Learning
Objective
1. Bagaimana
Mekanisme Kerja Obat?
2. Bagaimana
Jalur Pemberian dan Sediaan Obat?
3. Bagaimana
Mekanisme Kerja Antagonis dan Agonis, Beserta contoh?
4. Apa
saja Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Obat?
Pembahasan
Mekanisme dan nasib obat di dalam
tubuh serta faktor yang mempengaruhinya Kerja suatu obat merupakan hasil dari
banyak sekali proses. Umumnya di dasarkan suatu reaksi, yaitu:
A. Farmaseutik
Fase
farmaseutik meliputi hancurnay bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat,
dimana kebanyakan bentuk sediaan obat yang digunakan.
B. Farmakokinetik
Fase
farmakokinetik meliputi absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi.
1. Absorpsi
Absorpsi
merupakan pengambilan obat dari permukaan tubuh termasuk dalam mukosa, atau
dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke
dalam pembuluh limfe. Mekanisme absorpsi melalui membaran dapat terjadi dengan
cara:
a. Difusi
(pasif) adalah perjalanann zat langsung melalui lipid atau saluran berair.
b. Difusi
terfasilitasi (melalui pembawa) adalah pemindahan molekul polar dengan media
alat pengangkut.
c. Traspor
aktif adalah penyerapan senyawa melalui membran melawan konsentrasi dan harus
membutuhkan energi.
d. Pinositosis
adalah invaginasi dai sel membran yang menelan cairan ekstraselular hingga
memungkinkan solute dapat diangkut ke dalam hasil vakuola berair.
e. Persorpsi
adalah filtarsi atau difusi berair yang akhirnya terjadi difusi ion.
Laju
absorpsi obat :
Larut
Air > Larut Lemak > Suspensi > Padat (bentuk padat terdapat faktor
desolusi sbg penghambat absorpsi)
Tempat
pemberian à
ketersediaan peredaran darah (epitelium alveoli à cepat)
Vasodilatasi,
peningkatan aliran à mempercepat Vasokontriksi à
memperlambat
2. Distribusi
Distribusi
merupakan transfer obat yang revensibel antara letak jaringan dan plasma. Pola
distribusi menggambarkan pemainan dalam oleh faktor yang berhubungan dengan
permeabilitas, kelarutan dalam lipid, dan ikatan dalam makromolekul.
Faktor
penting dalam distribusi obat : permeabilitas membran2 dalam tubuh –a. mrupakan
barier selektif.
Epitel
yang berhimpitan à permukaan gastrointestinal, tubuli
ginjal, pembuluh empedu, SSP, Fetus, Kelenjar2, Kornea, dan kulit. Pada SSP
(otak) : kaya pembuluh darah namun terdapat barier darah – otak yang disebut
dengan Glial Foot (perpanjangan astrocyt), termasuk barier darah – CSF. Proses
transport masuk/penembusan di sini : difusi non ionik , dipengaruhi sifat larut
lemak, pH plasma (menentukan derajat ionisasi), Proses keluar à
Transport aktif. Ex. Obat peka : morfin. Kerapatan barier dapat berkurang
karena umur yang muda, dan kondisi klinis yang buruk (meningitis, dsb)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi distribusi:
a. Perfusi
darah melalui jaringan
b. Kadar
gradien, pH, dan ikatan zat dengan makromolekul
c. Partisi
ke dalam lemak
d. Transport
aktif
e. Sawar
f. Ikatan
obat dengan protein plasma
3. Biotrasformasi
Merupakan
proses metabolisme obat sebelum dikeluarkan. Fase pertama dalam metabolisme
adalah reaksi oksidase, reduksi dan hidroksi. Sedangkan fase kedua adalah
konjungasi.
Mekanisme
Biotransformasi Obat
Sederhana
– obat – metabolisme intermedier & oleh enzim-enzim metabolisme intermedier
à
obat ditransformasikan. Metabolisme obat oleh enzim-enzim khusus dalam hati.
Sistem metabolisme khusus pada mikrosoma sel-sel hati è
Sistem metabolisme obat à terletak di retikulum endoplasmic.
