Tuesday, 3 July 2012

Blok 6 UP 6


LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana Fisiologi pengeluaran urin? Dan apa saja Komposisi Urin?
2.      Bagaimana Fungsi Sistem Uropoetica?
3.      Bagaimana mekanisme hormonal dari renin, Angiostensin dan Aldosteron?
4.      Bagaimana Hubungan Sistem uropoetica dan Homeostatis?

PEMBAHASAN

1.      Fisiologi Pengeluaran urin dan Komposisi urin
Fisiologi Pengeluaran Urin Dimulai dari beberapa tahapan,. Yaitu:
1.      Penyaringan ( Filtrasi )
Filtrasi glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus kedalam kapsula bowman
o   Filtrate glomerulus (ultrafiltrat) : cairan bebas protein & mengandung kristaloid dengan kadar = plasma; kristaloid yang terikat dengan protein sulit melewati membrane , sehingga kadar kristaloid tidak sama dengan plasma.
o   Masih mengandung sedikit protein (albumin) ≤ 10 mg/L ; melewati membrane dengan difusi.
o   Kerja membrane glomerulus : all or none untuk kristaloid & molekul besar (BM ≥ 7000).
o   Hanya 20% plasma yang difiltrasi oleh glomerulus à 19 % direabsorpsi , 1% dieksresi (Kuntarti, 2012).

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia,  arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman.  Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri  satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton, 1996).

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring.  Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton, 1996).

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged )  dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton, 1996).

2.      Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
A.    Reabsorpsi tubulus
Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. 99% cairan yang difiltrasi glomerulus diserap kembali oleh tubulus (sebagian besar di tubulus proksimal), 1 % dieksresi. Hal itu terjadi karena beberapa senyawa asing yang difiltrasi tidak akan direabsorpsi , Laju Filtrasi Glomerulus yang tinggi perhari membersihkan plasma dari senyawa asing tersebut. Selain itu, Laju Filtrasi Glomerulus yang tinggi menyebabkan air & ion terfiltrasi dengan cepat. Ketika filtrat melalui tubulus ginjal & memerlukan air & ion yang terfiltrasi tersebut , maka akan diserap kembali (Kuntarti, 2012).
B.     Reabsorpsi Natrium
Terjadi di tubulus proksimal melalui:
1.      Kanal ion karena adanya gradien elektrokimia di membrane apical
2.      Transport aktif pompa Na+-K+-ATPase di membrane basolateral (Kuntarti, 2012).
C.    Reabsopsi Glukosa
Terjadi di tubulus proksimal melalui:
1.      Transport aktif sekunder dengan simport natrium , yaitu kotransporter Na+-glukosa di membrane apical
2.      Difusi terfasilitasi dengan pompa Na+-K+-ATPase di membrane basolateral (Kuntarti, 2012).
D.    Reabsorpsi Urea
Terjadi tubulus proksimal dengan cara difusi pasif karena gradient konsentrasi urea yang disebabkan oleh reabsorpsi natrium dan solute lainnya.
Transitosis Protein Plasma:
Ø  Protein BM kecil yang terfiltrasi akan direabsorpsi ditubulus proksimal.
Ø  Protein terlalu besar untuk direabsorpsi melalui kanal atau dibawa oleh carrier à masuk dengan cara endositosis di membrane apical & eksositosis dimembran basolateral à transitosis (Kuntarti, 2012).
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood, 2001).
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood, 2001).


3.      Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin.  Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood, 2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood, 2001).

Sekresi tubulus
Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen tubulus.
v  Sekresi bergantung pada sistem transport membrane: merupakan transport aktif karena melawan gradient konsentrasi à sebagian besar melalui transport aktif sekunder.
v  Proses sekresi yaitu difusi zat dari kapiler peritubulus ke interstisium à zat menuju lumen tubulus dengan menyebrangi tight junction antar sel (jalur paraselular) atau melewati membrane basolateral & membrane apical (jalur transelular).
v  Sekresi K+ & H+  oleh nefron penting dalam homeostasis ion-ion tersebut.
v  Sekresi membantu nefron meningkatkan eksresi setiap molekul (Kuntarti, 2012).

Pembentukan urin pekat atau encer.
v  Mekanisme ‘countercurrent’ dalam pembentukan urin pekat
v  Peran ureum pada pemekatan urin
v  Mekanisme ‘countercurrent exchanger’ (Kuntarti, 2012).

