Tuesday 23 September 2014

BLOK 19 UP 5



A.   Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1.   Jelaskan penyakit kulit yang disebabkan oleh fungi dan ektoparasit meliputi etiologi, phatogenesis, gejala klinis, diagnose, terapi dan pencegahan !


B.   Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1.   Penyakit Kulit
             I.   Fungi
a.   Dermatophytosis ( Ring Worm )
Etiologi . Adalah infeksi kulit yang menyerang kulit (tinea corporis), kulit dan rambut kepala (tinea capitis), area inguinalis (tinea cruris, juga disebut jock itch), atau kaki (tinea pedis, juga disebut athlete’s foot). Anjing tertular oleh Microsporum canis, Microsporum gypseum atau Trichophyton mentagrophytes (Quinn et all,2002).
         Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum. Selain bersifat keratinofilik, jamur ini mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatophyta yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis  (Quinn et all,2002).

Phatogenesis . Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi atau secara tidak langsung melalui debris epitel terinfeksi yang terdapat pada lingkungan. Arthrospora infektif melekat pada struktur berkeratin dan bertunas dalam 6 jam. Trauma kecil seperti usapan pada kulit atau gigitan serangga dapat mendukung terjadinya infeksi. Kulit yang lembab dan hangat merupakan kondisi yang baik untuk perkembangan spora. Produk metabolit dari hyphae yang tumbuh dapat memicu respon radang lokal. Hyphae tumbuh dalam bentuk sentrifugal mulai dari lokasi awal infeksi meluas ke kulit normal di sekitarnya, meghasilkan bentukan lesi khas ringworm. Alopesia, pemulihan jaringan, dan hyphae nonaktif ditemukan di bagian tengah lesi selama perkembangannya. Pertumbuhan hyphae dapat berakibat pada hyperplasia dan hyperkeratosis epidermis. Infeksi sekuder bakteri dapat terjadi mengikuti folikulitis mikotik. (Quinn et all,2002).

Gejala Klinis . Eritema, diikuti dengan eksudasi, panas setempat, dan alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang bulat atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan (Subronto, 2006).

Diagnosa .
·      Kerokan Kulit
Spesimen dari kerokan kulit letakkan di deck glass dan ditetesi KOH 10-20 %. Kemudian tutup dengan object glass, dipanaskan dengan lampu Bunsen untuk memfiksasi, dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x. Kalau lesi tersebut adalah ruam karena infeksi jamur, akan lihat adanya spora ataupun hifa. Untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan pembiakan dengan SBM yang standar yaitu SBM Saboraud Agar, juga SBM mikobiotik. (Nasution,2005).
·      Pemeriksaan Histologik
Pemeriksaan histologik atas bagian kulit yang mengalami radang minimal akan menunjukkan hiperkeratosis yang bersifat moderat dari epidernis folikel ,adanya akantosis serta reaksi radang perifolikuler serta infiltrasi sel – sel mononuklear .Bagian jamur akan ditemukan apabila sedian diwarnai dengan pewarnaan asam peryodat Schiff  ( PAS ) atau perak methenamin .Juga ditemukan ulserasi epidermis yang diisi keropeng hasil peradangan dinding folikel rambut yang terserang akan berisikan sel – sel PMN dan mononuklear ,limfosit ,plasma sel dan histiosit (Nasution, 2005).

Terapi dan Pencegahan
               Terapi . Mandikan hewan dengan shampoo berbahan aktif Ketoconazole seperti Fungasol-SS dan Nizoral atau shampoo berbahan aktif Selenium Sulfida seperti varian Selsun Shampoo.

Pencegahan
·      Periksalah setiap hewan baru yang akan dimasukan ke dalam suatu populasi.
·      Pisahkan hewan yang diduga terinfeksi dari yang sehat.
·      Bersihkan area yang berkontak dengan hewan yang terinfeksi
·      Bersihkan kandang, alas tidur, tempat makan dan tempat bermain hewan secara teratur.
·       Periksalah kondisi semua hewan peliharaan yang ada di rumah.
·      Semua permukaan tempat-tempat bermain hewan didesinfeksi dan sebaiknya diulang minimal 2 kali.