Enzim-enzim mengkatalisa metabolisme dengan jalan : oksidasi, reduksi,
hidrolisa, & konjugasi à butuh NADPH, Mg++ , Nikotinamide, &
molekul oksigen
4. Ekskresi
Obat
dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar
diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui
paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini
merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan
distal.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.
ELIMINASI
OBAT
Pasca
distribusi obatà disimpan à disingkirkan
dari tubuh.
Obat
polarisasi > tinggi à
diekskresi tanpa perubahan.
Obat
larut lemak (< polar)à dimetabolisir menjadi polar àdiekskresi
menjadi metabolit.
Ekskresi
lewat ginjal
àdua
cara : filtrasi glomeruli dan sekresi tubuli
Metabolit
dalam konsentrasi tinggi & sifat kurang larut à
presipitasi di lumen à pada acetylsulfanilamida à
merusak ginjal. Efek resultante dari filtrasi, sekresi, & reabsorbsi à
penyingkiran bagaian tetap obat dalam darah. “ Clearance”à
volume plasma yg dibersihkan dari obat oleh ginjal persatuan waktu (Gagak, 2012).
C. Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Cara
kerja obat sehingga menimbulkan efek. Efek ini terjadi karena ada ikatan dengan
obat. Macam-macam efek:
·
Respon molekuler
Melingkupi
bebeapa efek seperti memodulasi aktivitas enzyme atau pergerakan ion melewati
membrane.
·
Respon selluler
Melingkupi
respon sel untuk menyekresikan neurotransmitter atau hormone juga pargerakan
sel.
·
Respon organ
Meliputi
beberapa respon seperti kontraksi otot polos atau otot lurik selama pemberian obat
(Richard, 1995).
2. Jalur
Pemberian Obat
A. Oral
Sediaan
untuk pemberian peroral merupakan mayoritas dari produk-produk yang paling
sering digunakan. Dalam kelompok ini, availabilitas absorbsi biasanya ,menurun
larutan > suspensi > kapsul > tablet > tablet bersalut.
1. Larutan
Bentuk
takaran ini menyajikan komponen obat dalam suatu bentuk paling sesuai dengan
absorbsi. Karena itu, jika tidak ada kompleksasi atau miselisasi dengan
komponen-komponen formula, dan jika tidak ada degradasi dalam lambung, bentuk
takaran ini akan memberikan bioavalabilitas maksimum dan suatu permulaan (
onset )kerja yang cepat. Bentuk larutan merupakan bentuk campuran yang homogen,
sehingga bahan obat terbagi merata pada seluruh sediaan.
2. Emulsi
Merupakan
satu sistem heterogen, yang secara termodinamik tidak stabil. Paling sedikit
terdiri dari satu cairan yang tidak tercampurkan yang terdispeersi secara baik
dalam cairan lainnya dalam bentuk butiran. Emulsi oral biasanya dibuat untuk
membuat fase minyak aktif lebih mudah ditangani, lebih enak, rasanya dan
kadang-kadang lebih bioavailabel. Misalnya, griseofulvin, suatu obat yang sukar
larut dalam air, menunjukkan suatu peningkatan dalam kecepatan dan besarnya
absorbsi jika terdispersi dalam minyak jagung dan kemudian di emulsikan.
Senyawa-senyawa yang sukar larut lainnya dapat dilarutkan dalam minyak-minyak ini, karena absorbsinya mungkin di tingkatkan lagi melalui efek –efeknya pada gerakan G.I dan garam-garam empedu.
Senyawa-senyawa yang sukar larut lainnya dapat dilarutkan dalam minyak-minyak ini, karena absorbsinya mungkin di tingkatkan lagi melalui efek –efeknya pada gerakan G.I dan garam-garam empedu.
3. Suspensi
Merupakan
satu sistem dua fase yang tersusun bahan padat terdispersi dalam satu cairan.
Suatu suspensi dapat di anggap sebagai bentuk takaran yang paling di inginkan untuk suatu obat tertentu karena sejumlah alasan. Misalnya, obat-obat tertentu secara kimia tidak stabil jika dalam larutan, tetapi stabil jika suatu garam atau derivatnya yang sesuai, di suspensikan. Suspensi mungkin lebih disukai karena satu bentuk takaran padat takara tunggal karena memberikan banyak keuntungan dari bentuk takaran larutan : mudah ditelan, memberikan banyak kemudahan lebih besar dalam pemberian takaran yang luar biasa besarnya dan memberikan perubahantajaran yang tidak terbatas.
