LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
Fisiologi pengeluaran urin? Dan apa saja Komposisi Urin?
2. Bagaimana
Fungsi Sistem Uropoetica?
3. Bagaimana
mekanisme hormonal dari renin, Angiostensin dan Aldosteron?
4. Bagaimana
Hubungan Sistem uropoetica dan Homeostatis?
PEMBAHASAN
Fisiologi Pengeluaran Urin Dimulai
dari beberapa tahapan,. Yaitu:
1.
Penyaringan ( Filtrasi
)
Filtrasi
glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma
(hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus kedalam kapsula bowman
o
Filtrate glomerulus (ultrafiltrat) :
cairan bebas protein & mengandung kristaloid dengan kadar = plasma;
kristaloid yang terikat dengan protein sulit melewati membrane , sehingga kadar
kristaloid tidak sama dengan plasma.
o
Masih mengandung sedikit protein
(albumin) ≤ 10 mg/L ; melewati membrane dengan difusi.
o
Kerja membrane glomerulus : all or none
untuk kristaloid & molekul besar (BM ≥ 7000).
o
Hanya 20% plasma yang difiltrasi oleh
glomerulus à
19 % direabsorpsi , 1% dieksresi (Kuntarti, 2012).
Filtrasi darah
terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat
untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam
vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal
terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang
meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel
epithelium yang disebut kapsula bowman.
Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan
merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke
segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas
3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral.
Endothelium kapiler terdiri satu lapisan
sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton, 1996).
Dinding kapiler glomerular
membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler
glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan
tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk
proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena
molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier
) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein
plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton, 1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm
atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring
tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari
komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric
charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi
filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan
kecil yang dapat terlarut
dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer)
yang komposisinya serupa dengan
darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton, 1996).
2.
Penyerapan
Kembali ( Reabsorbsi )
A.
Reabsorpsi tubulus
Perpindahan zat dari lumen tubulus
menuju plasma kapiler peritubulus. 99% cairan yang difiltrasi glomerulus
diserap kembali oleh tubulus (sebagian besar di tubulus proksimal), 1 %
dieksresi. Hal itu terjadi karena beberapa senyawa asing yang difiltrasi tidak
akan direabsorpsi , Laju Filtrasi Glomerulus yang tinggi perhari membersihkan
plasma dari senyawa asing tersebut. Selain itu, Laju Filtrasi Glomerulus yang
tinggi menyebabkan air & ion terfiltrasi dengan cepat. Ketika filtrat
melalui tubulus ginjal & memerlukan air & ion yang terfiltrasi tersebut
, maka akan diserap kembali (Kuntarti, 2012).
B.
Reabsorpsi
Natrium
Terjadi
di tubulus proksimal melalui:
1. Kanal
ion karena adanya gradien elektrokimia di membrane apical
2. Transport
aktif pompa Na+-K+-ATPase di membrane basolateral
(Kuntarti, 2012).
C.
Reabsopsi
Glukosa
Terjadi di tubulus proksimal melalui:
1. Transport
aktif sekunder dengan simport natrium , yaitu kotransporter Na+-glukosa di
membrane apical
2. Difusi
terfasilitasi dengan pompa Na+-K+-ATPase di membrane
basolateral (Kuntarti, 2012).
D.
Reabsorpsi
Urea
Terjadi tubulus proksimal dengan cara difusi pasif
karena gradient konsentrasi urea yang disebabkan oleh reabsorpsi natrium dan
solute lainnya.
Transitosis Protein Plasma:
Ø Protein
BM kecil yang terfiltrasi akan direabsorpsi ditubulus proksimal.
Ø Protein
terlalu besar untuk direabsorpsi melalui kanal atau dibawa oleh carrier à
masuk dengan cara endositosis di membrane apical & eksositosis dimembran
basolateral à
transitosis (Kuntarti, 2012).
Volume urin manusia hanya 1% dari
filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi
secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat
sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi
yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa
sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung
ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa.
Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood, 2001).
Setelah terjadi reabsorbsi maka
tubulus akan menghasilkan urin sekunder
yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder,
zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya,
konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya
ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui
dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal (Sherwood, 2001).
