Wednesday, 25 March 2015

BLOK 22 UP 5



LEARNING OBJECTIVE
1.    Bagaimana manajemen pemeliharaan pada ular?
2.    Bagaimana cara teknik handling dan sampling pada ular?
3.    Apa saja penyakit yang menyerang pada ular?
 
PEMBAHASAN
1.    Manajemen Pemeliharaan Ular
Manajemen kandang
Kriteria kandang ular ideal dalam habitat buatan yaitu: aman dari resiko kemungkinan ular terlepas dan menyerang; memiliki ukuran yang sesuai untuk aktivitas ular di dalamnya; memiliki fasilitas dasar untuk pengayaan dan pengaturan sistem mikroklimat; bentuk dan semua fasilitas kandang tidak boleh menimbulkan resiko mencederai ular; memenuhi syarat kebersihan; serta memiliki ventilasi dan pencahayaan matahari yang baik. Akses jalan keluar seperti pintu kandang harus selalu terkunci atau tertutup rapat dan tidak ada kemungkinan akses jalan keluar lain. Ular yang tidak merasa nyaman dalam kandang cenderung berusaha melepaskan diri mencari tempat yang kondisinya lebih baik. Ular juga membutuhkan area pribadi untuk bergerak dengan leluasa sesuai ukuran tubuhnya, sehingga kandang harus memiliki ukuran yang memadai. Ukuran kandang harus disesuaikan dengan ukuran dan jumlah ular agar setiap ekor ular dapat menentukan daerah aktivitasnya masing-masing. Meletakkan ular dalam kandang secara individu adalah lebih baik karena memudahkan observasi, kontrol pakan, kontrol parasit dan penyakit menular lain serta dapat mencegah stress karena kondisi kandang yang tenang dan memungkinkan ular beraktivitas dengan leluasa tanpa adanya dominansi dari ular lain (Mader,1996).
Manajemen Kesehatan
Perawatan kandang meliputi kebersihan kandang, pemandian ular setiap 2-3 kali/minggu menggunakan sabun/sampoo bayi, penggantian alas kandang yang basah, berjamur, setelah defekasi/urinasi. Pemeriksaan kesehatan sebulan sekali dengan melakukan pemeriksaan umum, kepala, mulut, gigi, mata, kulit, muskuloskeletal, organ dalam, kloaka, ekor. Ular baru harus dikarantina minimal 90 hari untuk menghindari penularan penyakit, pengurangan tingkat stres akibat transportasi, dan penyesuaian dengan lingkungan baru.

2.    Teknik Handling dan Sampling Ular
Sebelum melakukan handling dan restraint sebaiknya kita harus mengetahui jenis dan spesies ular tersebut apakah berracun atau tidak, menentukan ular venomous atau tidak.
Karakter ular berbeda beda, bahkan meski itu sama sama ular reticulatus tapi sifat amarahnya berbeda satu dengan yang lain. Dengan memahami karakter si ular yang akan kita handling, kita akan lebih berhati hati melakukan proses penanganan dengan aman. Cek posisi kita dan lihat sekeliling kita. Perlu luasan tanah yang cukup untuk handling ular besar. Kanan kiri harus aman, jangan ada orang lain yang justru akan terancam saat kita handling ular. Setelah itu mulailah dari memegang ekor untuk mengendalikan ular. Pegang ekor jangan terlalu ujung, tapi agak maju setelah kloaka, biarkan separo badan ke arah kepala tetap melata di tanah. Jangan berusaha di angkat. Pemegang ekor selalu berada di belakang arah kepala artinya hindari berhadapan langsung dengan pandangan depan ular. Ular cenderung akan memberontak, berusaha melepaskan dirinya dengan jalan: mengeluarkan kotoran, memutar badannya, menarik ke depan. Snake Handler perorangan bisa menggunakan alat atau tanpa alat. Jika tanpa alat, maka yang di andalkan adalah kemampuan membaca kondisi ular dan ketepatan memegang, selain tentu saja keberanian yang terlatih. Menggunakan alat cenderug lebih aman dan tidak beresiko terhadap diri sendiri. Disarankan untuk handling ular besar minimal 2 orang, 1 orang memegang ekor, dan satu orang berusaha pegang kepalanya. Dalam menghandling ular dengan panjang atau ukuran tubuh lebih dari 1,5 m ada baiknya ditangani oleh dua orang. Apabila ukuran ular lebih kecil lagi dapat dihandling dengan memegang ekor atau tubuh bagian belakang dicapai sampai pada bagian kepala bagian belakang atau rahang ular tersebut. Dan yang harus diperhatikan adalah saat memegang ular seluruh bagian tubuhnya haruslah terangkat semua dan tidak menggantung. Untuk ular ukuran diatas 2-3 meter  lebih baik diberikan chemical restraint karena tidak kooperatif (Capula.1989).
Alat yang digunan untuk restrain:
§  Snake hook
§  Grab stick
Pengambilan sampel darah dapat dilakukan secara intrakardia atau melalui vena ekor, selain tiu sampel dapat berupa fese, atau pus dari lesi yang ada pada mulut sular.

