LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana
manajemen pemeliharaan pada ular?
2. Bagaimana
cara teknik handling dan sampling pada ular?
3. Apa
saja penyakit yang menyerang pada ular?
PEMBAHASAN
1.
Manajemen
Pemeliharaan Ular
Manajemen
kandang
Kriteria kandang ular ideal dalam
habitat buatan yaitu: aman dari resiko kemungkinan ular terlepas dan menyerang;
memiliki ukuran yang sesuai untuk aktivitas ular di dalamnya; memiliki
fasilitas dasar untuk pengayaan dan pengaturan sistem mikroklimat; bentuk dan
semua fasilitas kandang tidak boleh menimbulkan resiko mencederai ular;
memenuhi syarat kebersihan; serta memiliki ventilasi dan pencahayaan matahari
yang baik. Akses jalan keluar seperti pintu kandang harus selalu terkunci atau
tertutup rapat dan tidak ada kemungkinan akses jalan keluar lain. Ular yang
tidak merasa nyaman dalam kandang cenderung berusaha melepaskan diri mencari
tempat yang kondisinya lebih baik. Ular juga membutuhkan area pribadi untuk
bergerak dengan leluasa sesuai ukuran tubuhnya, sehingga kandang harus memiliki
ukuran yang memadai. Ukuran kandang harus disesuaikan dengan ukuran dan jumlah
ular agar setiap ekor ular dapat menentukan daerah aktivitasnya masing-masing.
Meletakkan ular dalam kandang secara individu adalah lebih baik karena
memudahkan observasi, kontrol pakan, kontrol parasit dan penyakit menular lain
serta dapat mencegah stress karena kondisi kandang yang tenang dan
memungkinkan ular beraktivitas dengan leluasa tanpa adanya dominansi dari ular
lain (Mader,1996).
Manajemen Kesehatan
Perawatan kandang meliputi kebersihan kandang,
pemandian ular setiap 2-3 kali/minggu menggunakan sabun/sampoo bayi,
penggantian alas kandang yang basah, berjamur, setelah defekasi/urinasi.
Pemeriksaan kesehatan sebulan sekali dengan melakukan pemeriksaan umum, kepala,
mulut, gigi, mata, kulit, muskuloskeletal, organ dalam, kloaka, ekor. Ular baru
harus dikarantina minimal 90 hari untuk menghindari penularan penyakit,
pengurangan tingkat stres akibat transportasi, dan penyesuaian dengan
lingkungan baru.
2.
Teknik
Handling dan Sampling Ular
Sebelum melakukan handling dan restraint sebaiknya kita
harus mengetahui jenis dan spesies ular tersebut apakah berracun atau tidak,
menentukan ular venomous atau tidak.
Karakter ular berbeda beda, bahkan
meski itu sama sama ular reticulatus tapi sifat amarahnya berbeda satu dengan
yang lain. Dengan memahami karakter si ular yang akan kita handling, kita akan
lebih berhati hati melakukan proses penanganan dengan aman. Cek posisi kita dan
lihat sekeliling kita. Perlu luasan tanah yang cukup untuk handling ular besar.
Kanan kiri harus aman, jangan ada orang lain yang justru akan terancam saat
kita handling ular. Setelah itu mulailah dari memegang ekor untuk mengendalikan
ular. Pegang ekor jangan terlalu ujung, tapi agak maju setelah kloaka, biarkan
separo badan ke arah kepala tetap melata di tanah. Jangan berusaha di angkat.
Pemegang ekor selalu berada di belakang arah kepala artinya hindari berhadapan
langsung dengan pandangan depan ular. Ular cenderung akan memberontak, berusaha
melepaskan dirinya dengan jalan: mengeluarkan kotoran, memutar badannya,
menarik ke depan. Snake Handler perorangan bisa menggunakan alat atau tanpa
alat. Jika tanpa alat, maka yang di andalkan adalah kemampuan membaca kondisi
ular dan ketepatan memegang, selain tentu saja keberanian yang terlatih.
Menggunakan alat cenderug lebih aman dan tidak beresiko terhadap diri sendiri.
Disarankan untuk handling ular besar minimal 2 orang, 1 orang memegang ekor, dan
satu orang berusaha pegang kepalanya. Dalam menghandling ular dengan panjang
atau ukuran tubuh lebih dari 1,5 m ada baiknya ditangani oleh dua orang.
