LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
Fisiologi Sistem Reproduksi Hewan Betina?
2. Apa
Saja Patologi Sistem Reproduksi Hewan Betina?
3. Apa
Saja Parasit yang Menyerang Sistem Reproduksi Hewan Betina?
PEMBAHASAN
a. Oogenesis
Oogenesis
melalui berbagi tahap yaitu, proliferasi, meiosis dan transformasi
(pematangan). Pada tahap proliferasi terjadi perkembangan oogenium menjadi
oosit primer, pada tahap ini oosit primer memiliki kromosom yang diploid. Saat
memasuki tahap meiosis I, terjadi pembelahan oosit primer menjadi oosit
sekunder yang berkromosom haploid dan polosit primer yang akan berdegenerasi
secara teratur. Setelah itu oosit sekunder memasuki tahap meiosis II dimana ia
akan membelah menjadi ootid yang kemudian tumbuh menjadi ovum berkromosom
haploid dan polosit primer yang berdegenerasi menjadi polosit sekunder. Maka
hasil dari proliferasi dan meiosis adalah 1 sel ovum dan 3 polosit.
Pada saat tahap transformasi
terjadi :
1. Vitellogenesis,
yaitu penyimpanan deutoplasma dan cortical granules
2. Organisasi
daerah bakal embrio
3. Pembentukan
selaput pelindung (Yatim, 1994)
Sel
germinativum primordial yang belum terdiferensiasi pada ovarium janin dsbut
dengan Oogonium.Oogonium membelah diri secara mitosis untuk menghasilkan 6-7
juta oogonia.Selama bagian terakhir masa kehidupan janin,oogonia mengalami
proses meiosis I (yang diselesaikan pada saat ada pembuahan).Sel yang
dihasilkan pada meiosis I adalah oosit primer yang masih berkumpul dalam
pasangan homolog (belum saling memisah).Oosit primer tetap berada dalam keadaan
meiosis yang terhenti sampai dipersiapkan untuk ovulasi.
Sebelum
lahir.setiap oosit primer dikelilingi oleh lapisan sel granulose untuk
membentuk folikel primer.Oosit yang tidak membentuk folikel akan berdegenerasi.Setelah
lahir tidak ada pembentukan oosit/folikel baru.Folikel yang berada di ovarium
saat lahir berfungsi sebagai reservoir (merupakan asal dari semua ovum
sepanjang masa reproduktiv betina).Folikel dalam perkembangan akan mencapai
kematangan dan berovulasi atau berdegenerasi menjadi jaringan parut ( atresia
).
Oosit
primer dalam folikel primer berupa sel diploid (mengandung jumlah kromosom
lengkap dari sel induk).Perkembangan folikel sekunder ditandai oleh pertumbuhan
oosit primer.Pembesaran oosit disebabkan oleh penimbunan sitoplasma.Sesaat
sebelum ovulasi,oosit primer melanjutkan meiosis I,menghasilkan 2 sel anak (
oosit sekunder ) masing masing menerima ½
dari jumlah kromosom induk.Hasil yang sedikit menerima kromosom akan
membentuk badan polar I.Masuknya sperma ke dalam oosit sekunder akan memicu
pembelahan meiosis II.Separuh set kromosom dan sitoplasma disingkirkan
membentuk badan polar II.Separuh set kromosom yang tertinggal disebut sebagai
ovum matang.Jika badan polar pertama belum berdegenerasi,badan akan mengalami
pembelahan meiosis II pada saat oosit sekunder yang dibuahi melakukan
pembelahan kromosom ( L.Sherwood,709-710).
b. Siklus
reproduksi
1)
Proestrus, periode pematangan, terjadi
pembesaran folikel, penebalan di dinding vagina dan peningkatan vaskularisasi
uteri.
2)
Estrus, periode birahi, terjadi ovulasi.
3)
Metestrus, pembentukan korpus luteum,
bila terjadi fertilisasi terjadi kebuntingan, bila tidak terjadi fertilisasi
terjadi menstruasi.
4)
Diestrus, periode istirahat (Frandson,
1992)
Siklus estrus umumnya dibagi menjadi 4 fase yaitu proestrus,estrus,metestrus dan diestrus . beberapa hewan liar seperti
beruang,serigaladan anjing adalah monestrus yaitu hanya mengalami satu periode
estrus per tahun sedangkan hewan-hewan betina dari spesies lain adalah
poliestrus.