3.    Penyakit yang Menyerang Ular
Stomatitis
Etiologi
Stomatitis atau mouth rot adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus atau fungi pada jaringan gusi, langit-langit dan lidah. Jika tidak ditangani, agen penyakit tersebut dapat menyebar ke tulang rahang, kemudian lebih lanjut akan menyebabkan runtuhnya tulang dan jaringan tersebut. Bakteri yang sering ditemukan dalam kasus stomatitis adalah bakteri Gram negatif seperti Aeromonas aerogenes, A. aerophila, A. hydrophila, Citrobacter freundii, Proteus sp., Pseudomonas aeruginosa, dan P. fluorescens (Kaplan dan Jereb,1995).
Patogenesis
Stomatitis ini dapat terjadi karena adanya trauma atau stress, sehingga dapat menyebabkan kekebalan ular menjadi menurun. Hal tersebut dapat mempermudah mikroorganisme untuk masuk ke dalam mulut ular, dan akan berkembang di daerah mulut. Mikroorganisme tersebut akan merusak jaringan-jaringan di daerah mulut dan dapat masuk ke pembuluh darah dan menjadi sepsis (Kaplan dan Jereb,1995).
Gejala Klinis
Pada penyakit ini, gejala yang nampak yaitu ular menjadi malas makan, adanya hemoraghi ptechie , dan peningkatan jumlah saliva. Pada daerah mulut terdapat keradangan yang ditandai dengan kebengkakan, selain itu pada kasus akut dapat ditemukan nanah berwarna kuning (Anderson,2001).
Diagnosa
Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis yang terjadi dan untuk peneguhannya dapat dilakukan isolasi mikroorganisme yang diambil dari lesi pada mulut ular.
Terapi
Terapi dapat dilakukan dengan menyemprot mulut ular dengan iodine povidone 1 %, sisa-sisa jaringan yang rusak harus dibersihkan dengan swab yang dicelupkan terlebih dahulu ke dalam larutan antiseptika. Antibiotik yang dapat dipakai untuk stomatitis yaitu amycacin, ceftazidim, carbenicilin, enrofloxacyn, dan gentamycin yang diaplikasikan secara parenteral (Kaplan dan Jereb,1995).