Suatu suspensi dapat di anggap sebagai bentuk takaran yang paling di inginkan untuk suatu obat tertentu karena sejumlah alasan. Misalnya, obat-obat tertentu secara kimia tidak stabil jika dalam larutan, tetapi stabil jika suatu garam atau derivatnya yang sesuai, di suspensikan. Suspensi mungkin lebih disukai karena satu bentuk takaran padat takara tunggal karena memberikan banyak keuntungan dari bentuk takaran larutan : mudah ditelan, memberikan banyak kemudahan lebih besar dalam pemberian takaran yang luar biasa besarnya dan memberikan perubahantajaran yang tidak terbatas.
4. Serbuk
dan Granul
Secara
umum serbuk granul memberikan suatu lingkungan yang lebih baik untuk
mmpertahankan stabilitas bahan aktif dari pada larutan, emulsi dan suspensi.
Keuntungan penggunaan serbuk dan granul sbb :
Ø Formulasi
atau granul halus dapat digunakan sebagai suatu pemberi minum.
Ø Serbuk
granul dapat diberikan dengan mencampurnya dengan makanan hewan.
Ø Serbuk
dapat diformulasikan sebagai suatu serbuk larut, yang dapat dicampurkan ke air
minum, atau digunakan untuk pengganti susu.
Ø Serbuk
dapat diformulasikan sebagai suatu serbuk yang dapat terbasahi untuk digunakan
dalam pemberi minum cairan.
5. Pasta
Pemakaian
formulasi pasta oral hendaknya dipertimbangkan untuk mengatasi masalh-masalah
takaran yang berkaitan dengan takaran konvensional lainnnya. Jika pasta di
formulasikan akan mejadi lengket dan enak, tidak terlalu terbuang jika
dibandingkan dengan pemberian minum cairan ( resiko kehilangan cairan dalam mulut
) atau boli, ( muntah dan hilang seluruhnya ).
6. Kapsul
Merupakan
bentuk takaran tunggal, tak brasa dan mudah diberikan dan diccernakan untuk
baham-bahan berlainan seperti serbuk, granul, pelet, suspensi, emulsi, atau
minyak. Kampsul bisa dibedakan menjadi 2, yaitu kapsul gelatin keras biasanya
digunakan untuk formulasi isi dan kapsul gelatin lunak untuk isi cairan atau
semisolid. Kapsul setelah berada di saluran G.I dapat membebaskan
komponen-komponen aktif dalam bentik yang lebih aktif yang lebih siap di
absobrsi.
7. Tablet
dan Boli ( bolus )
Tablet
memberikan pemberian yang mudah dari satu takaran akurat dan mudah di sesuaikan
dengan berbagai ukuran takaran dari bahan-bahan obat, secara umum tablet lebih
ekonomis dibandingkan dengan sistem-sistem pemberian takaran lainnya. Namun,
tablet juga memberikan masalah karena hewan dengan mudah mengeluarkan tablet
bila pemilik tidak mengetahuinya. Sekalipun tablet atau bolus telah diberikan
dengan tepat, hewan-hewan pemamah biak cukup sering memuntahkan dan hilang lagi
bolusnya, karena itu pula efek terapiknya.
B. Perenteral
Bentuk-bentuk
takaran mencangkup larutan air, air organik, dan larutan minyak, emulsi,
suspensi dan bentuk padat untuk implantasi. Sediaan perenteral harus steril dan
bebas pirogen, jika mungkin mendekati pH fisiologik normal dan isotonik dengan
cairan tubuh lainnya.
Laju tergantung efektor (disintegrasi dan disolusi)
Obat larut lemak à desintegrasi lambat
Hidrofilik à desintegrasi cepat
Sifat fisikokimiawi à menentukan tempat absorpsi
(Lambung (asam) ; usus (netral))
Mukosa lambung à permeable non ion ; impermeable ion (Blodinger, 1994).