3.
Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang
mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan
lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain,
misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat
sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul
kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan
air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari
karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila
kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih
dapat dipakai sebagai dapar (penjaga
kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood,
2001).
Amonia (NH3), hasil
pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh
karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk
sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang
kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea.
Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan
oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi
jadi urobilinogen yang berguna
memberi warna pada tinja dan urin.Asam
urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan
amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya
larutnya di dalam air rendah (Sherwood,
2001).
Sekresi tubulus
Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen tubulus.
v Sekresi
bergantung pada sistem transport membrane: merupakan transport aktif karena
melawan gradient konsentrasi à sebagian besar melalui transport aktif sekunder.
v Proses
sekresi yaitu difusi zat dari kapiler peritubulus ke interstisium à
zat menuju lumen tubulus dengan menyebrangi tight junction antar sel (jalur
paraselular) atau melewati membrane basolateral & membrane apical (jalur
transelular).
v Sekresi
K+ & H+ oleh
nefron penting dalam homeostasis ion-ion tersebut.
v Sekresi
membantu nefron meningkatkan eksresi setiap molekul (Kuntarti, 2012).
Pembentukan
urin pekat atau encer.
v Mekanisme
‘countercurrent’ dalam pembentukan urin pekat
v Peran
ureum pada pemekatan urin
v Mekanisme
‘countercurrent exchanger’ (Kuntarti, 2012).
Komposisi Urin:
Urin mengandung kira-kira 95-96%
air, 2,5 sampah nitrogen terutama urea, 1,5% garam dan sisanya adalah zat-zat
lainnya misalnya pigmen bilus atau bilirudin yang dapat memberikan
karakteristik warna dan bau pada urin (Solomon, 2008).
2. Fungsi
Sistem Uropoetica
A. Fungsi
Ginjal
1. mempertahankan
keseimbangan H2O dalam tubuh
2. mengatur
jumlah dan konsisten sebagian besar ion di dalma cairan tubuh termasuk Na+,
Cl-, K+ ,HCO3- ,Ca++ ,Mg++
, SO4-2 , PO4-2, H+.
bahkan fluktuasi minor paa konsentrasi sebagian elektrolit dalam cairan tubuh
menimbulkan pengaruh besar, sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+
di cairan tubuh dapat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal
3. memelihara
volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri. Fungsi
ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatiur keseimbangan garam dan
H2O
4. membantu memlihara keseimbangan asam bassa tubuh dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui
urin
5. memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbgai
cairan tubuh terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. mengekresikan (eliminasi) produk-produk sisa ari
metabolisme tubuh misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarka
menumpuk zat-zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. mengekresikan banyak senyawa asing misalnya obat zat
penambah pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainya
yang berhasil masuk kedalam tubuh
8. mengsekresikan eritroprotein, suatu hormon yang dapat
merangsang pembentukan sel darah merah
9. mengsekresikan renin, sutu hormon enzimatis yang memicu
reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Yang berperan
dalam Digesti (Sherwood, 2001).
B. Fungsi
Ureter:
Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang diproduksi oleh
ginjal ke dalam kandung kemih. Bila ada batu disaluran ini maka akan menggesek
lapisan mukosa dan merangsang reseptor saraf sensoris sehingga akan timbul rasa
nyeri yang amat sangat dan menyebabkan penderita batu ureter akan
berguling-gulung, keadaan ini dikenal sebagai kolik ureter.
C. Fungsi
Vesica Urinaria
Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan
dikeluarkan kedunia luar melalui uretra. Urin yang keluar dari kandungan kemih
mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus
koligentes; tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak
mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks
renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya,
yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis
dan kemudian turun sepanjang ureter dangan demikian mendorong urin dari pelvis
renalis ke arah kandung kemih.
D. Fungsi
Urethra
Menyelurkan
Urin keluar dari Vesica urinaria menuju ke orifcium urethra interna dan melanjut
ke orificium urethra eksterna untuk dikeluarkan. Urethra ini hanya berupa saluran
penghubung.
3. Hormon
ADH
(anti diuretic hormon) dan aldostereon (hiormon yang mengkoservasi ion Na, dari
zona glomerulosa adrenal) adalah dua hormon yang dalam keadaan normalnya
mempunyai mempunyai pengaruh terbesar pada ginjal.