Proestrus
adalah fase sebelum estrus dimana folikel
graaf tumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol
yang semakin bertambah . System reproduksi memulai persiapan untuk melepaskan
ovum dari ovarium . Sekresi estrogen dalam urine meningkat dan progesterone
dalam darah menurun . Pada akhir periode ini hewan betina memperhatikan hewan
jantan.
Estrus
adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh betina untuk
melakukan kopulasi . Folikel graaf membesar dan matang, uterus dan tuba fallopi
tegang, suplai darah ke uterus bertambah dan mukosa vaginanya sangat menebal.
Metestrus
adalah periode setelah estrus dimana corpus luteum tumbuh cepat dan dibawah
pengaruh hormone progesteron. Progesteron menghambat sekresi FSH sehingga
menghambat pembentukan folikel graaf dan mencegah timbulnya estrus . Uterus
mempersiapkan diri untuk menerima dan memberi makan embrio. Apabila kebuntingan
tidak terjadi maka uterus dan saluran selebihnya akan beregresi ke keadaan yang
kurang aktif yang disebut diestrus.
Diestrus
adalah periode terakhir dan terlama silkus estrus ternak mammalia. Corpus
luteum matang, progesteron pengaruhnya sangat nyata . Endometrium uterus
menebal dan kelenjar berhipertropi. Cervix menutup. Pada akhir periode corpus
luteum memperlihatkan perubahan retrogresif dan vacuolisasi secara gradual .
Mula-mula terjadi perkembangan folikel dan akhirnya kembali ke proestrus .
Beberapa spesies yang bukan poliestrus dapat terjadi anestrus ( Mozes, 1985).
Tabel
Perbedaan Antar Spesies:
Kuda
|
Sapi
|
Domba
|
Babi
|
Anjing
|
|
Mencapai
pubertas
|
18
bl (10-24 bl)
|
4-24
bl
|
4-12
bl
|
3-7
bl
|
6-24
bl
|
Perkawinan
pertama
|
2-3
th
|
14-22
bl
|
12-18
bl
|
8-10
bl
|
12-18
bl
|
Panjang
siklus estrus
|
21
hari (19-21)
|
21
hr (18-24 hr)
|
16
1/2 hr
(14-20
hr)
|
21
hr
(18-24
hr)
|
6-12
hr
|
Lama
estrus
|
5
hr (4 1/2- 7 1/2 )
|
18
hari (12-28 hr)
|
24-48
jam
|
2
hr (1-5 hr)
|
9
hr (5-19 hr)
|
Periode
kebuntingan
|
336
hari (323-344)
|
282
hr (274-291)
|
150
hr (140-160)
|
114
hr (110-116)
|
63
hr (60-65)
|
Saat
ovulasi
|
1-2
hr sebelum akhir estrus
|
10-15
jam setelah berakhir estrus
|
12-24
jm sebelum estrus berakhir
|
30-36
jm setelah permulaan estrus
|
1-2 hr setelah permulaan estrus sejati
|
Saat
terbaik untuk kawin
|
3-4
hr sebelum berakhir estrus atau hari ke2/ke3 estrus
|
Segera sebelum pertengahan estrus sampai akhir
estrus
|
18-24
jm setelah permulaan estrus
|
12-30
jm setelah permulaan estrus
|
2-3
hr setelah permulaan estrus sejati/10-14 hr setelah permulaan perdarahan
proestrus
|
Saat perkawinan terbaik setelah kelahiran
|
25-35
hr/ estrus ke 2
|
60-90
hr
|
Musim
gugur berikutnya (daerah subtropik)
|
Estrus
1 3-9 hari setelah sapih
|
Umumnya
estrus 1 atau 2/3 bulan setelah sapih
|
Perbedaan
spesies :
·
Hewan bersifat monoestrus atau
poliestrus. Hewan monoestrus (anjing) satu siklus estrus di ikuti anestrus yang
panjang.
·
Hewan poliestrus (sapi, babi, rodensia)
satu siklus estrus berakhir diestrus dan kembali ke proestrus.
·
Hewan poliestrus musiman (kuda, kucing,
domba dan kambing) diestrus di ikuti anestrus sebelum proestrus, anestrus hewan
ini lebih pendek di bandingkan dengan hewan monoestrus.
c.
