A.
Merumuskan
Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1.
Jelaskan
penyakit kulit yang disebabkan oleh fungi dan ektoparasit meliputi etiologi,
phatogenesis, gejala klinis, diagnose, terapi dan pencegahan !
B.
Belajar
Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1.
Penyakit Kulit
I. Fungi
a. Dermatophytosis ( Ring Worm )
Etiologi
. Adalah infeksi kulit yang menyerang kulit (tinea
corporis), kulit dan rambut kepala (tinea capitis), area inguinalis (tinea
cruris, juga disebut jock itch), atau kaki (tinea pedis, juga disebut athlete’s
foot). Anjing tertular oleh Microsporum canis, Microsporum
gypseum atau Trichophyton mentagrophytes (Quinn et all,2002).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit karena mempunyai daya tarik
kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang
lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum. Selain bersifat
keratinofilik, jamur ini mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu.
Dermatophyta yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang
menyerang manusia, misalnya Microsporum
canis (Quinn et all,2002).
Phatogenesis . Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi
atau secara tidak langsung melalui debris epitel terinfeksi yang terdapat pada
lingkungan. Arthrospora infektif melekat pada struktur berkeratin dan bertunas
dalam 6 jam. Trauma kecil seperti usapan pada kulit atau gigitan serangga dapat
mendukung terjadinya infeksi. Kulit yang lembab dan hangat merupakan kondisi
yang baik untuk perkembangan spora. Produk metabolit dari hyphae yang tumbuh
dapat memicu respon radang lokal. Hyphae tumbuh dalam bentuk sentrifugal mulai
dari lokasi awal infeksi meluas ke kulit normal di sekitarnya, meghasilkan
bentukan lesi khas ringworm. Alopesia, pemulihan jaringan, dan hyphae nonaktif
ditemukan di bagian tengah lesi selama perkembangannya. Pertumbuhan hyphae
dapat berakibat pada hyperplasia dan hyperkeratosis epidermis. Infeksi sekuder
bakteri dapat terjadi mengikuti folikulitis mikotik. (Quinn et all,2002).
Gejala Klinis . Eritema, diikuti dengan eksudasi, panas setempat,
dan alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha
meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang bulat atau sirkuler
berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan
(Subronto, 2006).
Diagnosa .
· Kerokan Kulit
Spesimen dari kerokan kulit letakkan di deck
glass dan ditetesi KOH 10-20 %. Kemudian tutup dengan object glass, dipanaskan dengan lampu Bunsen untuk memfiksasi,
dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x. Kalau lesi tersebut adalah ruam karena infeksi
jamur, akan lihat adanya spora ataupun hifa. Untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada
jamur dilakukan pembiakan dengan SBM yang standar yaitu SBM Saboraud Agar, juga SBM mikobiotik. (Nasution,2005).
· Pemeriksaan Histologik
Pemeriksaan histologik
atas bagian kulit yang mengalami radang minimal akan menunjukkan hiperkeratosis
yang bersifat moderat dari epidernis folikel ,adanya akantosis serta reaksi
radang perifolikuler serta infiltrasi sel – sel mononuklear .Bagian jamur akan ditemukan apabila sedian diwarnai dengan
pewarnaan asam peryodat Schiff ( PAS )
atau perak methenamin .Juga ditemukan ulserasi epidermis yang diisi keropeng hasil peradangan dinding
folikel rambut yang terserang akan berisikan sel – sel PMN dan mononuklear ,limfosit ,plasma sel dan
histiosit (Nasution, 2005).
Terapi dan Pencegahan
Terapi
. Mandikan hewan dengan shampoo berbahan aktif Ketoconazole seperti
Fungasol-SS dan Nizoral atau shampoo berbahan aktif Selenium Sulfida seperti
varian Selsun Shampoo.
Pencegahan
·
Periksalah setiap hewan baru yang akan dimasukan ke dalam suatu populasi.
·
Pisahkan hewan yang diduga terinfeksi dari yang sehat.
·
Bersihkan area yang berkontak dengan hewan yang terinfeksi
·
Bersihkan kandang, alas tidur, tempat makan dan tempat bermain hewan
secara teratur.
·
Periksalah kondisi semua hewan
peliharaan yang ada di rumah.
·
Semua permukaan tempat-tempat bermain hewan didesinfeksi dan sebaiknya
diulang minimal 2 kali.
