LEARNING
OBJECTIVE
1. Memahami
Tentang Kesrawan
2. Mengetahui
Dasar Hukum Yang Mengatur Kesrawan
3. Mengetahui
Tolak Ukur Kesejahteraan Hewan
PEMBAHASAN
Kesejahteraan hewan (Animal
Welfare) yaitu
suatu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan yang sesuai bagi satwa sehingga
berdampak ada peningkatan sistem psikologi dan fisiologi satwa. Kegiatan ini
merupakan kepedulian manusia untuk meningkatkan kualitas hidup bagi satwa yang
terkurung dalam kandang atau terikat tanpa bisa leluasa bergerak (Anonim5, 2009).
Hak Asasi Hewan (Animal
Rights) yaitu hak-hak dasar hewan untuk hidup layak/bebas dari intervensi
manusia. Sebagai hak mendapatkan perlindungan dan perlakuan oleh manusia antara
lain dalam perawatan, tempat tinggal, pengangkutan, pemanfaatan, cara
pemotongan, juga cara euthanasia (Anonim5, 2009).
Definisi Sejahtera
a. Status Fisik (kebugaran), Indikator biologis termasuk aspek reproduksi dan
produksinya.
Kesejahteraan didefinisikan
sebagai status dari seekor hewan dengan upaya -upayanya untuk menyelaraskan diri
dengan lingkungannya. Seekor hewan dalam keadaan buruk kesejahteraannya bila sistem
fisiologinya terganggu hingga pada tingkatan dimana kemampuannya untuk bertahan
hidup dan bereproduksi telah terlumpuhkan / rusak.
b. Status Mental (perasaan), Status emosi yang positif dan negatif.
Tidaklah perlu menyatakan
bahwa “keadaan sehat” ataupun “tidak ada stress” ataupun “kebugaran yang baik”
cukup menjadi kesimpulan bahwa seekor hewan dalam keadaan yang sejahtera, Kesejahteraan adalah tergantung dari
apa perasaan si hewan”.
c. Alami (kealamiahan ciptaan Tuhan),
Kesejahteraan tidak saja
berarti mengendalikan kesakitan dan penderitaan, tetapi juga mau tidak mau
memberikan dan memenuhi kealamian hewan, yang disebut sebagai ”telos” (Anonim5, 2009).
a. Kriteria Kesejahteraan Hewan (Tiga
Konsep dasar Kesrawan)
Dalam
kriteria kesejahteraan hewan harus memenuhi aspek yang dapat memberikan
keleluasaan sebagai berikut :
1) Status
Fisik (kebugaran),
Indikator biologis termasuk
aspek reproduksi dan produksinya. Kesejahteraan
didefinisikan sebagai status dari seekor hewan dengan upaya – upayanya untuk menyelaraskan diri
dengan lingkungannya. Seekor hewan dalam
keadaan buruk kesejahteraannya hanya bila system fisiologinya terganggu hingga
pada tingkatan dimana kemampuannya untuk bertahan hidup dan bereproduksi telah
terlumpuhkan / rusak.
2) Status
Mental (perasaan),
Status emosi yang positif
dan negatif. Tidaklah perlu menyatakan bahwa “keadaan sehat” ataupun “tidak ada
stress” ataupun “kebugaran yang baik”
cukup menjadi kesimpulan bahwa seekor hewan dalam keadaan yang
sejahtera. Kesejahteraan adalah tergantung dari apa perasaan si hewan”.
3) Alami
(kealamiahan ciptaan Tuhan),
Kesejahteraan tidak saja
berarti mengendalikan kesakitan dan penderitaan, tetapi juga mau tidak mau
memberikan dan memenuhi kealamian hewan, yang disebut sebagai “telos” (Anonim5. 2009).
b. Syarat – Syarat Kesejahteran Hewan
Berdasarkan Pemanfaatan/Tujuannya
Syarat
– syarat kesejahteraan hewan dan penerapannya pada beberapa lingkup kelompok
satwa dan penanganannya :
1) Farm
Animal (hewan ternak), meliputi antara lain sistem produksi, cara pemeliharaan,
mutilasi (potong paruh, tanduk, ekor), pengangkutan, pasar hewan, rumah potong
dan pemotongan yang halal.
