LEARNING
OBJECTIVE
1. Mengatahui
manajemen pemeliharaan dan manajemen trasnportasi mamalia air!
2. Mengetahui
penyakit yang menyerang mamalia air
PEMBAHASAN
1. Manajemen
Pemeliharaan dan Manajemen Transportasi Mamalia Air
Transportasi
Menjaga suhu sangatlah penting.
Menutup tubuh dengan lapisan tipis dan membatasi bluber. Berikut ini merupakan
gambar dari tempat trasportasi untuk lumba-lumba
Manajemen
Pemeliharaan
Program perawatan mamalia air harus
memperhatikan komponen behavioral, physchologycal, dan aspek fisiologis.
Program perawatan yang lengkap merupakan kombinasi dari beberapa aspek, berupa
nutrisi/pakan, lingkungan, handling dan prosedur transport. Aspek lain yang tak
kalah penting yaitu learning dan emotions hewan yang berhubungan dengan
lingkungan yang optimal dan stimulasi mental yang baik. Aspek tambahan yang
perlu diperhatikan adalah staff dan cara berkomunkasinya, record keeping, dan
hubungan antara manusia dan hewan itu sendiri. Semua komponen yang disebutkan
penting untuk dijalani, namun dalam pelaksanaannya berbeda-beda (tergantung
levelnya, tinggi/sedang/rendah) .
Lingkungan
Ada
tiga sistem pemeliharaan/sistem pengairan menurut Fowler dan Miller:
· Terbuka
(flow-through): Tidak
membutuhkan filtrasi mekanik.
· Semi
tertutup dan tertutup: Membutuhkan
filtrasi mekanik (dapat dengan pasir
atau
campuran antrasit/batubara keras, pasir, dan granit). Sistem tertutup
membutuhkan treatment air yang lebih intensif karena airnya reused (dipakai
lagi, karena hanya berputar dalam filtrasi). Semi tertutup dan tertutup juga
ada beberapa kesulitan dalam hal mengatur salinitas, alkalinitas dan pH.
Perubahan alkalinitas atau pH dapat dipengaruhi oleh pakan, peralatan, dan
urine. Hal itu dapat diatasi dengan pemberian bikarbonat dan garam karbonat.
Infiltrasi mekanik digunakan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak
berguna dan jugan organic carbone.
· Kolam
dibuat dengan ukuran lebarnya 2x panjang tubuh, dengan dasar tumpul, dan
kedalaman + 4 meter.
· Air
dapat menggunakan air alami atau pun buatan dengan menambahkan garam.
· Kondisi
air yang dibutuhkan: salinitas 35/1000, pH 7,5-8,2, suhu 28oC.
· Beberapa
desinfektan dapat digunakan untuk mencegah berkembangnya bakteri coliform,
misalnya yang berbahan dasar khlorin (pemberian di bawah 1 ppm; 50% dari total)
dan ozone (500-600 millivolts). Pada dosis yang lebih tinggi justru menyebabkan
kerusakan saluran respirasi, kulit, dan kornea.
Air
-
Air bersih merupakan faktor kunci dalam
pemeliharaan koloni sehat mamalia laut. Semua kecuali cetacea air tawar
membutuhkan air laut baik alam atau buatan. Satu dapat menyiapkan produk buatan
menggunakan natrium klorida dengan atau tanpa penambahan garam lainnya.
-
Kisaran salinitas yang aman dan relatif
alami adalah 25 sampai 35 bagian per seribu, dengan pH 7,5 sampai 8.2.
Kebanyakan pinnipeds dapat dipertahankan di air tawar, tetapi air laut jauh
lebih unggul. Jika air segar digunakan, binatang harus memiliki akses untuk
mandi garam periodik atau dips
-
Bottle-nosed dolphin umumnya spesies
hidup di air hangat dan suhu air yang baik adalah 10 hingga 28ºC
Pakan
Seekor anak lumba-lumba akan berhenti
menyusui sekitar 6 bulan, setelah itu diberi pakan sehari-hari seperti layaknya
lumba-lumba dewasa. Seekor lumba-lumba dewasa
memiliki kebutuhan pakan sebesar 4-5% dari berat badan keseluruhan per
harinya, sedangkan lumba-lumba yang sedang bunting dan menyusui membutuhkan 8%
(Anonim, 2000). Pakan lumba-lumba dapat berupa ikan-ikanan (mackarel, haring),
creustacean, cumi. Selain itu, pada captive dolphin direkomendasikan untuk
memberi suplemen. Kebutuhan vitaminnya: vit A 16000 IU; vit E 250 IU; vit C 250
mg; thiamin mononitrate 200 mg; riboflavin 15 mg; pyridoxine 15 mg; folic acid
500 mcg; biotin 250 mcg; pantothenic acid 15 mg. Pakan dapat diberikan berupa
pakan segar, jika harus disimpan, dibekukan pada suhu -20oC (Fowler
dan Miller, ).