ADH
bekerj pada duktus pengumpul aldosteron bekerja pada semua bagian tubulus, ADH
meningkatkan reabsorpsi air, dan aldostereon meningkatkan reabsorpsi ion
natrium. Meningkatnya reabsorpsi air adalah karena meningkatnya permeabilitas
terhadap air dalam duktus pengumpul, sedangkan meningkatnya reabsorpsi ion
natrium terjadi karena transpor aktif melintas membrane sel, (Frandson, 1992).
Reabsorpsi
air oleh tubulus proksimal pada dasarnya bersifat pasif atau obligatoris dan
mengambil bagian sekitar 80% dari filtrat. Lima persen lainnya diserap
loopHenle, sedangkan sisanya 15% dari filtrasi glomerulus dapat dipengaruhi
oleh ADH dan aldostereon, (Frandson,
1992).
Osmoreseptor
di dalam hipotalmus menyebabkan pelepasan ADH dari neurohipofisis manakala
tekanan osmotic darah di dalam arteri carotid internal meningkat. Mekanisme ini
membantu konservasi air dengan meningkatkan reabsorpsi air yang berakibat pada
urine yang lebih kental, (Frandson,
1992).
Keadaan stress dan obat-obat tertentu juga merangsang
pelepasan ADH dari neurohipofisis. Obat-obat yang termasuk adalah asetilkolin,
nikotin, adrenalin dan barbiturat, (Frandson, 1992).
Renin
adalah enzim proteolitik yang berperan sebagai katalis dalam pengubahan
globulininaktif yag disebut angiotensinogen yang ada dalam keadaan normal.
Angiotensinogen 1 kemudian berubah menjadi enzim lai yang aktif yaitu
angiotensinogen 2. Hormon ini bekerja pada sel-sel adrenal kortek untuk
melepaskan hormon aldosteron dan meyebabkan arteriol dalam sistem sirkulasi
berkonstriksi kemudian membantu menigkatkan tekanan darah dengan meningkatkan
tahanan atas aliran darah, (Frandson, 1992).
Aldosteron
dilepaskan dalam darah, hormon ini bekerja pada tubulus ginjal sehingga terjadi
peningkatan reabsorbsi garam Na untuk mengatasi diferesiasi di dalam darah yang
mulanya menghentakkan respons. Juga peningkatan reabsorbsi garam natrium bearti
lebih banyak air yang secara osmotis diserap kembali yang membantu
mempertahankan volume darah, (Frandson, 1992).
Diuresis
berarti meningkatnya jumlah produksi urine. Hal ini disebabkan karena naiknya
tingkat plasma dari satu atau lebih komponen uriner termasuk air. Diuresis air
ini terjadi apabila tekanan osmotik turun ke tingkat yag tidak akan merangsang
pelepasan ADH. Zat-zat lebihan lain kecuali air harus tetap berada dalam
larutan atau kalau tidak, tidak dapat diekskresikan. Hal ini menimbulkan
diuresis osmotik. Air ini diperlukan untuk berperan sebagai pelarut,
menghasilkan penaikan volume urin,
(Frandson, 1992)
Kontrol
Hormonal Ginjal Melalui Perputaran Umpan Balik Negative
ADH
yang dihasilkan di hipotalamus otak dan disekresikan ke dalam aliran darah dan
kelenjar pituitary meningkatkan resistensi cairan dengan cara membuat ginjal
menyerap kembali dan mendpatkan kembali lebih banyak air. Pembebasan ADH dipicu
ketika sel-sel osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi suatu peningkatan dalam
osmolaritas darah. Dalam situasi ini, sel-sel osmoreseptor juga menggalang rasa
haus. Minum akan mengurangi osmolaritas darah yang kemudian menghambat sekresi
ADH sehingga menyelesaikan perputaran umpan balik nrgatif tersebut, (Sherwood, 2001).
System
rennin-angiotensin-aldosteron(RAAS) berpusat di jukstaglomerular apparatus
(JGA). JGA merespon terhadap penurunan tekanan darah atau volume darah dengan
cara membebaskan enzim rennin ke dalam aliran darah.