Komposisi Urin:
Urin mengandung kira-kira 95-96% air, 2,5 sampah nitrogen terutama urea, 1,5% garam dan sisanya adalah zat-zat lainnya misalnya pigmen bilus atau bilirudin yang dapat memberikan karakteristik warna dan bau pada urin (Solomon, 2008).


2.      Fungsi Sistem Uropoetica
A.    Fungsi Ginjal
1.      mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2.      mengatur jumlah dan konsisten sebagian besar ion di dalma cairan tubuh termasuk Na+, Cl-, K+ ,HCO3- ,Ca++ ,Mg++ , SO4-2 , PO4-2, H+. bahkan fluktuasi minor paa konsentrasi sebagian elektrolit dalam cairan tubuh menimbulkan pengaruh besar, sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ di cairan tubuh dapat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal
3.      memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatiur keseimbangan garam dan H2O
4.      membantu memlihara keseimbangan asam bassa tubuh dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5.      memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbgai cairan tubuh terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6.      mengekresikan (eliminasi) produk-produk sisa ari metabolisme tubuh misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarka menumpuk zat-zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7.      mengekresikan banyak senyawa asing misalnya obat zat penambah pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainya yang berhasil masuk kedalam tubuh
8.      mengsekresikan eritroprotein, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel darah merah
9.      mengsekresikan renin, sutu hormon enzimatis yang memicu reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10.  mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Yang berperan dalam Digesti (Sherwood, 2001).

B.     Fungsi Ureter:
Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang diproduksi oleh ginjal ke dalam kandung kemih. Bila ada batu disaluran ini maka akan menggesek lapisan mukosa dan merangsang reseptor saraf sensoris sehingga akan timbul rasa nyeri yang amat sangat dan menyebabkan penderita batu ureter akan berguling-gulung, keadaan ini dikenal sebagai kolik ureter.

C.     Fungsi Vesica Urinaria
Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan dikeluarkan kedunia luar melalui uretra. Urin yang keluar dari kandungan kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes; tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter dangan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih.

D.    Fungsi Urethra
Menyelurkan Urin keluar dari Vesica urinaria menuju ke orifcium urethra interna dan melanjut ke orificium urethra eksterna untuk dikeluarkan. Urethra ini hanya berupa saluran penghubung.


3.      Hormon
ADH (anti diuretic hormon) dan aldostereon (hiormon yang mengkoservasi ion Na, dari zona glomerulosa adrenal) adalah dua hormon yang dalam keadaan normalnya mempunyai mempunyai pengaruh terbesar pada ginjal.
ADH bekerj pada duktus pengumpul aldosteron bekerja pada semua bagian tubulus, ADH meningkatkan reabsorpsi air, dan aldostereon meningkatkan reabsorpsi ion natrium. Meningkatnya reabsorpsi air adalah karena meningkatnya permeabilitas terhadap air dalam duktus pengumpul, sedangkan meningkatnya reabsorpsi ion natrium terjadi karena transpor aktif melintas membrane sel, (Frandson, 1992).
Reabsorpsi air oleh tubulus proksimal pada dasarnya bersifat pasif atau obligatoris dan mengambil bagian sekitar 80% dari filtrat. Lima persen lainnya diserap loopHenle, sedangkan sisanya 15% dari filtrasi glomerulus dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldostereon, (Frandson, 1992).
Osmoreseptor di dalam hipotalmus menyebabkan pelepasan ADH dari neurohipofisis manakala tekanan osmotic darah di dalam arteri carotid internal meningkat. Mekanisme ini membantu konservasi air dengan meningkatkan reabsorpsi air yang berakibat pada urine yang lebih kental, (Frandson, 1992).
Keadaan stress dan obat-obat tertentu juga merangsang pelepasan ADH dari neurohipofisis. Obat-obat yang termasuk adalah asetilkolin, nikotin, adrenalin dan barbiturat, (Frandson, 1992).

Renin adalah enzim proteolitik yang berperan sebagai katalis dalam pengubahan globulininaktif yag disebut angiotensinogen yang ada dalam keadaan normal. Angiotensinogen 1 kemudian berubah menjadi enzim lai yang aktif yaitu angiotensinogen 2. Hormon ini bekerja pada sel-sel adrenal kortek untuk melepaskan hormon aldosteron dan meyebabkan arteriol dalam sistem sirkulasi berkonstriksi kemudian membantu menigkatkan tekanan darah dengan meningkatkan tahanan atas aliran darah, (Frandson, 1992).

