik
Limfoglandula yang dapat dipalpasi pada sapi, yaitu : lgl. Submaxillaris, lgl. Parotidea, lgl. Retropharingeal, lgl. Cervivalis medius, lgl. Cervicalis caudalis, lgl. Prescapularis, lgl. Precuris, lgl. Inguinalis superficialis (betina : lgl. mammaria), dan lgl. Poplitea.
Limfoglandula yang tidak dapat dipalpasi tetapi dapat menyebabkan gejala klinis apabila ada pembengkakan : lgl. Mediastinalis anterior, lgl.  Mediastinalis posterior, dan dengan eksplorasi rektal lgl. Bronchialis, lgl. Mesenterialis (Indarjulianto, 2011).
f.     Sistem saraf
Syaraf pusat
   Syaraf I : N. Olfactorius (Pembau), coba dekatkan dengan rumput-rumputan
   Syaraf II : N. Opticus (penglihatan), coba gerakkan jari telunjuk apakah mata sapi tersebut mengikuti / tidak dan juga periksa dengan opthalmoscope
   Syaraf III : N. Oculomotorius
   Syaraf IV: N. Trochlearis
   Syaraf V : N. Trigeminus, lakukan rangsangan dan perhatikan reaksinya pada otot – otot daerah kepala, mata, saliva dan lakrimasi.
   Syaraf VI : N. Abducens, perhatikan gerakan palpebra atas, bola mata dan pupil.
   Syaraf VII : N. Facialis (wajah), Perhatikan hewan apakah nampak bodoh (kelumpuhan bilateral) atau muka/bibir menggantung sebelah (perot) pada kelumpuhan unilateral.
   Syaraf VIII : N. Auditorius (pendengaran/ keseimbangan), Perhatikan apakah hewan miring kesebelah, sempoyongan dan panggil hewan tersebut. Selanjutnya lakukan pemeriksaan dengan otoskop.
   Syaraf IX : N. Glossopharyngeus, buka mulut, rangsang bagian belakang pharynk
   Syaraf X : N. Vagus, menginervasi organ – organ visceral
   Syaraf XI : N. Spinalis Accesssorius, perhatikan scapula: pada paralisa unilateral salah satu scapula menggantung (kelumpuhan syaraf yang menginerfasi m. Trapezius/ m. Sternocephalicus).
   Syaraf XII : N. Hypoglossus, perhatikan lidah menjulur keluar (paralisa bilateral) atau menjulur ke salah satu sisi mulut (paralisa unilateral) (Indarjulianto, 2011).

Syaraf perifer
Stimulasi dapat dilakukan dengan cara meraba, memijit, menusuk, mencubit dengan jari atau dengan pinset.
  Reflek superficial
-   Reflek conjunctiva (untuk serabut sensorik dari cabang ophtalmic dan cabang maxillaris syaraf cranial V)
-   Reflek cornea (untuk serabut sensorik dari cabang ophtalmic dan cabang maxillaris syaraf cranial V)
-   Reflek pupil (N. Opticus sensorik, N. Occulomotorius motorik, lakukan dengan cara menutup salah satu mata, buka, dan liat kecepatan reaksi pengecilan pupil
-   Reflek perineal (N. Spinalis), sentuh perineum, perhatikan reaksinya
-   Reflek pedal, sentuh dan pijit pada bagian interdigiti, perhatikan reaksi aecus reflek
  Reflek profundal (hubungan neuromuscular)
-   Reflek patella, pukul ligamentum patella mediale. Bila reflek bagus m. quadriceps femoris akan berkontraksi mendadak/ tampak menendang.
-   Reflek tarsal, lakukan perkusi pada tendo achilles, bila refleknya baik maka m. gastrocnemicus akan kontraksi (tampak menendang)
  Reflek organik
-   Reflek menelan, koordinasi neuromuscular didaerah pharynx dan esophagus, gangguan mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan, paralisis
-   Reflek respirasi, pusat reflek di medulla oblongata, otak, medulla spinalis daerah thorax
-   Reflek defekasi, syaraf yang menginervasi spincter ani (Indarjulianto, 2011).
g.    Sistem urogenital
Dengan pembedaan jenis kelamin, penetuan oragn genital apa saja yang harus diperiksa. Inspeksi abnormalitas, seperti leleran, bau, warna dan lainnya. Palpasi bentuk dan kedudukan organ genital. Pada glandula mamae, inspeksi dan palpasi permukaan kulit, konsistensi, palpasi ruangan-ruangan dalam kelenjar mamae. Palpasi puting dan perhatikan bentuk dan kedudukannya. Periksa sekret mamae (warna, bau, jonjot). Periksa organ uropotika, cara urinasi. Palpasi ginjal dan vesica urinaria. Kateterisasi dan pemeriksaan urin, warna dan baunya (Indarjulianto, 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Indarjulianto, S. Raharjo, Slamet. Widiyono, Irkham. 2011. Diagnosa Klinik Veteriner. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH-UGM
McCurnin D.M. 1985. Clinical Textbook for Veterinary Technicians. London : W. B. Saunders
Rahardjo, S. 2009. Handling and Restraint Cat. Yogyakarta : FKH-UGM
Surono. 2008. Petunjuk Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH-UGM

 

No comments:

Post a Comment