Dalam
darah, rennin mengawali pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin II.
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan cara menyempitkan arteriola.
Angiotensin juga meningkatkan volume darah dengan 2 cara :
1.
Memberikan sinyal ke tubula proximal
nefron untuk menyerap kembali lebih banyak NaCl dan air.
2.
Merangsang kelenjar adrenal untuk
membebaskan aldosteron, yaitu suatu hormone yang membuat tubula distal menyerap
kembali lebih banyak Na+ dan air.
Hal
ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah yang
menyelesaikanperputaran umpan balik dengan menekan pelepasan renin. (Sherwood, 2001).
Fungsi
Regional Epitelium Transport
Tubula
proximal memainkan peran penting dalam homeostasis melalui sekresi dan
reabsorbsi terkontrol beberapa zat. Sekitar 2 per 3 NaCl dan air yang di filter
dari darah ke dalam tubula nefron diserap kembali menembus epithelium tubula
proximal.
Region
ini juga berfungsi dalam reabsorbsi nutrient makanan dan dalam pengontrolan Ph
melalui sekresi H+ dan reabsorbsi HCO3-,
Saluran menurun lengkung Henle permeable terhadap air tetapi tidak prmeabel
terhadap garam. Kehilangan air secara osmotic dari filtrate, ketika saluran
menurun menembus medulla renal, memekatkan NaCl dalam filtrate itu. Saluran
menaik lengkung Henle terdiri atas segmen tipis dan sebuah segmen tebal.
Keduanya punya epithelium yang sebenarnya tidak permeable terhadap air. Segmen
tipis permeable terhadap NaCl, dan garam yang telah dipekatkan dalam filtrate
di dalam saluran menurun sekarang berdifusi keluar dari saluran yang menaik,
sehingga turut mempoengaruhi osmolaritas cairan interstisial yang tinggi dalam
medulla. Segmen tebal meneruskan perpindahan garam dari filtrate itu ke cairan
interstisial, tetapi sekarang transport tersebut berlangsung secara aktif (Sherwood, 2001).
Tubula
distal membantu mengatur pH darah melalui reabsorbsi HCO3-
yang merupakan jenis penyangga (Buffer). Tubula distal juga berfungsi dalam
homeostasis K+ dan Na+, Epithelium khusus ductus
pengumpul permeable terhadap air tetapi tidak pada garam. Saluran itu membawa
filtrate kearah medulla renal untuk kedua kalinya dan filtrate akan menjadi
pekat karena air hilang dan keluar ke dalam cairan interstisial. Bagian bawah
ductus pengumpul itu permeable terhadap urea dan kebocoran zat terlarut ini ke
dalam cairan interstisial turut mempengaruhi osmolaritas medulla (Sherwood, 2001).
4. Hubungan
Uropoetica dengan homeostatis
Ginjal
terutama berperan dalam memperthankan stabilitas volume dan komposisi
elektrolit cairan eksrtra seluler. Dengan menyesuaikan jumlah air dan berbagai
konstituen plasma yang akan disimpan didalam tubuh atau dikeluarkan melalui
urin, ginjal mampu mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit didalam
rentang yang sangat sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun pemasukan dan
pengeluaran konsisten-konsisten tersebut dengan jalan yang bervariasi. Jika
terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di cairan ekstra seluler
seperti garam, ginjal dapat mengeliminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika
terjadi kekurangan ginjal sebenarnya tidak dapat memberi tambahan konsisten
tetapi dapat membatasi kehilangan zat tersebut melalui urin. Dengan demikian
ginjal dapat dengan efesien melakukan kompensasi untuk kelebihan dari pada
kekurangan seperti tercemin lebih jauh pada kenyataan bahwa beberapa keadaan
ginjal tidak dapat secara total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting
melalui urin walaupun tubuh sedang kekurangan zat tersebut. Misalnya deficit H2O.
walaupun seseorang tidak mengkonsumsi H2O ginjal harus menghasilkan
satu liter H2O dalam urin setiap hari untuk melaksanakan fungsi
penting lain seperti “pembersihan” dalam tubuh (Sherwood, 2001).