Aldosteron dilepaskan dalam darah, hormon ini bekerja pada tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi garam Na untuk mengatasi diferesiasi di dalam darah yang mulanya menghentakkan respons. Juga peningkatan reabsorbsi garam natrium bearti lebih banyak air yang secara osmotis diserap kembali yang membantu mempertahankan volume darah, (Frandson, 1992).

Diuresis berarti meningkatnya jumlah produksi urine. Hal ini disebabkan karena naiknya tingkat plasma dari satu atau lebih komponen uriner termasuk air. Diuresis air ini terjadi apabila tekanan osmotik turun ke tingkat yag tidak akan merangsang pelepasan ADH. Zat-zat lebihan lain kecuali air harus tetap berada dalam larutan atau kalau tidak, tidak dapat diekskresikan. Hal ini menimbulkan diuresis osmotik. Air ini diperlukan untuk berperan sebagai pelarut, menghasilkan penaikan volume urin,  (Frandson, 1992)

Kontrol Hormonal Ginjal Melalui Perputaran Umpan Balik Negative
ADH yang dihasilkan di hipotalamus otak dan disekresikan ke dalam aliran darah dan kelenjar pituitary meningkatkan resistensi cairan dengan cara membuat ginjal menyerap kembali dan mendpatkan kembali lebih banyak air. Pembebasan ADH dipicu ketika sel-sel osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi suatu peningkatan dalam osmolaritas darah. Dalam situasi ini, sel-sel osmoreseptor juga menggalang rasa haus. Minum akan mengurangi osmolaritas darah yang kemudian menghambat sekresi ADH sehingga menyelesaikan perputaran umpan balik nrgatif tersebut, (Sherwood, 2001).
System rennin-angiotensin-aldosteron(RAAS) berpusat di jukstaglomerular apparatus (JGA). JGA merespon terhadap penurunan tekanan darah atau volume darah dengan cara membebaskan enzim rennin ke dalam aliran darah.
Dalam darah, rennin mengawali pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan cara menyempitkan arteriola. Angiotensin juga meningkatkan volume darah dengan 2 cara :
1.      Memberikan sinyal ke tubula proximal nefron untuk menyerap kembali lebih banyak NaCl dan air.
2.      Merangsang kelenjar adrenal untuk membebaskan aldosteron, yaitu suatu hormone yang membuat tubula distal menyerap kembali lebih banyak Na+ dan air.
Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah yang menyelesaikanperputaran umpan balik dengan menekan pelepasan renin.              (Sherwood, 2001).

Fungsi Regional Epitelium Transport
Tubula proximal memainkan peran penting dalam homeostasis melalui sekresi dan reabsorbsi terkontrol beberapa zat. Sekitar 2 per 3 NaCl dan air yang di filter dari darah ke dalam tubula nefron diserap kembali menembus epithelium tubula proximal.
Region ini juga berfungsi dalam reabsorbsi nutrient makanan dan dalam pengontrolan Ph melalui sekresi H+ dan reabsorbsi HCO3-, Saluran menurun lengkung Henle permeable terhadap air tetapi tidak prmeabel terhadap garam. Kehilangan air secara osmotic dari filtrate, ketika saluran menurun menembus medulla renal, memekatkan NaCl dalam filtrate itu. Saluran menaik lengkung Henle terdiri atas segmen tipis dan sebuah segmen tebal. Keduanya punya epithelium yang sebenarnya tidak permeable terhadap air. Segmen tipis permeable terhadap NaCl, dan garam yang telah dipekatkan dalam filtrate di dalam saluran menurun sekarang berdifusi keluar dari saluran yang menaik, sehingga turut mempoengaruhi osmolaritas cairan interstisial yang tinggi dalam medulla. Segmen tebal meneruskan perpindahan garam dari filtrate itu ke cairan interstisial, tetapi sekarang transport tersebut berlangsung secara aktif (Sherwood, 2001).
Tubula distal membantu mengatur pH darah melalui reabsorbsi HCO3- yang merupakan jenis penyangga (Buffer). Tubula distal juga berfungsi dalam homeostasis K+ dan Na+, Epithelium khusus ductus pengumpul permeable terhadap air tetapi tidak pada garam. Saluran itu membawa filtrate kearah medulla renal untuk kedua kalinya dan filtrate akan menjadi pekat karena air hilang dan keluar ke dalam cairan interstisial. Bagian bawah ductus pengumpul itu permeable terhadap urea dan kebocoran zat terlarut ini ke dalam cairan interstisial turut mempengaruhi osmolaritas medulla (Sherwood, 2001).