Kebuntingan
Perkembangan embrio meliputi bersatunya
oosit dan spermatozoon dalam oviduk. Perkembangan individu
baru membutuhkan transfer gamet jantan ke saluran reproduksi betina untuk
fertilisasi gamet betina. Sperma diejakulasikan di vagina, pada anjing, kuda
dan babi diejakulasi langsung didalam cervik dan kedalam uterus. Gerakan sperma
dibantu oleh rangsangan estrogen dalam mukus servik yang memberikan informasi
saluran yg memfasilitasi gerakan sperma, primata mukus ada saat sebelum
ovulasi. Ada reservoir sperma dalam saluran reproduksi betina, servik dan
oviduk, uterotubule junction dan dalam ampulla. Sperma mengalami “kapasitasi”
pelepasan glikoprotein dari permukaan sperma yang menyebabkan reaksi akrosom
saat kontak dengan oosit.
Reaksi akrosome meliputi:
Ø Pelepasan
enzim hidrolitik dari akrosom à penting untuk menerobos sel granulosa
dan zona pelusida pada membran oosit
Ø Hyaluronidase
à
penghancuran asam hyaluronik, komponen penting matrik interseluler
granulosa sel
Ø Acrosin
à
enzim proteolitik yang mencerna selimut aselluler yg mengelilingi oosit
Ø Merubah
permukaan sperma shg dapat menyatu dengan oosit
Ø Pergerakan
ekor sperma sehingga gerakan sperma lurus kedepan
Gamet
jantan sudah ada sebelum gamet betina menunjukkan bahwa oosit siap untuk
fertilisasi begitu datang di ampulla, sebuah persyaratan sebelum fertilisasi
“pembelahan meiotik” yang terjadi sebelum ovulasi kecuali pada kuda dan anjing.
Fertilisasi à
embrio à
morula à
blastosis dalam oviduk 4-5 hari à
uterus : glandula endometrium mensekresi nutrien dibawah pengaruh progesterone.
Kelanjutan
kehidupan korpus luteum pada hewan besar dan kucing penting untuk
mempertahankan kebuntingan.
Untuk hewan domestik (sapi, domba, kuda, babi dan
kambing) aktivitas luteal dikontrol oleh uterus, modifikasi sintesa PGF2a
uterus dan pelepasannya kritis untuk kelangsungan kebuntingan. Embrio memproduksi
zat yg memodifikasi produksi PGF uterus. Sintesa estrogen salah satu jalan
untuk mengenalkan adanya embrio di uterus. Protein khusus dari embrio “trophoblastin”
diproduksi sebelum hari ke-14 kebuntingan (postovulasi) pada domba dan sapi
yang struktur mirip interferon penting untuk adanya kebuntingan. Gerakan embrio
dalam saluran/uterus juga penting untuk penandaan kebuntingan; pada kuda embrio
bergerak dikedua tanduk uteri sebelum implantasi hari ke 16. pada babi minimal
4 embrio à
proses kebuntingan. Hasil akhir ditekannya sintesa PGF atau modus sekresinya
seperti pada kambing untuk perpanjangan fungsi CL. Pada kucing CL akhir 35-40
hari setelah ovulasi, modifikasi awal aktivitas luteal tidak penting untuk
kebuntingan. Implantasi hari ke 13 diikuti dengan fetoplasenta dan aktivitas
luteal yang panjang, LH yang bertanggung jawab untuk menjaga kerja luteal tidak
diketahui. Relaksin bersinergi dengan progesteron untuk mensuport kebuntingan,
reaksin diproduksi sekitar heri ke 20 kebuntingan. Pada anjing fase lutealtidak
diperpanjang selama kebuntingan; tidak bunting fase luteal 70 hari, bunting
56-58 hari. Aktivitas luteal terjadi melalui relaksin, progesteron sekresi 20
hari atau beberapa setelah implantasi. Pada primata diproduksi luteotropin “chorionik
gonadotropin (hCG)” oleh sel trophoblas embrio à
interstitial implantation, embrio memasuki endometrium ± 8-9 hari
setelah fertilisasi di manusia dan primata. Sekresi hCG mulai 24-48 jam setelah
implantasi dengan peningkatan progesterone. Hewan domestik lebih tergantung
pada sekresi endometrium untuk mendukung kebuntingan daripada primata. Kuda dan
sapi indikasi pertama kebuntingan ± 25-30 hari setelah fertilisasi dan butuh
7-10 hari sebelum dapat nutrisi penuh melalui tempat implantasi. Type plasenta
anjing, kucing eccentric, ruminansia caruncle, vilus pada babi dan kuda. Bentuk
servik merupakan penahan terhadap kontaminasi uterus baik bunting ataupun tidak
bunting à
seal servik.