2) Working
animal (hewan kerja), antara lain persyaratan kerja meliputi hewan kuda, sapi,
onta dan gajah.
3) Entertainment
animals (hewan hiburan), antara lain olah raga dan rekreasi, kuda pacu, anjing
balap, pacu sapi/kerbau, adu ayam, adu domba dll.
4) Laboratory
animal (hewan laboratorium) antara lain untuk penelitian.
5) Hewan untuk fashion,
seperti perdagangan bulu hewan, kulit hewan dll.
6) Pet
or companion animal (hewan kesayangan), antara lain tanggung jawab pemilik,
strategi depopulasi, implikasi penyakit zoonotik, mutilasi untuk pameran, pet
shop,perdagangan exotic pet, aquatic animals.
7) Wild
animals (Hewan liar), antara lain meliputi program rehabilitasi, konservasi,
kebun binatang, taman safari hewan liar.
8) Perlakuan hewan untuk upacara agama, meliputi
hewan kurban, filosofi kebudayaan, pemotongan secara agama dan perlakuan hewan
kurban.
9) Euthanasia
(mercy sleeping/killing), meliputi kriteria, metode yang manusiawi,
pertimbangan sosial budaya, aspek legal, komunikasi dengan pemilik.
10) Pertolongan
pertama pada hewan sebagai akibat bencana alam, perang dan risk assessment.
11) Peraturan
perundangan untuk perlindungan hewan (Anonim5, 2009).
c. Asas – Asas dalam Kesejahteraan
Hewan
Asas – asas dalam Kesejahteraan Hewan : Konsep mengenai animal welfare
adalah konsep dari World Society
for Protection of Animals (WSPA). Konsep animal welfare dari WSPA dikenal dengan nama “Five Freedom“. Ketentuan ini
mewajibkan semua hewan yang dipelihara atau hidup bebas di alam memiliki
hak – hak / kebebasan berikut :
1)
Freedom
from hunger and thirst (Bebas dari rasa lapar dan haus).
Salah satu kebutuhan dasar mahluk hidup adalah makan dan
minum. Oleh sebab itu,setiap hewan mempunyai hak untuk terpenuhi dalam hal
makanan dan minumnya. Makanan dan minum hewan inipun harus tepat, proporsional,
layak, higienis, memenuhi gizi serta sesuai dengan musim.
2)
Freedom
from discomfort (Bebas dari rasa ketidaknyamanan).
Setiap hewan, walaupun dipelihara, tetap memiliki hak
untuk bebas dari rasa tidak nyaman.Rasa tidak nyaman ini bisa
diakibatkan berbagai macam hal seperti kandang yang terlalu kecil, kotor, panas
atau tidak nyaman, dsb.
3)
Freedom
from pain, injury, and disease (Bebas dari luka,sakit dan penyakit).
Hewan pun punya hak bebas dari rasa sakit, penyakit dan
luka. Artinya mereka berhak mendapat pengobatan atau pertolongan bila mengalami
luka atau sakit. Vaksinasi adalah salah satu usaha untuk mencegah mereka
terkena penyakit yang fatal dan penyakit menular.
4)
Freedom
from fear and distress (Bebas dari rasa takut dan penderitaan).
Selain ketiga hal di atas yang wajib terpenuhi, hewan juga
punya hak bebas dari rasa takut dan stress,tidak ada konflik (pertengkaran)
antar atau lain species, tidak adanya gangguan dari hewan pemangsa (predator).
5)
Freedom
to express normal behavior (Bebas dari mengekspresikan perilaku normal dan alami).