Ginjal
juga merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolic
yang toksik dan senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat
dikeluarkan dalam bentuk padat, mereka harus diekresikan dalam bentuk larutan
sehingga ginjal harus menghasilkan minimal 500 ml urin berisi zat sisa
perharinya. Karena H2O yang
dikeluarkan dari urin berasal dari plasma darah, seorang yang tidak mendapat H2O
sedikit, tetap harus menghasilkan urin (Sherwood, 2001).
Komposisi
urin sangat bervariasi karena ginjal melakukan penyesuaian terhdap perubahan
pemasukan atau pengeluaran berbagai bahan sebagai usaha untuk mempertahankan
cairan dalam tubuh (Sherwood,
2001).
Fungsi
spesifik yang dilakukan oleh ginjal yang ditujukan untuk Homeostatis yaitu:
11. mempertahankan
keseimbangan H2O dalam tubuh
12. mengatur
jumlah dan konsisten sebagian besar ion di dalma cairan tubuh termasuk Na+,
Cl-, K+ ,HCO3- ,Ca++ ,Mg++
, SO4-2 , PO4-2, H+.
bahkan fluktuasi minor paa konsentrasi sebagian elektrolit dalam cairan tubuh
menimbulkan pengaruh besar, sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+
di cairan tubuh dapat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal
13. memelihara
volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri. Fungsi
ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatiur keseimbangan garam dan
H2O
14. membantu memlihara keseimbangan asam bassa tubuh dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui
urin
15. memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbgai
cairan tubuh terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
16. mengekresikan (eliminasi) produk-produk sisa ari
metabolisme tubuh misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarka
menumpuk zat-zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
17. mengekresikan banyak senyawa asing misalnya obat zat
penambah pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainya
yang berhasil masuk kedalam tubuh
18. mengsekresikan eritroprotein, suatu hormon yang dapat
merangsang pembentukan sel darah merah
19. mengsekresikan renin, sutu hormon enzimatis yang memicu
reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
20. mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Yang berperan
dalam Digesti (Sherwood, 2001).
Keseimbangan kimia
Tubulus
proksimal menyerap kembali 80 % air, elektrolit-elektrolit natrium, klorida dan
bikarbonat. Dalam keadaan normal juga direabsorbsi glukosa dan asam amino.
Cairan yang meninggalkan tubulus konvolatus proksimal pHnya 7,4. Cairan ini
isotonic dengan plasma darah. Glukosa ditranspor dari lumen tubulus kembali ke
darah secara aktif. Transpor tersebut tergantung pada transport natrium yang
tergantung pada adanya glukosa. Bila kapasitas transport melampaui beban
glukosa di dalam filtrate, maka tingkat tubular maksimum terlampaui dan
kelebihan tersebut tetap tinggal di dalam urine. Di dalam tubulus distal dan
duktus pengumpul, ion-ion Na sering bertukaran dengan hydrogen, kalium,
atau ammonium. Manakala ion sodium direabsorbsi, haruslah diikuti oleh suatu
anion atau dirukar dengan ion kation. Pertukaran ion natrium dengan ion
hidrohen atau ammonium membentuk asam urine. Hal ini terjadi di tubulus
proksimal dan tubulus distal dari nefron.
Konsentrasi urine yang hipertonik terdapat di dalam
tubulus distal dan di duktus kolektivus. Peningkatan bikarbonat
menyebabkan meningkatkan kebasaan urine.
Urine yang asam dapat dihasilkan oleh pertukaran natrium dengan ion-ion
hidrogen atau amonium klorida.
Di dalam urine yang asam, ada asam yang dapat ditibrasi,
ada asam yang ion-ion amonium tapi tak ada ion-ion bikarbonat.Sel-sel tubulus
renal memiliki kemampuan untuk membentuk amonia dari deaminasi asam-asam amino.
Amonia tersebut berdifusi ke dalam tubulus dan segera bereaksi dengan ion-ion hidrogen membentuk amonium (NH)yang kemudian
dekskresikan ke dalam urine dalam kombinasi dengan klorida atau ion-ion negatif
lainnya. Ini adalah cara memindahkan ion hidrogen dan klorida sementara garam netral amonium klorida
membantu mempertahankan pH normal dari filtrat. Reabsorbsi bikarbonat dan ion-ion
Na ke dalam plasma darah merupakan cara yang
penting untuk mengontrol keseimbangan asam basa.