2. Penyakit
pada Mamalia Air
a.
Erysipelas sp
Etiologi
. Erysipelothrix rhusiopathiae adalah spesies yang patogen pada genus Erysipelothrix.
Bakteri ini merupakan bakteri gram positif, fakultatif anaerobic,
berbentuk batang, non spora, beramplop.
Patogenesis .
Masuk ke tubuh lumba-lumba melalui ingesti saat memakan ikan yang terkontaminasi. Bakteri ini berkapsula,
sehingga dapat menghindar dari proses fagositosis. Bakteri
ini mempunyai enzim neuraminidase dan hyaluronidase yang berperan dalam
pahogenisitas bakteri.
Gejala Klinis
. Dua
bentuk yaitu akut septisemia dan
bentuk dermis. Bentuk dermis ditandai
dengan lesi bentuk rhomboid abu-abu yang
dapat ditemukan di seluruh tubuh. Biasanya lesi dermal tersebut muncul setelah
hewan mengalami anoreksia dan terjadi leukositosis. Bentuk kutan terdapatnya
perubahan adanya bentukan lesi berbentuk jajar genjang pada kulit yang disebut
juga sebagai diamond skin disease yang berwarna keabuan, menonjol dan ireguler.
Bentuk lesi tersebut dikarenakan adanya trombosis pada arteri perifer dan
infarction jaringan lokal. Pada gejala septisemia akut sering ditemukan hewan
mati mendadak tanpa gejala klinis,
jika hewan menunjukkan gejala klinis biasanya tidak spesifik seperti anoreksia,
lethargi, leukositosis dan leucopenia akut beberapa hari sebelum mati. Bentuk
septisemik dapat terjadi perakut atau akut yang menyebabkan kematian mendadak.
Diagnosis. Pada pemeriksaan nekropsi hewan septisemia akut
ditemukan petekie multifocal pada intestinal, haemorhagi ekimosa, pembengkaan
nodus limfa dan splenomegali. Isolasi bakteri dapat diambil dari lesi yang
terbentu pada organ.
Metode diagnosa
‐
Pengambilan sample: darah (central fluke vein), feses, bagian yang mengalami luka (diamond skin disease).
‐
Untuk kasus diamond
skin disease ® isolasi
bakteri Erysipelothrix rhusiopathie
dapat dilakukan dengan:
1) Plat
Agar Darah (PAD): melihat bentuk koloni (smooth
and rough).
2) Media
selektif: Water Blue Sucrose (colourless ® non-fermented
sucrose)
3) Pengecatan
Gram ® Gram (+) ungu, namun untuk
biakan tua akan menjadi Gram (-). Sehingga berwarna merah.
4) Isolasi
dan identifikasi: non motil, H2S (+), indole (+), katalase (+),
koagulase (+), oksidase (-).
‐
Mouse
Protection Test: tikus kontrol (broth culture dan equine
hyperimmune E. rhusiopathie antiserum) dan tikus perlakuan (broth culture) ® keduanya diberikan E. rhusiopathie secara SC ® inkubasi selama 24 jam ® apabila (+) E. rhusiopathie maka tikus perlakuan akan mati dalam waktu 5-6
hari.
Terapi
– Pencegahan. Penicillin dan cephalosporins. Pencegahan dengan mengkontrol kualitas air dan vaksinasi, akan
tetapi vaksinasi pada lumba-lumba belum efektif (Wang et al,2010).
b.
Pseudomonas sp.
Etiologi
. Pseudomonas aeroginosa
meruakan bakteri batang gram negatif, 0,5 -1,0 x 3,0 -4,0 um, flagel polar,
kadang-kadang 2-3 flagel .
Pathogenesis
. Bakteri
ini menghasilkan enzim ekstrasel, elastase, protease dan dua hemolisin. Bakteri
ini merupakan bakteri pathogen oportunistik yang ada di lautan. Jalur penularan
melalui dua cara, yaitu melalui oral dan kontak langsung. Infeksi menyebabkan
lesi kulit dan septisemia. Bakteri ini dapat menyebar melalui aliran darah
menuju otak, mata, jantung, hati, ginjal, dan persendian. Terdapat tiga fase
infeksi: (1) Perlekatan dan kolonisasi; (2) Invasi local; (3) Septisemia yang
merupakan penyebab utama bronchopneumonia
akut dan dermatitis ekstensive .