Apabila ukuran ular lebih kecil lagi dapat dihandling dengan memegang ekor atau
tubuh bagian belakang dicapai sampai pada bagian kepala bagian belakang atau
rahang ular tersebut. Dan yang harus diperhatikan adalah saat memegang ular
seluruh bagian tubuhnya haruslah terangkat semua dan tidak menggantung. Untuk
ular ukuran diatas 2-3 meter lebih baik diberikan chemical restraint
karena tidak kooperatif (Capula.1989).
Alat
yang digunan untuk restrain:
§
Snake hook
§
Grab stick
Pengambilan
sampel darah dapat dilakukan secara intrakardia atau melalui vena ekor, selain
tiu sampel dapat berupa fese, atau pus dari lesi yang ada pada mulut sular.
3.
Penyakit
yang Menyerang Ular
Stomatitis
Etiologi
Stomatitis atau mouth rot adalah infeksi
yang disebabkan oleh bakteri, virus atau fungi pada jaringan gusi,
langit-langit dan lidah. Jika tidak ditangani, agen penyakit tersebut dapat
menyebar ke tulang rahang, kemudian lebih lanjut akan menyebabkan runtuhnya
tulang dan jaringan tersebut. Bakteri yang sering ditemukan dalam kasus stomatitis adalah bakteri Gram negatif
seperti Aeromonas aerogenes, A.
aerophila, A. hydrophila, Citrobacter freundii, Proteus sp., Pseudomonas
aeruginosa, dan P. fluorescens
(Kaplan dan Jereb,1995).
Patogenesis
Stomatitis ini dapat terjadi karena
adanya trauma atau stress, sehingga dapat menyebabkan kekebalan ular menjadi
menurun. Hal tersebut dapat mempermudah mikroorganisme untuk masuk ke dalam
mulut ular, dan akan berkembang di daerah mulut. Mikroorganisme tersebut akan
merusak jaringan-jaringan di daerah mulut dan dapat masuk ke pembuluh darah dan
menjadi sepsis (Kaplan dan Jereb,1995).
Gejala Klinis
Pada penyakit ini, gejala yang nampak
yaitu ular menjadi malas makan, adanya hemoraghi ptechie , dan peningkatan
jumlah saliva. Pada daerah mulut terdapat keradangan yang ditandai dengan
kebengkakan, selain itu pada kasus akut dapat ditemukan nanah berwarna kuning
(Anderson,2001).
Diagnosa
Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat
gejala klinis yang terjadi dan untuk peneguhannya dapat dilakukan isolasi
mikroorganisme yang diambil dari lesi pada mulut ular.
Terapi
Terapi dapat dilakukan dengan menyemprot
mulut ular dengan iodine povidone 1 %, sisa-sisa jaringan yang rusak harus
dibersihkan dengan swab yang dicelupkan terlebih dahulu ke dalam larutan
antiseptika. Antibiotik yang dapat dipakai untuk stomatitis yaitu amycacin,
ceftazidim, carbenicilin, enrofloxacyn, dan gentamycin yang diaplikasikan
secara parenteral (Kaplan dan Jereb,1995).
Penyakit Parasitic
Penyakit
parasit yang sering ditemukan pada ular seperti amoebiasis,
koksidiosis, dan trypanosomiasis. Penyebab amoebiasis adalah Entamoeba invandens, penyakit ini
menyebabkan penyebaran dan kematian yang tinggi ular dan kadal. Amoebiasis
secara klinis ditandai dengan emasiasi, kehilangan berat badan, muntah, diare
mukoid dan haemorhagi. Perubahan postmortem ditemukan penebalan dan edema pada dinding
usus, erosi, ulser, formasi pseudo membrane, dan abses hati. Perubahan
histology ditemukan fibrinonecrotic colitis, invasi dari organisme ke dalam
submukosa usus dan pada kasus berat terjadi enteritis, gastritis, hepatitis dan
penyakit lain di luar intestinal. Hewan dapat diobati dengan
metronidazole 160 mg/kg berat badan selama tiga hari. Paromomycin dengan dosis
rata-rata 25-100 mg/kg berat badan diberikan setiap hari selama empat minggu.
Amoebiasis dapat dicegah dengan menyediakan tempat karantina dan sanitasi yang
baik (Santra, 2008).
Trematoda yang ditemukan pada kebanyakan reptil tidak
terlalu patogenik. Cacing dapat diisolasi dari paru-paru dan
saluran digesti pada ular. Ochetosoma
aniarum, Pneumatophilus spp dan Dasymetra
spp adalah beberapa trematoda yang biasa ditemukan pada ular. Lechriorchis
stomatrema biasanya ditemukan di mulut, pharynx, oesophagus, trachea dan
paru-paru pada beberapa ular. Hewan yang terinfeksi dapat diobati dengan
praziquantel dengan dosis rata-rata 7 mg/kg berat badan secara IM (Santra,
2008).