Laju tergantung efektor (disintegrasi dan disolusi)
Obat larut lemak à desintegrasi lambat
Hidrofilik à desintegrasi cepat
Sifat fisikokimiawi à menentukan tempat absorpsi
(Lambung (asam) ; usus (netral))
Mukosa lambung à permeable non ion ; impermeable ion (Blodinger, 1994).
C. Rongga
tubuh
1. Rektal
(Supositoria)
Jalur
ini bertujuan untuk mendapatkan efek sistemik atau lokal sebelah caudal dari
organ G.I.
2. Vaginal
(Pesaria)
Pemberian
melalui vagina berbentuk tablet-tablet bulat dan dibuat dengan granulasi atau
komprehensi. Tablet efervesens dan hancur melepaskan secara cepat serta
menjamin distribusi obat aktif untuk efek seluruh rongga. Bentuk ini sering
mengandung suatu dapar untuk mengubah atau mempertahankan pH vagina yang
diperlukan untuk flora vagina fisiologik normal.
3. Telinga
Bentuk
takaran telinga demaksudkan untuk pemakaian baik telinga luar atau telinga
dalam saluran pendengaran. Mencangkup sejumlah bentuk takaran : larytan, suspensi,
salep kerucut telinga dan serbuk.
Pemakaian utama adalah untuk membersihkan lilin atau menyediakan pngobatan obat lokal.
Pemakaian utama adalah untuk membersihkan lilin atau menyediakan pngobatan obat lokal.
4. Hidung
Inhalasi
obat-obat sering menghasilkan permulaan kerja yang sebanding dengan pemberian
oleh injeksi i.v. tanpa banyak masalah yang berkaitan dengn metode ini. Jika
saluran pernafasan terjadi iritasi, j lan tersebut akan berkerut dan menyebabka
masalah dalam absorbsi. Vaksin dan obat diberikan melalui intranasal secara
berurutan atau stimulan. Eektivitas kerja tergantung pada formula atau metode
pemberiannya. Misal alat-alat spray digunakan untuk penyuntikan nasal.
Kedalaman penetrasi tergantung pada besarnya partikel yang di suntikkan.
5. Mata
Sediaan
berupa minyak suspensi, larutan suspensi, emulsi atau sale steril uantuk pemakaian
topikal dengan penetesan.
D. Intra
mamari
Digunakan
untuk iritasi minimal pada ambing, suatu KPM yang rendah, suatu derajat rendah
dari protein-protein susu dan jaringan ambing.
E. Topikal
Sediaan
topikal dapat digunakan untuk perlindungan setempat atau alasan-alasan
terapetik ( serbuk/ bedak tabur ., larutan, suspensi, lotion, krim, salep,
aerosol ) atau untuk aktivitas sistemik ( Blodinger, 1994 ).
3. Antagonisme
a. Agonis
Agonis
adalah sebuah obat yang memiliki afinitas terhadap reseptor tertentu dan menyebabkan
perubahan dalam reseptor yang menghasilkan efek diamati. Agonis lebih lanjut
dicirikan sebagai agonis penuh, menghasilkan respon maksimal dengan menempati
seluruh atau sebagian kecil dari reseptor, atau agonis parsial, menghasilkan
kurang dari respon maksimal bahkan ketika obat tersebut menempati seluruh
reseptor. Afinitas menjelaskan kecenderungan untuk menggabungkan obat dengan
jenis tertentu dari reseptor, sedangkan aktivitas efficary atau intrinsik suatu
obat mengacu pada efek maksimal obat dapat menghasilkan. Sebuah agonis parsial
memiliki aktivitas kurang intrinsik dari agonis penuh. Potensi adalah istilah
yang sering disalahpahami ketika membandingkan dua atau lebih obat yang
menimbulkan efek beberapa diamati. Potensi obat mengacu pada dosis yang harus
diberikan untuk menghasilkan efek tertentu intensitas yang diberikan. Potensi
dipengaruhi oleh afinitas obat untuk obat itu adalah reseptor situs dan oleh
proses-proses farmakokinetik yang menentukan konsentrasi obat di sekitar
langsung dari situs kerjanya (biophase). Potensi obat berbanding terbalik
dengan dosis; makin rendah dosis yang diperlukan untuk menghasilkan respon
lain, semakin kuat obat. Potensi adalah relatif, dan bukan merupakan ekspresi,
mutlak aktivitas obat. Untuk penentuan potensi standar harus didefinisikan, dan
perbandingan potensi hanya berlaku untuk obat yang menghasilkan respon
dinyatakan dengan mekanisme yang sama tindakan. Potensi suatu obat tidak
necessarity berkorelasi dengan keberhasilan atau keselamatan, dan obat yang paling
ampuh dalam seri klinis tidak selalu superior. rendah adalah potensi kerugian
hanya jika dosis efektif adalah begitu besar sehingga terlalu mahal untuk
memproduksi atau terlalu rumit untuk dijalankan.