Gejala
Klinis . Kelesuan,
anoreksia, halitosis parah, dyspnea, demam, dan leukositosis ditandai. Penyakit
ini dapat berkembang dengan cepat
Diagnosis
. Pada gejala klinis dan
dikonfirmasi oleh respon terhadap terapi.
Terapi-Pencegahan
. Pengobatan terdiri dari koreksi faktor lingkungan
dan terapi antibiotik dan suportif intensif. Antibiotik awal biasanya spektrum
luas, biasanya sefaleksin (40 mg / kg, tid-qid), penyesuaian didasarkan pada
budaya dan kepekaan dari blowhole atau sampel trakea (Austin,1993).
c.
Morbilivirus
Etiologi . Anjing laut rentan terhadap canine distemper
virus dan ada hubungan kekerabatan yang dekat namun beda morbilivirus (Phocine Distemper Virus
(PDVI) ). Delphinoid distemper virus (Cetacean morbilivirus (CMV) ) ada hubungan
kekerabatan dengan rinderpest dan peste des petits ruminant. Harp seal dan pilot whales
merupakan reservoir dari PDV dan CMV, ortalitas
pada populasi tinggi dan
dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat terjadi immunosupresif.
Gejala Klinis . Pada anjing laut muda,
infeksi morbilivirus menyebabkan depresi, anoreksia, conjungtivitis, adanya leleran hidung dan
dyspnea dan berkembang menjadi pneumonia. Vaksinasi dengan canine distemper
vaksin dapat memberikan kekebalan untuk
melawan virus. Gejala
klinis seperti canine distemper yaitu demam, leleran okulonasal dari bentuk
serous hingga mukopurulen, konjungtivitis, keratitis, kesulitan bernafas, diare dan abortus. Dapat juga ditemukan dermatitis, pada anjing laut.
Diagnosa . Dari gejala klinis, dapat ditentukan
dengan melakukan uji PCR, ELISA, titer antibody.
Terapi-Pencegahan
. Dapat dilakukan
dengan terapi suportif dan dilakukan
vaksinasi dengan menggunakan vaksin distemper virus yang telah dimodivikasi,
vaksin killed distemper virus, subunit distemper virus. Hasil dari vaksinasi
tersebut menunjukkan adanya pembentukan kekebalan.
d.
Anisakis sp.
Etiologi
. Cacing
Anisakis sp termasuk dalam family
Anisakidae. Larva cacing ini mempunyai panjang 11,2-34,5 mm, lebar 0,44-0,55
mm, esofagusnya relative panjang dan disertai oleh jaringan kelenjar, tidak
mempunyai sekum, bibirnya tidak jelas, giginya menonjol ke depan dan mempunyai
saluran pencernaan yang sederhana yaitu esophagus, ventrikulus dan usus halus.
Phatogenesis .
Telur
yang keluar bersama feses lumba-lumba akan menetas di air. Larva stadium yang
kedua keluar dari telur akan ditelan oleh hospes perantara pertama lalu
berkembang menjadi larva stadium ketiga awal. Hospes perantara pertamanya
adalah udang Thysanoessa dan Euphausia. Bila hospes perantara ini
dimakan oleh hospes perantara kedua, di dalam tubuhnya larva berkembang menjadi
larva stadium ketiga lanjut. Hospes perantara kedua dan hospes parateniknya
meliputi ikan laut dan cumi-cumi
.
Gejala Klinis
. Para Anasakidae bersifat patogen nematoda ditemukan
di perut mamalia laut. Granuloma terbentuk di situs lampiran mereka dan dapat
menyebabkan kehilangan darah, ulserasi, dan akhirnya perforasi dan peritonitis .
Diagnosis
. Berdasarkan gejala
klinis dan memeriksa telur pada feses.
Terapi-Pencegahan . Disophenol (12,5 mg / kg) atau ivermectin (100 mg /
kg) disuntikkan SC yang efektif terhadap parasit ini (Anonim.
2011).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011. The Merck Veterinary Manual, 9th
Edition. Merck Inc. Iowa.
Austin, B. dan D. A. Austin. 1993. Bacterial
Fish Pathogens, Diesase of Farmed and Wild Fish. Edisi Kelima.
Springer, London.
Fowler, M.E, Miller, R.E. 2008. Zoo and Wild Animal Madicinecurrent terapy.
Saunders
Wang Q, Chang BJ, Riley TV. 2010. Erysipelothrix rhusiopathiae. Vet Microbiol 140: 405−417.
No comments:
Post a Comment