          II.   Ektoparasit
a.   Demodecosis
Etiologi . Merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh tungau Demodex sp. Berbentuk seperti cerutu, hidup di dalam folikel rambut dan kelenjar lemak (sebasea), menyebabkan kudis demodekosis atau kudis folikuler. Berukuran 250 -300  µm x 400 µm. Siklus hidupnay 20-35 hari dimulai dari telur – larva ( 6 kaki ) – nimfa ( 8 kaki ) – dewas ( 8 kaki )
 (Sardjana,2012 ; Subronto, 2006).

Phatogenesis . Penularan demodekosis ini terjadi mulai anak anjing berumur 3 hari. Dalam kondisi normal, parasit ini tidak memberikan kerugian bagi anjing, namun bila kondisi kekebalan anjing menurun maka demodex akan berkembang menjadi lebih banyak dan menimbulkan penyakit kulit. Pada anak anjing akan tertular oleh induknya, namun setelah sistem kekebalan tubuhnya meningkat kira-kira pada umur 1 minggu, maka parasit ini akan menjadi flora normal dan tidak menimbulkan penyakit kulit (Sardjana,2012).

Gejala Klinis .
·      Lokal.
Kulit mengalami eritema local dan alopesia sebagian. Pruritis dan daerah tersebut ditutupi oleh sisik-sisik kulit yang berwarna keperakan. Kerusakan kulit yang sering adalah pada wajah khususnya di daerah sekeliling mata (periokuler) dan pada sudut mulut (komisura). Kerusakan berikutnya pada kaki depan. Kebanyakan anjing yang berumur 3 sampai 6 bulan dapat sembuh sendirinya tanpa pengobatan, namun sejumlah kasus bisa berkembang menjadi bentuk general
(Sardjana,2012).

·      General.
Biasanya sifat penyakit parah dan dapat berakhir dengan kematian. Lanjutan dari demodecosis lokal, kemudian berkembang dan bertambah parah. Sejumlah lesion muncul pada kepala, kaki, badan. Setiap makula yang terjadi akan meluas dan membuat kerontokan-kerontokan kulit meluas. Tungau yang berkembang di dalam folikel rambut menyebabkan folikulitis. Pyoderma sekunder dapat memperparah keadaan lesion, oedema dan keropeng akan menggantikan kerontokan rambut sebelumnya menjadi plaques. Bila folikulitis terjadi dan menghasilkan eksudat akan terbentuk keropeng yang tebal (Sardjana,2012).
Diagnosa .
·      Berdasarkan gejala klinis yang nampak.
·      Kerokan Kulit
Spesimen dari kerokan kulit letakkan di deck glass dan ditetesi KOH 10-20 %. Kemudian tutup dengan object glass, dipanaskan dengan lampu Bunsen untuk memfiksasi, dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x. Akan nampak potongan dari Demodex sp.
·      Pemeriksaan histopatologi
Melalui biopsi kulit dapat diketahui tingkatan perifolikulitis, folikulitis dan furunkulitis. Folikel rambut yang menderita akan dipenuhi oleh tungau Demodex sp. (Nasution,2005).

Terapi dan Pencegahan .
Terapi
1. Demodecosis Lokal
·      Pemberian salep yang mengandung 1% rotenone (Goodwinol ointment) maupun gel benzoyl peroxide 5 % yang diaplikasikan sehari sekali setiap hari selama 1-3 minggu.
·      Mandi dengan shampoo yang mengandung benzoyl peroxide secara regular minimal seminggu sekali.
·      Pemberian amitraz yang telah diencerkan dengan konsentrasi 0.1% pada area alopecia sehari sekali selama 2 minggu.

2. Demodecosis General
·      Dimandikan dengan Amitraz dengan konsentrasi 0.025% 2 kali seminggu. Sebelum menggunakan Amitraz, terlebih dahulu dimandikan dengan shampoo yang mengandung Benzoyl Peroxide untuk mengurangi minyak dan runtuhan sel kulit mati.
·      Pemberian Ivermectin SC 400 μg/kg sehari sekali selama 2-4 minggu. Obat ini kontraindikasi untuk anjing jenis collie, shelties, australian shepherds, old english sheepdogs maupun hewan yang positif menderita heartworm karena faktor sensitivitasnya.
·      Pemberian antibiotik ( Bactrim ) bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri (pyoderma).
·      Pemberian antihistamin ( Duradryl ) bila terjadi kegatalan karena iritasi Demodex  sp. pada kulit hewan.
·      Pemberian Dipenhydramin  HCL untuk atasi rasa gatal.
·      Pemberian salep Kalmicetine untuk pengobatan topical 2-3 kali dalam sehari guna membunuh bakteri gram positif maupun gram negative.
Pencegahan
·      Manajemen pakan dengan memperhatikan kecukupan nutrisinya.
·      Manajemen kandang terutama dari kebersihan kandang, sanitasi udara dan pengaturan jumlah populasi.
·      Kebersihan hewan harus diperhatikan , seminggu sekali harus dimandikan.
·      Hewan yang terinfeksi demodex tidak untuk dijadikan indukan.
·      Pemberian vaksin agar meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit yang dapat menurunkan system imun (Sardjana,2012).