Plasenta
beraksi sebagai organ endokrin
Selain berperan penting untuk penyediaan nutrisi dan
oksigen untuk metabolisme embrio, plasenta juga berfungsi sebagai organ
endokrin. Penghasil progesterone, Primata awal kebuntingan s/d 2-3 minggu
setelah implantasi dan di akhir pada hewan domestik (kambing 50 dari 150 hari;
kuda hari ke 70 dari 340 hari kebuntingan; kucing hari ke 45 dari 65 hari).
Pregnenolone (prekursor P4 –fetus– adrenal cortek—androgen,
dehydroepiandrosterone à plasenta – estrogen/estriol ).
Penghasil relaksin. Penghasil chorionic gonadotrophin, eCG/PMSG (35 hari) à
peningkatan P4 oleh CL. Penghasil laktogen : domba dan kambing à
growth hormon dan prolaktin-like properties. Pada sapi penting untuk
pertumbuhan alveolus glandula. Penghasil prolaktin (Cunningham, 2002).\
d.
Kelahiran
Proses
ini diawali dengan relaksin yang dikeluarkan oleh placenta untuk meningkatkan
fleksibelitas daerah panggul dan pelebaran mulut serta leher rahim. Pelebaran
leher rahim akan menghasilkan refleks pengeluaran hormone oksitosin dari
hypothalamus melalui hipofisis. Oksitosin akan merangsang otot rahim untuk
berkontraksi sehingga individu muda terdorong ke jalan lahir yang menyebabkan
cervics semakin meregang. Hal ini akan mendorong jumlah pengeluaran oksitosin
yang lebih banyak lagi sehingga kontraksi dinding uterus pun semakin kuat.
Keadaan ini akan berlangsung sampai hewan muda akan terdorong keluar (Isnaeni,
2006).
1.
Stadium pertama kelahiran
Ø Servik
terbuka dan fetus melewati saluran pelvis
Ø Tekanan
abdomen dg menutup epiglotis dan kontraksi otot perut induk
2.
Stadium kedua kelahiran
Ø Proses
kelahiran yang sebenarnya dengan keluarnya fetus
3.
Stadium ketiga kelahiran
Ø Keluarnya
membran fetus (Cunningham, 2002).
e. Hormon
yang berperan dalam reproduksi betina
Pituitari terdiri atas tiga bagian: lobus anterior yang
diberi nama adenohipofisis atau pars-distalis; lobus intermedius yang diberi
nama pars-intermedia; dan lobus posterior yang diberi nama neurohipofisis atau
pars-nervosa. Lobus-lobus itu asal embriologinya lain-lain: pars-distalis dari
endo-ektoderm (asalnya dari lipatan kecil pada bagian dorsal faring yang
bernama kantong rathke) sedangkan pars-intermedia dan pars-nerfosa asalnya dari
neuro-ektoderm. Adenohipofisis menghasilkan hormon protein yang penting untuk
mengontrol reproduksi, yakni 2 gonadotropin (FSH dan LH), dan hormon ke 3
bernama prolaktin. Hormon pituitari lainnya ialah GH, ACTH, dan TSH. Dalam
mempersiapkan ovulasi FSH dan LH bekerja sinergestik: FSH memegang peran lebih
dominan selama pengembangan folikel, sedangkan LH memegang peranan lebih
dominan selama stadium akhir pemasakan folikel sampai ovulasi. Gonadotropin dan
TSH diberi nama glikoprotein karena molekulnya mengandung gugus karbohidrat
yang mendukung fungsinya. Oksitosin yang dihasilkan oleh neurohipofisis adalah
hormon yang penting untuk reproduksi. Di samping merupakan pusat penting
pengatur reproduksi, hipotalamus mengatur nafsu makan dan suhu tubuh serta
memadukan aktivitas sistem saraf otonom. Karena asal embriologinya sama,
hipotalamus mempunyai hubungan langsung dengan neurohipofisis. Hubungan ini
