Wednesday 27 August 2014

BLOK 19 UP 1



A.   Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1. Bagaimana etiologi , phatogenesis, gejala klinis, diagnose, pencegahan dan pengobatan dari Toxoplasmosis, Ancylostoma sp. dan Dipylidium sp. ?
2.   Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit zoonosis ?


B.   Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1.   a. Toxoplasmosis
Etiologi . Disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk  yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit)
a.    Bradizoit
b.    Oosista
c.    Takizoit
                               (Levine,1978).
Phatogenesis. Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif dari T. gondii. Dalam usus kecil   kucing sporozoit menembus sel epitel dan menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur seksual.
Merozoit masuk ke sel epitel dan membentuk makrogametosit dan mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah terjadi pembuahan terbentuk ookista, dikeluarkan bersama tinja kucing. Di luar tubuh kucing, ookista berkembang membentuk dua sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit (sporogoni).
Bila ookista tertelan mamalia seperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi daur aseksual menghasilkan takizoit. Takizoit membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur , terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten). Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara imakan kucing mengandung kista T. gondii, maka masa prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa prepatennya 20 -24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista.

Gejala Klinis .
·   Anemia dan gejala anoreksia juga sangat mencolok.
·   Ekspresi muka tampa sayu, mata berair dan mukaosa mata maupun mulut tampak pucat.
·   Migrasi larva juga menyebabkan batuk, dispnoea, dan adanya radang paru ringan.
·   Rasa nausea terlihat bila lambung juga mengalami iritasi oleh cacing, yang kadang keluar bersamaan dengan saat batuk atau muntah (Griffiths, 1978).

Diagnosa.
·   Ada antibody immunoglobulin M (IgM), di dalam tubuh sedang terjadi infeksi toksoplasma akut (belum lama terjadi).
·   Kadar immunoglobulin G (IgG) meningkat 4 x lebih tinggi dari hasil pemeriksaan 3 minggu sebelumnya, juga menunjukkan aktifnya infeksi.
·   Uji serologis lainnya adalah uji aglutinasi, uji komplemen, dan uji polymerase chain reaction ( PCR ), Teknik diagnosis mutakhir seperti reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) telah digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis akut (Ballweber, 2001).

Pencegahan .
·   Mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan daging dan sayuran sampai bersih kemudian dimasak sampai matang (jangan setengah matang, apalagi mentah).
·    Anak kucing sangat terancam infeksi sampai umur 6 bulan, karena itu sangat penting untuk memberikan obat cacing secara reguler. Anak kucing ekskresi telur terjadi lebih cepat daripada anak anjing, deworming mulai dapat dilaksanakan secara efektif mulai umur 2 – 3 minggu, diulangi pada minggu ke 5, 7 dan 9. Pemberian obat (berdasarkan umur):
-    Umur 2 – 12 minggu = setiap dua minggu sekali;
-    Umur 12 minggu sampai 6 bulan = setiap bulan sekali;
-    Umur 6 bulan dan seterusnya = setiap tiga bulan sekali.
·   Pada induk kucing, treatment dilakukan bersama anaknya. Kucing dewasa ditreatment secara reguler, dilakukan monitoring agar eliminasi parasit dapat terawasi (Ballweber, 2001).

Pengobatan . Banyak obat cacing membunuh cacing dewasa, tetapi tidak berefek terhadap larva    yang bermigrasi maupun larva dalam kista. Karena itu banyak yang menganjurkan deworming 2 – 4 minggu setelah treatment terakhir. Pada saat treatment terakhir, kebanyakan larva masih bermigrasi, dan saat treatment dilakukan kedua kalinya diharapkan larva telah sampai di usus dan bisa terbunuh oleh obat cacing. Obat yang umum digunakan, antara lain:
Kandungan
Minimum Umur / Berat Badan
Piperazin salt
6 minggu/lebih
Pyrantel pamoat / praziquantel
4 minggu/lebih atau 1.5 lbs/lebih
Milbemycin
6 minggu/lebih atau 1.5 lbs/lebih
Salamectine
T        minggu/lebih atau 2.6-7.5 lbs/lebih