4.      Hubungan Uropoetica dengan homeostatis
Ginjal terutama berperan dalam memperthankan stabilitas volume dan komposisi elektrolit cairan eksrtra seluler. Dengan menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang akan disimpan didalam tubuh atau dikeluarkan melalui urin, ginjal mampu mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit didalam rentang yang sangat sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun pemasukan dan pengeluaran konsisten-konsisten tersebut dengan jalan yang bervariasi. Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di cairan ekstra seluler seperti garam, ginjal dapat mengeliminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika terjadi kekurangan ginjal sebenarnya tidak dapat memberi tambahan konsisten tetapi dapat membatasi kehilangan zat tersebut melalui urin. Dengan demikian ginjal dapat dengan efesien melakukan kompensasi untuk kelebihan dari pada kekurangan seperti tercemin lebih jauh pada kenyataan bahwa beberapa keadaan ginjal tidak dapat secara total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin walaupun tubuh sedang kekurangan zat tersebut. Misalnya deficit H2O. walaupun seseorang tidak mengkonsumsi H2O ginjal harus menghasilkan satu liter H2O dalam urin setiap hari untuk melaksanakan fungsi penting lain seperti “pembersihan” dalam tubuh (Sherwood, 2001).
Ginjal juga merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolic yang toksik dan senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk padat, mereka harus diekresikan dalam bentuk larutan sehingga ginjal harus menghasilkan minimal 500 ml urin berisi zat sisa perharinya.  Karena H2O yang dikeluarkan dari urin berasal dari plasma darah, seorang yang tidak mendapat H2O sedikit, tetap harus menghasilkan urin (Sherwood, 2001).
Komposisi urin sangat bervariasi karena ginjal melakukan penyesuaian terhdap perubahan pemasukan atau pengeluaran berbagai bahan sebagai usaha untuk mempertahankan cairan dalam tubuh (Sherwood, 2001).
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal yang ditujukan untuk Homeostatis yaitu:
11.  mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
12.  mengatur jumlah dan konsisten sebagian besar ion di dalma cairan tubuh termasuk Na+, Cl-, K+ ,HCO3- ,Ca++ ,Mg++ , SO4-2 , PO4-2, H+. bahkan fluktuasi minor paa konsentrasi sebagian elektrolit dalam cairan tubuh menimbulkan pengaruh besar, sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ di cairan tubuh dapat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal
13.  memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatiur keseimbangan garam dan H2O
14.  membantu memlihara keseimbangan asam bassa tubuh dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
15.  memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbgai cairan tubuh terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
16.  mengekresikan (eliminasi) produk-produk sisa ari metabolisme tubuh misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarka menumpuk zat-zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
17.  mengekresikan banyak senyawa asing misalnya obat zat penambah pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainya yang berhasil masuk kedalam tubuh
18.  mengsekresikan eritroprotein, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel darah merah
19.  mengsekresikan renin, sutu hormon enzimatis yang memicu reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
20.  mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Yang berperan dalam Digesti (Sherwood, 2001).
Keseimbangan kimia
Tubulus proksimal menyerap kembali 80 % air, elektrolit-elektrolit natrium, klorida dan bikarbonat. Dalam keadaan normal juga direabsorbsi glukosa dan asam amino. Cairan yang meninggalkan tubulus konvolatus proksimal pHnya 7,4. Cairan ini isotonic dengan plasma darah. Glukosa ditranspor dari lumen tubulus kembali ke darah secara aktif. Transpor tersebut tergantung pada transport natrium yang tergantung pada adanya glukosa. Bila kapasitas transport melampaui beban glukosa di dalam filtrate, maka tingkat tubular maksimum terlampaui dan kelebihan tersebut tetap tinggal di dalam urine. Di dalam tubulus distal dan duktus pengumpul, ion-ion Na sering bertukaran dengan hydrogen, kalium, atau ammonium. Manakala ion sodium direabsorbsi, haruslah diikuti oleh suatu anion atau dirukar dengan ion kation. Pertukaran ion natrium dengan ion hidrohen atau ammonium membentuk asam urine. Hal ini terjadi di tubulus proksimal dan tubulus distal dari nefron.