b. Antagonis
Antagonis
adalah obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu secara
intrinsik menimbulkan efek farmakoligik sehingga menghambat karja suatu agonis.
Antagonis dibedakan menjadi 2 yaitu :
·
Antagonisme fisiologi, yaitu antagonisme
pada sistem fisiologi yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.
Misalnya, efek histamin dan autakoid lainnya yang dilepaskan tubuh sewaktu
terjadi syok anafilaktik dapat diantagonisasi dengan pemberian adrenalin.
·
Antagonisme pada reseptor, yaitu
antagonisme malalui sistem reseptor yang sama (antagonisme antara agonis dengan
antagonismenya). Misalnya, efek histamin yang dilepaskan dalam reaksi alergi
dapat dicegah dengan pemberian antihistamin yang menduduki reseptor yang sama.
Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif :
Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif :
·
Antagonisme kompetitif : antagonis
mengikat reseptor di tempat ikatan agonis (receptor site atau active site)
secara reversibel sehingga dapat digeser aloh agonis kadar tinggi. Hambatan
kadar agonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhir dicapai
efek maksimal yang sama.
·
Antagonisme nonkompetitif : hambatan
efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai akan
berkurang, tetapiafinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.
Antagonisme nonkompetitif terjadi jika :
1. Antagonis
mengikat reseptor secara ireversibel, di receptor site maupun di tempat lain
sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya. Efek maksimal akan
berkurang tetapi afinitas agonis terhadap reseptor yang bebas tidak berubah.
Contoh: fenoksibenzamin mengikat reseptor adrenergik α di receptor site secara
ireversibel.
2. Antagonis
mengikat bukan pada molekulnya sendiri tapi pada komponen lain dalam sistem
reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi reseptor dalam sel
terget, misalnya molekul enzim adenilat siklase atau molekul protein yang
membentuk kanal ion. Ikatan antagonis pada molekul-molekul tersebut, secara
reversibel maupun ireversibel akan mengurangi efek yang dapat ditimbulkan oleh
kompleks agonis-reseptor tanpa mengganggu ikatan agonis dengan molekul
reseptornya (afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah).
4. Faktor
yang Mempengaruhi Efektivitas Obat
Faktor- faktor yang mempengaruhi
absorpsi adalah:
a. Sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya
b. Besar partikel
c. Sediaan obat
d. Dosis
e. Rute pemberiaan obat
f. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi
g. Besar permukaan yang mengabsorpsi
h. Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi
i. Integritas membran
j. Aliran darah organ yang mengabsorpsi
a. Sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya
b. Besar partikel
c. Sediaan obat
d. Dosis
e. Rute pemberiaan obat
f. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi
g. Besar permukaan yang mengabsorpsi
h. Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi
i. Integritas membran
j. Aliran darah organ yang mengabsorpsi
DAFTAR PUSTAKA
Adams,
H, Richard. 1995. Veterinery Pharmacology
and Therapeutics. Iowa University Press, Ames, Iowa.
Anief,
Moh. 2007. Apa Yang Peru Diketahui
Tentang Obat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Blodinger,
Jack. 1994. Formulasi Bentuk Sediaan Veteriner. Airlangga University
Press: Surabaya
Gagak, Donny, S. 2012. Farmakologi Dasar. Presentasi Kuliah Pengantar. Tanggal 11
September 2012. Fakultas
Kedokteran Hewan
UGM. Yogyakarta.
Wanamaker,
P. Massey, Locked. 1996. Applied Pharmacology for the Veterinary Technician.
WB Saunders: Columbia.
No comments:
Post a Comment