Seperti halnya manusia, hewan juga memiliki sifat dan
kebiasaan alamiah. Sifat dan kebiasaan ini bisa merupakan ciri dari spesies
hewan tersebut atau bersifat individual. Oleh sebab itu, hewan memiliki
hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang memadai, fasilitas kandang yang
sesuai dengan tingkah laku (behavior) satwa dan adanya teman untuk berinteraksi
sosial (Anonim4,
2009).
d. Komponen dalam Kesejahteraan Hewan (Ilmu,
Etika, dan Hukum)
1) Ilmu kesrawan adalah untuk mengukur efek terhadap hewan atas adanya situasi dan
lingkungan yang berbeda, dari sudut pandang si hewan.
2) Etika pada kesrawan adalah tentang bagaimana seyogyanya manusia memperlakukan hewan
3) Hukum tentang kesrawan adalah tentang bagaimana manusia harus memperlakukan
hewan (Anonim5, 2009).
e.
Penunjang Kesejahteraan Hewan
1) Perilaku stereotipe : yang merupakan perilaku yang tidak
terjadi di alam, adalah tindakan berulang–ulang dan perilaku itu tidak ada
fungsinya. Hal ini terjadi karena satwa telah gagal untuk mengatasi atau
mengalihkan dirinya dari keadaan yang menyebabkan stress.
2) Kandang : untuk point ini pengelola harus
mendesain kandang sesuai dengan kebutuhan biologis dan perilaku satwa, serta
mampu membuat satwa merasa nyaman, aman dan mereka harus didorong untuk dapat
melakukan gerakan khusus sesuai dengan kecenderungan gerakan dan perilaku
spesies tersebut.
3) Ruang : ukuran ruang kandang harus
memungkinkan satwa bisa melakukan gerakan alami seperti terbang, berlari,
berenang cepat, dan lain-lain.
4) Pagar
pembatas : pagar
pembatas yang membatasi satwa harus dibuat kokoh, bebas dari kerusakan, sesuai
dengan speciesnya, dapat menampung satwa serta tidak membahayakan satwa
tersebut.
5) Substrat
(bahan – bahan) kandang : penyediaan
bahan – bahan kandang yang sesuai dengan morfologi satwa, sifat serta perilaku
satwa sehingga memungkinkan untuk hidup nyaman.
6) Sarana
pelengkap lingkungan kandang : dalam hal ini pelengkap lingkungan kandang disebut dengan
enrichment kandang yang bertujuan untuk memfasilitasi satwa agar berperilaku
sesuai dengan yang mereka inginkan dan mendorong untuk mengekspresikan perilaku
alaminya.
7) Variasi
Makanan : setiap
spesies memiliki perilaku makan yang berbeda sehingga perlu difasilitasi untuk
merangsang pola makan yang benar serta menghindarkan dari kebosanan terhadap
makanan yang disediakan.
8) Kondisi
lingkungan : Tempat bersembunyi dan Privasi : kandang harus didesain dan dilengkapi dengan fasilitas ini,
tujuannya meminimalisir gangguan secara psikologi dan perilaku, serta mendorong
satwa untuk merespon setiap faktor yang ada seperti halnya di habitat aslinya.
Tempat untuk menghindari terik matahari, pandangan penonton, serta adanya
beberapa jenis satwa yang membutuhkan daerah privasi atau mampu menggambarkan
daerahnya secara visual.
9) Kesejahteraan satwa terkait dengan kemampuan satwa untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Sehingga menjadi
faktor penting apabila satwa yang dikurung mendapatkan kondisi temperatur,
kelembaban, cahaya dan ventilasi yang sesuai dengan biologi dan perilaku
mereka.
10) Air Minum
: kandang perlu dilengkapi dengan
suplai air minum yang segar setiap waktu dan jumlah yang memadai dengan jumlah
penghuni kandang.
11) Perlindungan
dan Keselamatan : fasilitas
Lembaga Konservasi harus dioperasikan dengan cara yang dapat menjamin keamanan
dan keselamatan satwa, staff dan orang yang tinggal berdekatan dengan sarana
Lembaga Konservasi.