Konsentrasi urine yang hipertonik terdapat di dalam tubulus distal dan di duktus kolektivus. Peningkatan bikarbonat menyebabkan  meningkatkan kebasaan urine. Urine yang asam dapat dihasilkan oleh pertukaran natrium dengan ion-ion hidrogen atau amonium klorida.
Di dalam urine yang asam, ada asam yang dapat ditibrasi, ada asam yang ion-ion amonium tapi tak ada ion-ion bikarbonat.Sel-sel tubulus renal memiliki kemampuan untuk membentuk amonia dari deaminasi asam-asam amino. Amonia tersebut berdifusi ke dalam tubulus dan segera bereaksi  dengan ion-ion hidrogen membentuk amonium (NH)yang kemudian dekskresikan ke dalam urine dalam kombinasi dengan klorida atau ion-ion negatif lainnya. Ini adalah cara memindahkan ion hidrogen dan klorida  sementara garam netral amonium klorida membantu mempertahankan pH normal dari filtrat. Reabsorbsi bikarbonat dan ion-ion Na ke dalam plasma darah merupakan cara yang penting untuk mengontrol keseimbangan asam basa.
Urine basa dengan pH yang lebih tinggi dari 7 mengandung bikarbonat tapi tidak mengandung asam yang dapat dititrasi ataupun amonium. Urine basa mengandung natrium dan kalium. Ginjal secara langsung mengatur komponen cairan ekstraselular dan secara tak langsung mengatur komponen cairan intraselular. Selain itu, ginjal juga mempertahankan konsentrasi ion-ion dalam cairan intraseluler. Regulasi ginjal atau ion-ion Na Didasarkan pada ekskresi natrium dalam jumlah yang sama yangn terdapat di dalam tubuh hewan itu berada dalam keseimbangan. Regulasi umumnya terjadi atas kerja hormon aldosteron yang disekresikan dari korteks kelenjar adrenal ketika konsentrasi natrium plasma berkurang, konsentrasi kalsium plasma bertambah.
Sekresi aldosteron terjadi melalui 2 cara, yaitu hubungan dalam konsentrasi Na dengan K dalam plasma memberikan pengaruh langsung pada sel-sel sekretoris dari zona glomerulus adrenal korteks pada saat darah mengalir pada kelenjar adrenal. Konsentrasi Na plasma yang rendah atau K plasma yang tinggi merangsang sekresi aldosteron ke dalam darah. Mekanisme yang lain terjadi di dalam ginjal ketika konsentrasi Na sedang defisien baik dalam plasma maupun di dalam tubulus konvolatus distal pada apparatus juxtaglomerularnya, atau ketika tekanan darah menurun sehingga menurunkan aliran darah melalui arteriol renal. Hal ini mempengaruhi sel-sel juxtaglomerulus di dalam arteriol afferen sehingga menyebabkan pelepasan renin dari sel-sel tersebut ke dalam darah. Sekresi renin juga dirangsang ketika bila bagian simpatetik dari dari sistem saraf otonom  mengalami stimulasi (seperti dalam hal tekanan darah rendah). Serabut-serabut saraf simpatetik yang menginervasi sel-sel juxtaglomerular merangsang reseptor beta adrenergik dari sel-sel ini menyebabkan sel-sel itu mensekresi renin ke darah di dalam arteriol ketika terjadi kontriksi di dalam arteriol itu. Renin adalah enzim proteolitik yang berperan sebagai katalis dalam pengubahan globulin inaktif yang disebut angiotensinogen yang dalam keadaan normal ada, menjadi angiotensin I, yang juga bersifat inaktif. Angiotensin I lalu diubah menjadi angiotensin II yang aktif.
Hormon ini bekerja pada sel-sel adrenal korteks untuk melepaskan hormon aldosteron dan ini menyebabkan arteriol dalam sistem sirkulasi berkonstriksi, kemudian membantu meningkatkan tekanan darah dengan cara meningkatkan tekanan atas aliran darah. Sekali aldosteron dilepaskan ke dalam darah, hormon ini bekerja pada semua bagian tubulus ginjal hingga terjadi peningkatan reabsorbsi garam Na untuk mengatasi defisiensi di dalam darah. Peningtan reabsorbsi garam natrium berarti juga bahwa lebih banyak air yang secara osmotis diserap kembali untuk membantu mempertahan kan volume darah (Frandson, 1992).
Ketika Na diserap kembali, ion K hilang dari darah melalui pertukaran dan ekskresi di dalam urine. Maka konsentrasi K cukup tinggi disbanding konsentrasi Na
Regulasi keseimbangan asam basa
PH normal dari darah arteri adalah 7,4. Darah vena adalah 7,35, karena adanya CO ekstra yang dibawa dari jaringan tubuh kembali ke paru-paru untuk dikeluarkan.pH dalam sel tubuh bervariasi dari 4,5-8. Bila pH dalam darah arteriol turun mencapai 6,8 maka hewan akan mati karena asidosis disebabkan CO menekan neuron-neuron CNS. Bila pH mencapai 7,8 kematian dapat terjadi karena tetani pada otot-otot respirasi. Untuk mengaontrol pH dilakukan sistem buffer (bikarbonat,fosfat, dan protein), pernafasan (ventilasi pulmoner), dan ginjal (mengeluarkan alkali atau urine asam sejauh yang diperlukan) (Frandson, 1992).