melalui tangkai saraf yang mengandung akson berasal dari tubuh sel yang
terletak di hipotalamus. Dua pasang neuron dalam hipotalamus, yakni nukleus
supraoptikus dan nukleus sparaventrikularis bertanggung jawab terhadap sintesis
vasopresin dan oksitosin. Hormon peptid yang kecil ini digabungkan ke molekul
peptid yang lebih besar bernama neurofisin dan diangkut dari lokasi sintesis di
hipotalamus (tubuh sel) melalui akson ke lokasi penyimpanan dan pelepasan,
yakni neurohipofisis. Hubungan antara hipotalamus dan adenohipofisis tidak secara
langsung lewat akson, tetapi lewat sistem portal vena yang menghubungkan
eminensia media di hipotalamus ke adenohipofisis. Zat dari hipotalamus yang
mengontrol adenohipofisis diangkut dari eminensia media ke pituitari lewat
sistem porta vena. Misalnya GnRH (gonadotropin-releasing hormone; suatu peptid)
dihasilkan di dalam nukleus-preoptikus, sedangkan dopamin –suatu asam amino–
dihasilkan oleh nukleus arkuatus. Akson mengangkut kedua zat itu dari
hipotalamus ke eminensia media; dari sini keduanya dicurahkan ke sistem porta
vena. Sintesis GnRH, seperti halnya oksitosin dan vasopresin, melibatkan
produksi molekul prekursor yang lebih besar, dengan daerah terminal-C dari 50
asam amino bernama peptid terkait-GNRH, atau GAP (GnRH-associated Peptide).
Meskipun GAP dapat merangsang pelepasan FSH dan LH, GnRH tetap dianggap sebagai
hormon kritis bagi pelepasan gonadotropin. Fungsi GAP yang lebih penting ialah
kemampuannya menghambat sekresi prolaktin.
2. Patologi
Reproduksi Hewan Betina
1) Perdarahan
Aliran
darah dapat berasal dari trauma minor pada dinding saluran peranakan selama
proses partus.Saluran peranakan saat melahirkan bersifat hiperemik dan
kerusakan mukosa dapat diperburuk ole laserasi arteri yang menyebabkan
kehilangan darah.
2)
Ruptur Uterus
Paling umum
terjadi pada sapid an domba.Sering terjadi pada kasus disproporsi fetopelvis.
3)
Laserasi Serviks
Disebabkan oleh
kerusakan pada proses kelahiran,jika serviks tidak terdilatasi sempurna saat
partus.Laserasi sering tidak terdeteksi sampai pemeriksaan pasca melahirkan
saluran genital (serviks kembali ke bentuk dan ukuran semula).
4)
Laserasi Vagina
Sering terjadi
pada kuda dan sapi.Pada kuda terjadi
pada kasus malpostur fetus.
5)
Prolaps Uterus
Paling sering
pada babi dan kambing (jarang pada kuda).Merupakan eversi dari organ,yang
bagian dalamnya keluar sewaktu melewati melalui vagina sebagai sebuah
prolaps.Dapat disebkan oleh tonus uteri yang jelek,peningkatan
pengejanan,tarikan yang berlebihan saat membantu proses kelahiran.
6)
Vaginitis Nekrotik
Terutama pada sapi
dan domba.Khususnya terjadi pada sapi dara yang melahirkan anak pertama yang
mengalami distokia akibat disproporsi fetopelvik
7)
Metritis Septik Akut Postpartum
Dikenal sebagai
Metritis Puerperal.Infeksi disebabkan oleh streptococci,E.coli
dan Arcanobacter pyogenes dan kadang
oleh Clostridia.Gejalanya sapi terlihat sakit 24-72 jam setelah
melahirkan.Hewan tampak bodoh dan anoreksia.Leleran vagina yang berbau busuk.
8)
Mastitis
Disebabkan oleh
bakteri streptococci,staphylococci,dan
E.coli.