II. Ektoparasit
a. Demodecosis
Etiologi . Merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan
oleh tungau Demodex sp. Berbentuk seperti cerutu, hidup di dalam folikel rambut dan kelenjar lemak
(sebasea), menyebabkan kudis demodekosis atau kudis folikuler. Berukuran 250 -300 µm x 400 µm. Siklus hidupnay 20-35
hari dimulai dari telur – larva ( 6 kaki ) – nimfa ( 8 kaki ) – dewas ( 8 kaki
)
(Sardjana,2012 ; Subronto, 2006).
Phatogenesis . Penularan demodekosis ini terjadi mulai anak
anjing berumur 3 hari. Dalam kondisi normal, parasit ini tidak memberikan
kerugian bagi anjing, namun bila kondisi kekebalan anjing menurun maka demodex
akan berkembang menjadi lebih banyak dan menimbulkan penyakit kulit. Pada anak
anjing akan tertular oleh induknya, namun setelah sistem kekebalan tubuhnya
meningkat kira-kira pada umur 1 minggu, maka parasit ini akan menjadi flora
normal
dan tidak menimbulkan penyakit kulit (Sardjana,2012).
Gejala Klinis .
· Lokal.
Kulit
mengalami eritema local dan alopesia sebagian. Pruritis dan daerah tersebut
ditutupi oleh sisik-sisik kulit yang berwarna keperakan. Kerusakan kulit yang sering adalah
pada wajah khususnya di daerah sekeliling mata (periokuler) dan pada sudut
mulut (komisura). Kerusakan berikutnya pada kaki depan. Kebanyakan anjing yang
berumur 3 sampai 6 bulan dapat sembuh sendirinya tanpa pengobatan, namun
sejumlah kasus bisa berkembang menjadi bentuk general
(Sardjana,2012).
· General.
Biasanya
sifat penyakit parah dan dapat berakhir dengan kematian. Lanjutan dari demodecosis lokal, kemudian berkembang dan
bertambah parah. Sejumlah lesion muncul pada kepala, kaki, badan. Setiap makula
yang terjadi akan meluas dan membuat kerontokan-kerontokan kulit meluas. Tungau yang berkembang di dalam folikel rambut menyebabkan
folikulitis. Pyoderma
sekunder dapat
memperparah keadaan lesion, oedema dan keropeng akan menggantikan kerontokan
rambut sebelumnya menjadi plaques. Bila folikulitis terjadi dan menghasilkan
eksudat akan terbentuk keropeng yang tebal (Sardjana,2012).
Diagnosa .
·
Berdasarkan
gejala klinis yang nampak.
·
Kerokan
Kulit
Spesimen
dari kerokan kulit letakkan di deck glass dan ditetesi KOH 10-20 %. Kemudian tutup dengan object glass, dipanaskan dengan lampu Bunsen untuk memfiksasi,
dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x. Akan nampak potongan dari Demodex sp.
·
Pemeriksaan histopatologi
Melalui
biopsi kulit dapat
diketahui tingkatan perifolikulitis, folikulitis dan furunkulitis. Folikel
rambut yang menderita akan dipenuhi oleh tungau Demodex sp. (Nasution,2005).
Terapi dan Pencegahan .
Terapi
1. Demodecosis Lokal
·
Pemberian salep yang mengandung 1%
rotenone (Goodwinol ointment) maupun gel benzoyl peroxide 5 % yang
diaplikasikan sehari sekali setiap hari selama 1-3 minggu.
·
Mandi dengan shampoo yang mengandung
benzoyl peroxide secara regular minimal seminggu sekali.
·
Pemberian amitraz yang telah diencerkan
dengan konsentrasi 0.1% pada area alopecia sehari sekali selama 2 minggu.
2. Demodecosis General
·
Dimandikan dengan Amitraz dengan konsentrasi 0.025% 2
kali seminggu. Sebelum
menggunakan Amitraz,
terlebih dahulu dimandikan dengan shampoo yang mengandung Benzoyl Peroxide untuk mengurangi minyak dan
runtuhan sel kulit mati.
·
Pemberian Ivermectin SC 400 μg/kg sehari sekali selama 2-4
minggu. Obat
ini kontraindikasi untuk anjing jenis collie, shelties, australian shepherds,
old english sheepdogs maupun hewan yang positif menderita heartworm karena
faktor sensitivitasnya.
·
Pemberian antibiotik ( Bactrim ) bila terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri (pyoderma).
·
Pemberian antihistamin ( Duradryl ) bila terjadi kegatalan
karena iritasi Demodex sp. pada kulit hewan.