Urine basa dengan pH yang lebih tinggi dari 7 mengandung
bikarbonat tapi tidak mengandung asam yang dapat dititrasi ataupun amonium. Urine
basa mengandung natrium dan kalium. Ginjal secara langsung mengatur komponen
cairan ekstraselular dan secara tak langsung mengatur komponen cairan
intraselular. Selain itu, ginjal juga mempertahankan konsentrasi ion-ion dalam
cairan intraseluler. Regulasi ginjal atau ion-ion Na Didasarkan pada ekskresi natrium dalam jumlah
yang sama yangn terdapat di dalam tubuh hewan itu berada dalam keseimbangan.
Regulasi umumnya terjadi atas kerja hormon aldosteron yang disekresikan dari
korteks kelenjar adrenal ketika konsentrasi natrium plasma berkurang,
konsentrasi kalsium plasma bertambah.
Sekresi aldosteron terjadi melalui 2 cara, yaitu hubungan
dalam konsentrasi Na dengan K dalam plasma memberikan pengaruh langsung pada
sel-sel sekretoris dari zona glomerulus adrenal korteks pada saat darah
mengalir pada kelenjar adrenal. Konsentrasi Na plasma yang rendah atau K plasma yang tinggi merangsang sekresi aldosteron
ke dalam darah. Mekanisme yang lain terjadi di dalam ginjal ketika konsentrasi
Na sedang defisien baik dalam plasma maupun di
dalam tubulus konvolatus distal pada apparatus juxtaglomerularnya, atau ketika
tekanan darah menurun sehingga menurunkan aliran darah melalui arteriol renal.
Hal ini mempengaruhi sel-sel juxtaglomerulus di dalam arteriol afferen sehingga
menyebabkan pelepasan renin dari sel-sel tersebut ke dalam darah. Sekresi renin
juga dirangsang ketika bila bagian simpatetik dari dari sistem saraf
otonom mengalami stimulasi (seperti
dalam hal tekanan darah rendah). Serabut-serabut saraf simpatetik yang
menginervasi sel-sel juxtaglomerular merangsang reseptor beta adrenergik dari
sel-sel ini menyebabkan sel-sel itu mensekresi renin ke darah di dalam arteriol
ketika terjadi kontriksi di dalam arteriol itu. Renin adalah enzim proteolitik
yang berperan sebagai katalis dalam pengubahan globulin inaktif yang disebut
angiotensinogen yang dalam keadaan normal ada, menjadi angiotensin I, yang juga
bersifat inaktif. Angiotensin I lalu diubah menjadi angiotensin II yang aktif.
Hormon ini bekerja pada sel-sel adrenal korteks untuk
melepaskan hormon aldosteron dan ini menyebabkan arteriol dalam sistem
sirkulasi berkonstriksi, kemudian membantu meningkatkan tekanan darah dengan
cara meningkatkan tekanan atas aliran darah. Sekali aldosteron dilepaskan ke
dalam darah, hormon ini bekerja pada semua bagian tubulus ginjal hingga terjadi
peningkatan reabsorbsi garam Na untuk mengatasi defisiensi di dalam darah.
Peningtan reabsorbsi garam natrium berarti juga bahwa lebih banyak air yang
secara osmotis diserap kembali untuk membantu mempertahan kan volume darah
(Frandson, 1992).
Ketika Na diserap kembali, ion K hilang dari darah melalui pertukaran dan
ekskresi di dalam urine. Maka konsentrasi K cukup tinggi disbanding konsentrasi Na
Regulasi
keseimbangan asam basa
PH
normal dari darah arteri adalah 7,4. Darah vena adalah 7,35, karena adanya CO ekstra yang dibawa dari jaringan tubuh kembali ke paru-paru
untuk dikeluarkan.pH dalam sel tubuh bervariasi dari 4,5-8. Bila pH dalam darah
arteriol turun mencapai 6,8 maka hewan akan mati karena asidosis disebabkan CO menekan neuron-neuron CNS. Bila pH mencapai 7,8 kematian
dapat terjadi karena tetani pada otot-otot respirasi. Untuk mengaontrol pH
dilakukan sistem buffer (bikarbonat,fosfat, dan protein), pernafasan (ventilasi
pulmoner), dan ginjal (mengeluarkan alkali atau urine asam sejauh yang
diperlukan) (Frandson, 1992).