Penyakit Parasitic
Penyakit parasit yang sering ditemukan pada ular seperti amoebiasis, koksidiosis, dan trypanosomiasis. Penyebab amoebiasis adalah Entamoeba invandens, penyakit ini menyebabkan penyebaran dan kematian yang tinggi ular dan kadal. Amoebiasis secara klinis ditandai dengan emasiasi, kehilangan berat badan, muntah, diare mukoid dan haemorhagi. Perubahan postmortem ditemukan penebalan dan edema pada dinding usus, erosi, ulser, formasi pseudo membrane, dan abses hati. Perubahan histology ditemukan fibrinonecrotic colitis, invasi dari organisme ke dalam submukosa usus dan pada kasus berat terjadi enteritis, gastritis, hepatitis dan penyakit lain di luar intestinal. Hewan dapat diobati dengan metronidazole 160 mg/kg berat badan selama tiga hari. Paromomycin dengan dosis rata-rata 25-100 mg/kg berat badan diberikan setiap hari selama empat minggu. Amoebiasis dapat dicegah dengan menyediakan tempat karantina dan sanitasi yang baik (Santra, 2008).
Trematoda yang ditemukan pada kebanyakan reptil tidak terlalu patogenik. Cacing dapat diisolasi dari paru-paru dan saluran digesti pada ular. Ochetosoma aniarum, Pneumatophilus spp dan Dasymetra spp adalah beberapa trematoda yang biasa ditemukan pada ular. Lechriorchis stomatrema biasanya ditemukan di mulut, pharynx, oesophagus, trachea dan paru-paru pada beberapa ular. Hewan yang terinfeksi dapat diobati dengan praziquantel dengan dosis rata-rata 7 mg/kg berat badan secara IM (Santra, 2008).
Ular  yang terinfeksi Strongyloides ditandai dengan gejala klinis diare dan gangguan pernafasan. Larva infektif migrasi ke paru-paru. Hookworms seperti Kalicephalus dan Oswaldocruzia juga menginfeksi reptile. Cacing tersebut menyebabkan lemas, anoreksia, anemia, ulcerasi, intestinal obstruksi dan peritonitis. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian ivermectin 0,2 mg/kg berat badan secara IM, atau pyrantel pamoat 8 mg/kg berat badan, dapat dilakukan untuk pengobatan infestasi nematode (Santra, 2008).
Cacing pita dewasa yang ditemukan pada ulara dapat merugikan karena berparasit pada nutrisi (penyerapan nutrisi) dan dapat  juga menyebabkan obstruksi intestinal. Transmisi dapat terjadi secara ingesti ataupun hospes intermediet. Pengobatan dengan praziquantel 7 mg/kg berat badan dan bunamidine HCl 50 mg/kg berat badan digunakan untuk treatment cestoda dewasa (Santra, 2008).
Inclusion Body Disease (IBD)
IBD disebabkan oleh retrovirus dan hanya menyerang spesies dari keluarga “boid”, seperti python dan boa. Python dan boa memperlihatkan gejala yang sedikit berbeda, dimana penyakit berkembang lebih lambat pada boa.
Tanda-tanda infeksi IBD di Boa antara lain kekacauan pada sistem saraf pusat seperti lumpuh, tidak dapat mengembalikan posisi badannya ke arah semula ketika posisi badannya terbalik, “star-gazing”, ketidak mampuan untuk menyerang atau membelit mangsanya  atau bahkan hanya pada kelumpuhan saja. Gejala-gejala lain yang terjadi di Boa adalah penurunan berat badan secara ekstrim, menderita muntah kronis, serta infeksi pernafasan. Dysecdysis yang disebabkan oleh ketidak mampuan ular untuk mengontrol gerakan tubuhnya dalam melepas kulit lama-nya. Disinfektan berbasis alkohol (e.g. Sagrotan, Desderman, Microzid) akan melenyapkan virus. Sebagai retrovirus, IBD tidak akan bertahan di luar tubuh inangnya untuk jangka waktu yang lama. Sampai sekarang tidak ada pengobatan untuk penyakit ini, dan dikarenakan penyakit ini selalu berakibat fatal dan sangat menular, maka euthanasia pada ular yang positif terjangkit oleh IBD merupakan tindakan yang dianjurkan.
Penyakit Non Infeksius
Disecdysis
Disecdysis/kegagalan pergantian kulit bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti manajemen yang buruk, trauma, ataupun stress. Hal ini dapat ditreatment dengan merendam ular dalam air hangat selama 1 jam/hari, bila belum terjadi ecdysis gunakan handuk basah untuk menstimuli, dan untuk terapi pendukung bisa diberikan multivitamin.
Konstipasi
Pencernaan ular tergantung pada ukuran dan metabolismenya, bisa lebih lama, bisa juga lebih cepat, tapi apabila jadwal yang seharusnya sudah terlewati dan ular terlihat bengkak, lesu dan kurang nafsu makan itu mungkin disebabkan oleh konstipasi. Pengobatan sederhana memerlukan perendaman di air hangat selama 15 menit /hari yang biasanya bisa sangat membantu mempercepat pengeluaran apalagi bila dibantu dengan pijatan ringan ke arah bawah selama perendaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, N. 2001. Mouth Rot (Infectious Stomatitis, Ulcerative Stomatitis). Diakses pada tanggal 17 Maret 2015.
Capula, M. 1989, Simon & Schuster’s Guide to Reptiles and Amphibians
of the World, Simon & Schuster Book Inc. New York.
Kaplan, M. and Robert Jereb DVM. 1995. Ulcerative Stomatitis (Mouthrot) in Reptiles. Journal of Wildlife Rehabilitation 18(2):13
Mader DR. 1996. Reptil Medicine and Surgery. California; W. B. Saunders Company.
Santra, A., K. 2008. Handbook On Wild and Zoo Animals. International Book Distributing Co. India.

No comments:

Post a Comment