Ular
yang
terinfeksi Strongyloides ditandai dengan gejala klinis diare dan gangguan
pernafasan. Larva infektif migrasi ke paru-paru. Hookworms seperti Kalicephalus
dan Oswaldocruzia juga menginfeksi
reptile. Cacing tersebut menyebabkan lemas, anoreksia, anemia, ulcerasi,
intestinal obstruksi dan peritonitis. Pengobatan dapat dilakukan dengan
pemberian ivermectin 0,2 mg/kg berat badan secara IM, atau pyrantel pamoat 8
mg/kg berat badan, dapat dilakukan untuk pengobatan infestasi nematode (Santra,
2008).
Cacing pita dewasa yang ditemukan pada ulara dapat merugikan
karena berparasit pada nutrisi (penyerapan nutrisi) dan
dapat juga menyebabkan obstruksi
intestinal. Transmisi dapat terjadi secara ingesti ataupun hospes intermediet. Pengobatan
dengan praziquantel 7 mg/kg berat badan dan bunamidine HCl 50 mg/kg berat badan
digunakan untuk treatment cestoda dewasa (Santra, 2008).
Inclusion Body Disease (IBD)
IBD
disebabkan oleh retrovirus dan hanya menyerang spesies dari keluarga “boid”,
seperti python dan boa. Python dan boa memperlihatkan gejala yang sedikit
berbeda, dimana penyakit berkembang lebih lambat pada boa.
Tanda-tanda
infeksi IBD di Boa antara lain kekacauan pada sistem saraf pusat seperti
lumpuh, tidak dapat mengembalikan posisi badannya ke arah semula ketika posisi
badannya terbalik, “star-gazing”, ketidak mampuan untuk menyerang atau membelit
mangsanya atau bahkan hanya pada
kelumpuhan saja. Gejala-gejala lain yang terjadi di Boa adalah penurunan berat
badan secara ekstrim, menderita muntah kronis, serta infeksi pernafasan.
Dysecdysis yang disebabkan oleh ketidak mampuan ular untuk mengontrol gerakan
tubuhnya dalam melepas kulit lama-nya. Disinfektan berbasis alkohol (e.g.
Sagrotan, Desderman, Microzid) akan melenyapkan virus. Sebagai retrovirus, IBD
tidak akan bertahan di luar tubuh inangnya untuk jangka waktu yang lama. Sampai
sekarang tidak ada pengobatan untuk penyakit ini, dan dikarenakan penyakit ini
selalu berakibat fatal dan sangat menular, maka euthanasia pada ular yang
positif terjangkit oleh IBD merupakan tindakan yang dianjurkan.
Penyakit
Non Infeksius
Disecdysis
Disecdysis/kegagalan
pergantian kulit bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti manajemen yang
buruk, trauma, ataupun stress. Hal ini dapat ditreatment dengan merendam ular
dalam air hangat selama 1 jam/hari, bila belum terjadi ecdysis gunakan handuk
basah untuk menstimuli, dan untuk terapi pendukung bisa diberikan multivitamin.
Konstipasi
Pencernaan ular tergantung pada
ukuran dan metabolismenya, bisa lebih lama, bisa juga lebih cepat, tapi apabila
jadwal yang seharusnya sudah terlewati dan ular terlihat bengkak, lesu dan
kurang nafsu makan itu mungkin disebabkan oleh konstipasi. Pengobatan sederhana
memerlukan perendaman di air hangat selama 15 menit /hari yang biasanya bisa
sangat membantu mempercepat pengeluaran apalagi bila dibantu dengan pijatan
ringan ke arah bawah selama perendaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, N. 2001. Mouth Rot (Infectious
Stomatitis, Ulcerative Stomatitis). Diakses pada tanggal 17 Maret 2015.
Capula, M.
1989, Simon & Schuster’s Guide to Reptiles and Amphibians
of the World, Simon & Schuster Book Inc. New York.
of the World, Simon & Schuster Book Inc. New York.
Kaplan, M. and Robert Jereb
DVM. 1995. Ulcerative Stomatitis (Mouthrot) in Reptiles. Journal of Wildlife Rehabilitation 18(2):13
Mader DR. 1996. Reptil Medicine and
Surgery. California; W. B. Saunders Company.
Santra, A., K. 2008. Handbook
On Wild and Zoo Animals. International Book Distributing Co. India.
No comments:
Post a Comment