9)
Klampsia
Dikenal sebagai
Tetanus Puerperal/Tetanus Laktasi.Disebabkan oleh hipokalsemia.Terlihat
terutama selama masa laktasi pada anjing dan kucing.Alkalosis respirasi yang
dihasilkan dapat menyebabkan ion-ion kalsium yang terikat ke protein dan dapat
menyebabkan hipokalsemia
10) Brucellosis
/ penyakit Bang
Disebabkan oleh suatu kuman kecil berbentuk batang
dan bersifat gam-negatif, Brucella
abortus yang tumbuh di dalam sel. Bakteri ini berjangkit pada sapi di
seluruh dunia. Brucella abortus menyebabkan keguguran pada trimester terakhir
masa kebuntingan dan diikuti oleh suatu periode infertilitas. Bakteri ini
menyebabkan demam “ undulans “ . Bakteri ini ditemukan di dalam chorion
placenta di mana ia menyebabkan perubahan-perubahan patologik yang parah termasuk
nekrosa dan oedema. Ia juga ditemukan pada saluran pencenaan dan paru-paru
foetus.
11) Leptospirosis
Pada sapi disebabkan oleh spirochete yang kecil dan
berbentuk filament dengan kurang lebih 40 serotipe. Abortus dalam tengahan
kedua masa kebuntingan dapat terjadi 1 samapai 3 minggu sesudah penghentian
fase demam akut. Tidak semua sapi yang terjangkit mengalami keguguran,
kadang-kadang seekor induk dapat melahirkan anak yang hidup, lemah dan beberapa
hari kemudian mati.
12) Campylobacteriosis
Disebabkan oleh Campylobacter foetus venerealis
adalah suatu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang
disebarkan melalui perkawinan dan ditandai dengan infertilitas dengan jumlah
perkawinan yang makin tinggi untuk konsepsi. Umumnya ditemukan kematian embrio
dini dan abortus pada bulan keempat sampai akhir masa kebuntingan (Mozez, T,
2006 ).
3. Parasit
pada Sistem Reproduksi Hewan Betina
a. Tritrichomonas
foetus
Menyebabkan
keguguran pada sapi betina dan ditularkan oleh sapi jantan pada waktu koitus. Sebagian
besar sapi betina yang terinfeksi kehilangan infeksinya secara spontan sesudah keguguran,
tetapi sapi jantan tetap terinfeksi seumur hidup jikalau tidak diobati (Levine,
1994).
b. Tripanosoma
equiperdum
Parasit
yang menginfeksi alat kelamin pada kuda, sapi dan keledai yang ditularkan melalui
senggama timbulnya penyakit dourine dengan gejala seperti demam remiten, pembengkakan
edema pada bagian bawah abdomen, genetilia, kulit, mengeluarkan cairan encer dari
mata dan hidung serta menderita anemia (Levine, 1994).
c. Campylobacter
venerealis
Campylobacteriosis
yang disebabkan oleh Campylobacter foetus venerealis adalah suatu penyakit penyebab
utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan dan ditandai
dengan infertilisasi dengan jumlah perkawinan yang makin tinggi untuk konsepsi.
Umumnya ditemukan kematian embrio dini dan abortus pada bulan keempat sampai akhir
masa kebuntingan.
d. Brucella
abortus
Disebabkan
oleh kuman kecil berbentuk batang dan bersifat gram-negatif, Brucella abortus tumbah
dalam sel. Bakteri ini berjangkit pada sapi di seluruh dunia. Parasit ini menyebabkan
keguguran pada trimester terakhir masa kebuntingan dan diikuti periode infertilisasi.
e. Spirochete
Parasit
ini menyebabkan Leptospirosis pada sapi. Terjadi abortus pada petengahan kedua masa
kebuntingan. Kadang-kadang seekor induk dapat melahirkan fetus yang hidup, lemah
dan beberapa hari kemudian mati.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, James G.
2002. Textbook of Veterinary Physiology.
W.B.Saunders : Philadelpia.
Frandson,
R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Isnaeni,
Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan.
Yogyakarta : Kanisius.
Levine, D Norman. 1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta
Mozez
T. 2006. Ilmu Kebidanan Pada Ternak Sapid
an Kerbau. UI Press : Jakarta.
Sherwood,
L.. 2001. Fisiologi Manusia Cetakan 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Yatim, W, 1990. Reproduksi
dan Embryologi. Tarsito, Bandung.
No comments:
Post a Comment