12) Papan
peringatan : papan
peringatan yang informatif tentang biologi satwa, perilaku, gaya alami, status
konservasi serta diletakkan dilokasi yang mudah dilihat oleh pengunjung.
13) Animal
show : pertunjukkan satwa yang alamiah
seperti di habitat aslinya merupakan hiburan yang edukatif tanpa harus merubah
perilaku satwa menjadi lebih mirip manusia (Anonim4, 2009).
2. Hukum
yang Mengatur Kesrawan
a. UU no. 6 tahun 1967 pasal 22
Kesejahteraan hewan.
Untuk kepentingan kesejahteraan
hewan, maka dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang :
1) Tempat
dan perkandangan;
2) Pemeliharaan dan perawatan;
3) Pengangkutan;
4) Penggunaan
dan pemanfaatan;
5) Cara
pemotongan dan pembunuhan;
6) Perlakuan
dan pengayoman yang wajar oleh manusia terhadap hewan (Anonim1,1967).
b. UU no. 18 tahun 2009 pasal 66-67
(KESRAWAN)
Pasal 66
(1)
Untuk kepentingan
kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan
penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan;
pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang
wajar terhadap hewan.
(2)
Ketentuan mengenai kesejahteraan
hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang
meliputi:
1)
Penangkapan dan penanganan satwa
dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di
bidang konservasi;
2)
Penempatan dan pengandangan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat
mengekspresikan perilaku alaminya;
3)
Pemeliharaan, pengamanan,
perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan
bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan,
serta rasa takut dan tertekan;
4)
Pengangkutan hewan dilakukan
dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta
bebas dari penganiayaan;
5)
Penggunaan dan pemanfaatan hewan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan
penyalahgunaan;
6)
Pemotongan dan pembunuhan hewan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa
takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
7)
perlakuan terhadap hewan harus
dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan.
(3)
Ketentuan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan
bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang
dapat merasa sakit.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri (Anonim3, 2009).
Pasal 67
Penyelenggaraan
kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama masyarakat (Anonim3, 2009).
c.
UU Nomor 5 tahun 1990, tentang konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya.
1) UU
Nomor 5 Tahun 1990 pasal 22 ayat 2 huruf
a,c,e bahwasannya setiap orang dilarang :
a) menangkap,
melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b)
mengeluarkan satwa yang
dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia;
c) mengambil, merusak, memusnahkan,
memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yangdilindungi.
Dan bila yang melanggar akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
(Anonim2, 1990).
2) UU
Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya.
Tersangka bisa dijerat dengan Pasal 21,
ayat 2, huruf b dan d yang berbunyi setiap orang dilarang untuk menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi
dalam keadaan mati dan memperniagakan, menyimpan, atau memiliki kulit, tubuh,
atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang terbuat
dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia (Anonim2,
1990).
3) UU
nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
pelaku perdagangan satwa dilindungi bisa dikenakan ancaman hukuman penjara 5
tahun dan denda Rp 100 juta (Anonim2, 1990).
d. KUHP
Pasal 302
1. Diancam dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
a. barang siapa tanpa tujuan yang patut
atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau
merugikan kesehatannya;
b. barang siapa tanpa tujuan yang patut
atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja
tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya
atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada
hewan yang wajib dipeliharanya.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan
sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya,
atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan
hewan.
3. Jika hewan itu milik yang bersalah,
maka hewan itu dapat dirampas.
4. Percobaan melakukan kejahatan
tersebut tidak dipidana.
Lembaga yang mengatur animal welfare
1.
OIE (Office Internationl des Epizooticae)
2.
RSPCA (Royal Society for the
Prevention of Cruelty to Animals)
3.
UDAW (Universal Declaration of Animal Welfare)
4.
WSPA (World Society for the Protection of Animals)
5.
CIWF (Compassion in World Farming)
6.