Regulasi ginjal
Ginjal berperan dalam regulasi asam basa cairan tubuh dengan mengontrol HCO. Dalam keadaan normal, ion-ion H desekresi ke dalam filtrat dari sel-sel epitel dan duktus pengumpul dan tubulus distal dan proksimal. Ini merupakan hasil dari CO yang diproduksi secara metabolis dari HO yang membentuk HCO yang kemudian berdesosiasi menjadi HCO dan H. Sekitar 85% dari sekresi ion H ini dan pemulihan HCO terjadi di tubulus proksimal, dimana H disekresikan sebagai ganti Na dari filtrate.
Karena itu, Na direabsorbsi dan H dieliminasi untuk mencegah akumulasi asam. H yang disekresi membentuk HCO di dalam cairan tubuler namun kemudian mengalami desosiasi  menjadi CO dan HO. CO kemudian berdifusi kembali ke dalam sel dan selebihnya kemudian berdifusi kembali ke dalam darah yang akhirnya dapat dihembuskan ke luar ketika sampai ke dalam paru-paru. Sementara itu HCO terbentuk di dalam sel, Na direabsorbsi dari filtrate dan dikembalikan ke dalam darah guna mempertahan kan rasio H CO: CO yang tetap seimbang. Fungsi di dalam alkalosis dan asidosis. Ketika seekor hewan mengalami alkalosis, konsentrasi ion HCOmeningkat dalam hubungannya dengan CO. Hal ini berarti bahwa pH dari cairan tubuh telah meningkat. Karena itu, ginjal akan lebih banyak menyaring HCO untuk disekresikan ke dalam tubulus. Kelebihan HCO akan bergabung dengan ion positif dan disekresikan ke dalam urine.
Hal ini menyebabkan urine menjadi lebih basa dan menurunkan bagian HCO dari sistem HCO: CO.
Selanjutnya pH cairan tubuh kembali ke tingkat normal. Dalam keadaan asidosis, ada peningkatan relatif dari CO dan oleh karena itu terjadi penurunan relative dari HCO. Akibatnya, ini berarti bahwa lebih banyak asam yang ada yang ditujukan oleh ion H. Ginjal melakukan kompensasi dengan mensekresi lebih banyak H ke dalam filtrat.
Kenaikan sekresi H ini terjadi karena kelebihan CO di dalam kapiler peritubuler berdifusi ke dalam sel-sel tubuler  untuk membentuk  HCO yang kemudian berdisosiasi menjadi HCO dan H yang baru. HCO yang baru ini berdifusi kembali ke dalam darah untuk menaikkan sistem buffer dan  Na juga direabsorbsi untuk menukar H yang disekresi. H yang disekresi ke dalam cairan pada tubulus disekresikan melalui 2 jalan, yaitu tergabung dengan Na dan HPO  dan membentuk monobasic sodium phospate yang kemudian diekskresikan lebih sering melalui cara yang kedua, yaitu bergabung dengan amonia dan membentul ion amonium (NH) .
Kemudian dapat berkombinasi dengan dengan ion klorida atau sulfat dan disekresi di dalam urine, khususnya sebagai amonium klorida. Dalam kedua cara itu, pengaruh netonya adalah berupa eliminasi ion hidrogen yang datang secara langsung dari kelebihan CO dan memproduksi lebih banyak HCO untuk darah guna menaikkan pH (Frandson, 1992).



DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University  Press : Yogyakarta.
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Kuntarti, 2012. Fisiologi Ginjal dan Sistem Kemih. Avaliable from URL : http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ec143924e2d850338ac6892cc86ffd0e04d6d9af.pdf,
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Cetakan 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC : jakarta.
Solomon, E. P., Linda, R. B., Diana, W. M., 2008. Biologi 8th Ed. Thomson Brooks/Cole: USA

No comments:

Post a Comment