·
Pemberian
Dipenhydramin HCL untuk atasi rasa
gatal.
·
Pemberian
salep Kalmicetine untuk pengobatan topical 2-3 kali dalam sehari guna membunuh
bakteri gram positif maupun gram negative.
Pencegahan
·
Manajemen pakan dengan memperhatikan kecukupan nutrisinya.
·
Manajemen kandang terutama dari
kebersihan kandang, sanitasi udara dan pengaturan jumlah populasi.
·
Kebersihan hewan harus diperhatikan , seminggu sekali harus dimandikan.
·
Hewan yang terinfeksi demodex tidak
untuk dijadikan indukan.
·
Pemberian vaksin agar meningkatkan
kekebalan tubuh dari penyakit yang dapat menurunkan system imun (Sardjana,2012).
b. Scabiosis
Etiologi . Spesiesnya Sarcoptes
scabei . Ukuran betina 400 µm, jantan 250 µm. Predileksinya di telinga,
wajah, moncong dan siku (Foreyt, 2001).
Phatogenesis . Penularannya lewat kontak langsung dengan hewan
penderita. Ektoparasit jantan dan betina kawin di kulit. Ektoparasit betina
masuk ke kulit menuju epidermis dan mulai bertelur. Ektoparasit betina
memproduksi secret yang menyebabkan rasa gatal diikuti munculanya ruam pada
kulit. Siklus hidupnya di mulai dari telur butuh waktu 3 minggu ( Zajac,2012 ).
Gejala Klinis . Hewan mengalami pruritus, erythrema, alopesia, hyperketratosis
, kulit terdapat kerak didaerah ujung telinga, siku
bagian luar, dada ventral, dan abdomen (Foreyt, 2001).
Diagnosa .
·
Gejala
klinis yang nampak.
·
Deep
skin scraping . Kerok kulit hingga berdarah pada daerah ujung telinga dan siku, tambahkan Sodium Hidroxide 10 % kemudian dapat di
amati di bawah mikroskop (Foreyt, 2001).
Terapi dan Pencegahan .
Terapi
·
Obat ektoparasit diantaranya avermectin, misalnya ivermectin secara
subkutan (SC). Dosis yang dianjurkan adalah 1 ml untuk 15 – 20 kg berat badan
dan diulang 10 -14 hari kemudian. Avermetin sebaiknya tidak diberikan pada
anjing dengan umur yang terlalu muda, kurang dari 6 bulan dan ada beberapa
anjing yang peka terhadap obat tersebut.
·
Dipping, yaitu memandikan hewan dengan tujuan pengobatan. Obat yang sering
digunakan adalah Amitraz. 1 ml amitraz 5 % dilarutkan dalam 100 ml air untuk
memandiakan hewan terinfestasi ektoparasit, dan diulang tiap minggu selama
beberapa minggu hingga hewan sembuh.
·
Selamectin 6-12 mg/kg
topikal (Foreyt, 2001).
Pencegahan
·
Manajemen
pakan
dengan memperhatikan
kecukupan nutrisinya.
·
Manajemen kandang terutama dari
kebersihan kandang, sanitasi udara dan pengaturan jumlah populasi.
·
Kebersihan hewan harus diperhatikan , seminggu sekali harus dimandikan.
·
Hewan yang terinfeksi scabies tidak untuk dijadikan
indukan.
·
Pemberian vaksin agar meningkatkan
kekebalan tubuh dari penyakit yang dapat menurunkan system imun (Sardjana,2012).
C.
Sumber
Informasi (Daftar Pustaka)
Foreyt, W. J. 2001. Veterinary Parasitology : Reference Manual;
5th Ed. Iowa : Blackwell Publishing.
Nasution, Mansur
Amirsyam, 2005. Mikologi dan Mikologi Kedokteran Beberapa Pandangan Dermatologis. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Quinn, P.J , Markey,
B.K., Carter, M.E., Donelly, W.J.C.,Leonard, F.C.,. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial
Disease. Oxford: Black well
Science.
Sardjana,I
Komang Wirasa, 2012. Pengobatan Demodekosis pada Anjing Di Rumah Sakit Hewan Pendidikan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
VetMedika J Klin Vet Vol. 1, No.1,
Juli 2012.
Subronto. 2006. Penyakit
Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Zajac. Anne and Gary
A.Conboy, 2012. Veterinary Clinical
Parasitology 8th. Amerika : Wiley Blackwell.
No comments:
Post a Comment