HSI (Humane Society International)
3. Tolak
Ukur Kesrawan
ANI
(Animal Needs Index)
ANI (Animal Needs Index) merupakan
metode yang ditemukan oleh ilmuwan Austria pada tahun 1999 bernama Helmut
Bartussek, dimana metode ini bertujuan untuk menilai kandang hewan terhadap
pengaruhnya ke kesejahteraan hewan tersebut (Fraser, 2008).
Elemen-elemen ANI pada Ternak
Komponen
|
Kriteria yang dinilai
|
Nilai terendah - tertinggi
|
Kemampuan Bergerak
|
- Area per hewan
- Bangun dan berebah
- Latihan-latihan diluar
- Akses ke padang rumput
|
0-3.0
0-3.0
0-3.0
0-1.5
|
Kontak Sosial
|
- Area per hewan
- Struktur sosial gembala
- Integrasi ternak pengikut
- Latihan-latihan diluar
- Akses ke padang rumput
|
0-3.0
-0.5-2.0
-0.5-1.0
0-2.5
0-1.5
|
Kualitas Lantai
|
- Ketahanan lanta
- Kebersihan lantai
- Kelicinan
- Kondisi lantai, untuk bergerak
- Kondisi lantai, untuk exercise
- Akses ke padang rumput
|
-0.5-2.5
-0.5-1.0
-0.5-1.0
-0.5-1.0
-0.5-1.5
0-1.0
|
Kondisi didalam bangunan
|
- Kualitas udara
- Cahaya
- Peralatan-peralatan bising
- Hari diluar / tahun
- Jam diluar / tahun
|
-0.5-1.5
-0.5-2.0
-0.5-1.0
0-2.0
0-2.0
|
Kualitas Perawatan Manusia terhadap Hewan
|
- Kebersihan Kandang
- Keadaan Peralatan
- Keadaan kulit hewan
- Kebersihan hewan
- Keadaan kuku hewan
- Luka karena peralatan / kandang
- Kesehatan hewan
|
-0.5-1.0
-0.5-1.0
-0.5-1.0
-0.5-0.5
-0.5-1.5
-0.5-1.5
-0.5-1.5
|
(Fraser,
2008).
·
TGI (Tiegerechttheitsindex)
Tiergerechtheitsindex merupakan
metode yang hampir sama dengan ANI yakni metode dalam penilaian apakah hewan
itu sejahtera atau tidak. Tiergerechtheitsindex dikenalkan oleh ilmuwan bernama
Sundrum Andersson dan Postler pada tahun 1994 (Bennedsgaard).
Metode
Tiergerechtheitsindex ini lebih dikenal sebagai TGI200, dimana metode ini
biasanya digunakan oleh Organisasi organik di jerman untuk menyatakan tingkat
kesejahteraan pada pertanian ternak organik (Bennedsgaard).
Ada 7 tema yang
dijadikan protokol dalam penentuan kesejahteraan hewan tersebut yakni :
-
Lokomosi - Kenyamanan - Resting
-
Pakan - Kehigienan
-
Tingkah Laku Sosial - Stockmanship (Bennedsgaard).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim1.1967. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 1967 Tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Jakarta : MPRS – RI
Anonim2.1990. Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta : Kepala Biro Hukum dan Perundang –
Undangan
Anonim3. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta : Kepala Biro
Perundang – Undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat
Anonim4. 2009. Pengamatan Kesrawan dan Lima Kebebasan Hewan.
Bandung : PB-PDHI
Anonim5, 2009. Kesejahteraan Hewan. Bandung : PB-PDHI
Bennedsgaard, T., and Thamsborg, SM. Comparison of welfare
assessment in organic dairy herds by the TGI200-protocol and a factor model
based on clinical examinations and production parameters
: Austria diakses dari http://www.veeru.rdg.ac.uk/organic/proc/Benn.htm
Fraser, David. 2008. Understanding Animal Welfare.
Wiley-Blackwell : USA
No comments:
Post a Comment