Regulasi ginjal
Ginjal berperan dalam regulasi asam basa cairan tubuh
dengan mengontrol HCO. Dalam keadaan normal, ion-ion H desekresi ke dalam filtrat dari sel-sel epitel dan duktus
pengumpul dan tubulus distal dan proksimal. Ini merupakan hasil dari CO yang diproduksi secara metabolis dari HO yang membentuk HCO yang kemudian berdesosiasi menjadi HCO dan H. Sekitar 85% dari sekresi ion H ini dan pemulihan HCO terjadi di tubulus proksimal, dimana H disekresikan sebagai ganti Na dari filtrate.
Karena itu, Na direabsorbsi dan H dieliminasi untuk mencegah akumulasi asam. H yang disekresi membentuk HCO di dalam cairan tubuler namun kemudian mengalami
desosiasi menjadi CO dan HO. CO kemudian berdifusi kembali ke dalam sel dan selebihnya
kemudian berdifusi kembali ke dalam darah yang akhirnya dapat dihembuskan ke
luar ketika sampai ke dalam paru-paru. Sementara itu HCO terbentuk di dalam sel, Na direabsorbsi dari filtrate dan dikembalikan ke dalam darah
guna mempertahan kan rasio H CO: CO yang tetap seimbang. Fungsi di dalam alkalosis dan asidosis.
Ketika seekor hewan mengalami alkalosis, konsentrasi ion HCOmeningkat dalam hubungannya dengan CO. Hal ini berarti bahwa pH dari cairan tubuh telah meningkat.
Karena itu, ginjal akan lebih banyak menyaring HCO untuk disekresikan ke dalam tubulus. Kelebihan HCO akan bergabung dengan ion positif dan disekresikan ke dalam
urine.
Hal ini menyebabkan urine menjadi lebih basa dan
menurunkan bagian HCO dari sistem HCO: CO.
Selanjutnya pH cairan tubuh kembali ke tingkat normal.
Dalam keadaan asidosis, ada peningkatan relatif dari CO dan oleh karena itu terjadi penurunan relative dari HCO. Akibatnya, ini berarti bahwa lebih banyak asam yang ada
yang ditujukan oleh ion H. Ginjal melakukan kompensasi dengan mensekresi lebih banyak
H ke dalam filtrat.
Kenaikan sekresi H ini terjadi karena kelebihan CO di dalam kapiler peritubuler berdifusi ke dalam sel-sel
tubuler untuk membentuk HCO yang kemudian berdisosiasi menjadi HCO dan H yang baru. HCO yang baru ini berdifusi kembali ke dalam darah untuk
menaikkan sistem buffer dan Na juga direabsorbsi untuk menukar H yang disekresi. H yang disekresi ke dalam cairan pada tubulus disekresikan
melalui 2 jalan, yaitu tergabung dengan Na dan HPO dan membentuk
monobasic sodium phospate yang kemudian diekskresikan lebih sering melalui cara
yang kedua, yaitu bergabung dengan amonia dan membentul ion amonium (NH) .
Kemudian dapat berkombinasi dengan dengan ion klorida
atau sulfat dan disekresi di dalam urine, khususnya sebagai amonium klorida.
Dalam kedua cara itu, pengaruh netonya adalah berupa eliminasi ion hidrogen
yang datang secara langsung dari kelebihan CO dan memproduksi lebih banyak HCO untuk darah guna menaikkan pH (Frandson, 1992).
DAFTAR
PUSTAKA
Frandson,
R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Guyton, Arthur
C., Hall, John E. 2008. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Kuntarti,
2012. Fisiologi Ginjal dan Sistem Kemih.
Avaliable from URL : http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ec143924e2d850338ac6892cc86ffd0e04d6d9af.pdf,
Sherwood,
L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem Cetakan 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC : jakarta.
Solomon,
E. P., Linda, R. B., Diana, W. M., 2008. Biologi
8th Ed. Thomson Brooks/Cole: USA
No comments:
Post a Comment