T. gondii tidak mampu memanfaatkan asam folat dari luar, untuk memenuhi kebutuhannya organisme tersebut harus dapat menyintesiskan sendiri, obat yang dapat menghambat sintesis asam tersebut antara lain :
·   sediaan sulfa : sulfadiasin 120 mg/kg, diberikan 2 – 4 minggu.
·   dosis kombinasi dengan pyrimetamin adalah untuk sulfadiasin 60 mg/kg, dan untuk pyrimetamin 0,5 mg/kg. Dosis tersebut adalah untuk sehari.
·   antibiotik clindamycin- HCl dengan dosis 10 – 12 mg/kg diberikan per os, sekali sehari yang diberikan selama minimal 4 minggu akanmemberikan hasil yang baik (Foreyt, 2001).

b. Ancylostomiasis
Etiologi. Cacing ini disebut cacing kait. Angka kesakitan (morbiditas) dan mortalitas yang tinggi. Ancylostoma sp. merupakan  kelas Nematoda umum ditemukan pada anjing dan kucing. Ada lima species menyerang pada saluran pencernaan, yaitu antara lain: Ancylostoma caninum, Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma tubaeformae dan Ancylostoma duodenale (Levine, 1978).

Phatogenesis. Menyebabkan Akut atau kronis anemia hemoragi. Umum pada anak anjing dan kucing dan   anjing umur < dari 3 tahun (infeksi transmamae)àkadar Fe rendah Kehilangan darah mulai hari ke 8 setelah infeksi ( L3 infeksi per oral ) cacing dewasa muda sudah punya gigi pada capsula bucalisà memotong mukosa usus yang mengandung arteriolaà pendarahan. Tiap cacing menghisap darah 0,1ml/hari (Levine, 1978).

Gejala KliniS
·   Pada infeksi akut
   Anemia, gangguan pernafasan. Pada anak anjing atau kucing yg menyusu menimbulkan anemia berat, diare berdarah, berlendir, sesak nafas. Bisa anoxia karena anemia, bisa karena kerusakan pada pulmo.
·   Pada infeksi kronis
Kurus, bulu kusam, nafsu makan menurun, pica (makan benda asing). Gangguan pernafasan, terdapat lesi pada kulit (Griffiths, 1978).

Diagnosa. Berdasar  gejala klinis, sejarah, didukung pemeriksaan darah dan tinja (telur per gram  tinja/epg). Anak anjing atau kucing yang masih menyusu gejala klinisnya lebih hebat, walau belum ditemukan telur cacig dalam tinja (Foreyt, 2001).

Pencegahan.
·   Pemberian obat cacing reguler, dan  kebersihan lingkungan dijaga.
·   Hewan bunting diobati minimal 1 kali selama bunting.
·   Hewan menyusu diobati umur 1-2 minggu (2x), diulang 2 minggu kemudian Dosis tinggi Fenbendazole mencegah infeksi prenatal, diberikan 3 minggu sebelum dan sesudah beranak (bisa untuk Toxocara dan Ancylos).

Pengobatan. Anthelminthika antara lain: Tenium, Mebendazole, Fenbendazole, diclorfos. Untuk infeksi berat : injeksi Fe, diet tinggi protein, transfusi, untuk anjing muda (Foreyt, 2001).

c. Dipylidium sp.
Etiologi . Berbentuk pipih dengan warna putih atau krem. Predileksi di pencernaan kucing,mencapai panjang 70 cm. mempunyai kepala (scolex) dengan beberapa mulut penghisap berfungsi menghisap darah dan zat-zat makanan yang terdapat di usus kucing. Di kepala terdapat rostellum, berbentuk seperti kikir bergerigi berfungsi sebagai jangkar. Rostellum ini menancap di dinding usus kucing dan menyebabkan luka pada usus kucing.
Badan terdiri dari banyak segmen. Setiap segmen merupakan satu unit reproduksi fungsional. Segmen             paling dewasa terdapat di ekor. Bila telah matang segmen ini lepas dan mengeluarkan 5-30 telur cacing. Cacing ini bisa melepaskan 1 segmen dewasa setiap hari (Levine, 1978).