b.   Scabiosis
Etiologi . Spesiesnya Sarcoptes scabei . Ukuran betina 400 µm, jantan 250 µm. Predileksinya di telinga, wajah, moncong dan siku (Foreyt, 2001).

Phatogenesis . Penularannya lewat kontak langsung dengan hewan penderita. Ektoparasit jantan dan betina kawin di kulit. Ektoparasit betina masuk ke kulit menuju epidermis dan mulai bertelur. Ektoparasit betina memproduksi secret yang menyebabkan rasa gatal diikuti munculanya ruam pada kulit. Siklus hidupnya di mulai dari telur butuh waktu 3 minggu ( Zajac,2012 ).

Gejala Klinis . Hewan mengalami pruritus, erythrema, alopesia, hyperketratosis , kulit terdapat kerak didaerah ujung telinga, siku bagian luar, dada ventral, dan abdomen (Foreyt, 2001).

Diagnosa .
·      Gejala klinis yang nampak.
·      Deep skin scraping . Kerok kulit hingga berdarah pada daerah ujung telinga dan siku, tambahkan Sodium Hidroxide 10 % kemudian dapat di amati di bawah mikroskop (Foreyt, 2001).

Terapi dan Pencegahan .
Terapi
·      Obat ektoparasit diantaranya avermectin, misalnya ivermectin secara subkutan (SC). Dosis yang dianjurkan adalah 1 ml untuk 15 – 20 kg berat badan dan diulang 10 -14 hari kemudian. Avermetin sebaiknya tidak diberikan pada anjing dengan umur yang terlalu muda, kurang dari 6 bulan dan ada beberapa anjing yang peka terhadap obat tersebut.
·      Dipping, yaitu memandikan hewan dengan tujuan pengobatan. Obat yang sering digunakan adalah Amitraz. 1 ml amitraz 5 % dilarutkan dalam 100 ml air untuk memandiakan hewan terinfestasi ektoparasit, dan diulang tiap minggu selama beberapa minggu hingga hewan sembuh.
·      Selamectin 6-12 mg/kg topikal (Foreyt, 2001).
          
               Pencegahan
·      Manajemen pakan dengan memperhatikan kecukupan nutrisinya.
·      Manajemen kandang terutama dari kebersihan kandang, sanitasi udara dan pengaturan jumlah                   populasi.
·      Kebersihan hewan harus diperhatikan , seminggu sekali harus dimandikan.
·      Hewan yang terinfeksi scabies tidak untuk dijadikan indukan.
·      Pemberian vaksin agar meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit yang dapat menurunkan                     system imun (Sardjana,2012).

C.    Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Foreyt, W. J. 2001. Veterinary Parasitology : Reference Manual; 5th Ed. Iowa : Blackwell Publishing.

Nasution, Mansur Amirsyam, 2005. Mikologi dan Mikologi Kedokteran Beberapa Pandangan                                         Dermatologis. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Quinn, P.J , Markey, B.K., Carter, M.E., Donelly, W.J.C.,Leonard, F.C.,. 2002. Veterinary Microbiology and        Microbial Disease. Oxford: Black well Science.
Sardjana,I Komang Wirasa, 2012. Pengobatan Demodekosis pada Anjing Di Rumah Sakit Hewan                                 Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
              VetMedika J Klin Vet Vol. 1, No.1, Juli 2012.

Subronto. 2006.  Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.Yogyakarta :  Gadjah Mada University Press.

Zajac. Anne and Gary A.Conboy, 2012. Veterinary Clinical Parasitology 8th. Amerika : Wiley Blackwell.




     

No comments:

Post a Comment