Phatogenesis . Hewan menggosokkan anus pada tanah, hal ini dikarenakan iritasi pada daerah anus yang disebabkan oleh migrasi proglottid gravid di daerah perianal. Pada infeksi berat dapat mengakibatkan diare, konstipasi, lesu, lemah, obstruksi usus.
Segmen cacing yang matang akan melepaskan diri dari induknya dan keluar melalui kotoran. Dalam segmen ini terdapat telur cacing. Telur dalam segmen dapat bertahan selama beberapa bulan di daerah yang kering.  Segmen yang kering berbentuk seperti butiran beras.
Segmen jatuh ke lantai atau alas tempat tidur kucing. Telur pinjal (kutu kucing) yang juga menetas di tempat yang sama akan menghasilkan larva, larva tersebut akan memakan telur cacing. Dalam tubuh pinjal, telur cacing berkembang menjadi cysticercoid.  Cysticercoid akan berpindah ke tubuh kucing bila pinjal menggigit dan menghisap darah kucing. Dalam tubuh kucing, cysticercoid akan berkembang menjadi cacing pita dewasa dan kembali menghasilkan telur (Griffiths, 1978 ; Subronto,2006).
Gejala Klinis.
·   Hewan : Infeksi berat menyebabkan lemah, kurus, gangguan saraf, dan gangguan pencernaan.
·   Manusia : Menyebabkan gangguan intestinal ringan pada anak, sakit pada epigastrium, diare dan sesekali reaksi alergi (Griffiths, 1978).
         Diagnosa. Segmen pada feses dan uji apung (Foreyt, 2001).
Pengobatan.
Nama obat
Dosis
Rute
Anjing
Kucing
bunamidine
25-50 mg/kg
25-50 mg/kg
oral
dichlorophene
220 mg/kg
220 mg/kg
oral
epsiprantel
5,5 mg/kg
2,8 mg/kg
oral
niclosamide
157 mg/kg
157 mg/kg
oral
praziquantel
2,5-5 mg/kg
2,5-5 mg/kg
oral
  (Foreyt, 2001)

2.   Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Zoonosis
Ada beberapa cara untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit zoonosis seperti Toxoplasmosis, Dipilidiais dan Ancylostomiasis diantaranya :
  1. jangan makan daging mentah atau kurang matang.
  2. mencuci tangan setelah memegang daging mentah.
  3. mencuci alat dapur bekas daging mentah.
  4. tidak makan sayuran mentah sebagai lalap.
  5. mencuci tangan setelah berkebun atau memegang kucing.
  6. mencegah lalat dan kecoa menghinggapi makanan ( Chahya,2008).

C.    Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Ballweber, L. R. 2001. The Practical Veterinarian : Veterinary Parasitology. Woburn : Butterworth–Heineman,
   Chahaya, Indra. 2008. Epidemiologi Toxoplasma gondii. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-indra%20c4.pdf. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2014.
Foreyt, W. J. 2001. Veterinary Parasitology : Reference Manual; 5th Ed. Iowa : Blackwell Publishing.
Griffiths, H. J. 1978. A Handbook of Veterinary Parasitology : Domestic Animals of North America. Minneapolis : University of Minnesota Press.
Levine, N. D. 1978. Textbook of Veterinary Parasitology. USA : Burgess Publishing Company.
     Subronto, 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta:
                  UGM-Press.

No comments:

Post a Comment