LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
menerapkan kesejahteraan hewan pada sapi perah?
2. Bagaimana
Menejemen pemeliharaan ternak sapi perah?
3. Bagaimana
Penilaian SKT?
PEMBAHASAN
1. Menerapkan
Kesrawan Sapi Perah
Menurut International Dairy Federation dan FAO (Food and
Agriculture Organization) dalam Guide to
Good Dairy Farming Practice (2004), terdapat lima aspek penting untuk tata
laksana peternakan sapi perah yang baik:
A. Kesehatan hewan
Salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala
1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan
retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh
yang kurus menyebabkan produksi susu menurun dengan kadar lemak yang rendah.
Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah
adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang
baik
Ciri-ciri
sapi perah betina yang baik:
1. Kepala
panjang , sempit, halus, sedikit kurus dan tidak banyak berotot
2. Leher
panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedadang dan lipatan-lipatan
kulit leher halus
3. Pinggang
pendek dan lebar
4. Gumba,
punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang
5. Kaki kuat,
tidak pincang dan jarak antara paha lebar
6. Badan
berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol (BCS
umumnya 2)
7. Dada lebar dan tulang -tulang rusuk
panjang serta luas
8. Ambing besar,
luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha. Kondisi
ambing lunak, elastis dan diantara keempat kuartir terdapat jeda yang cukup
lebar. Dan saat sehabis diperah ambing akan terlimpat dan kempis, sedangkam
sebelum diperah gembung dan besar.
9. Produksi
susu tinggi,
10. Umur 3,5-4,5
tahun dan sudah pernah beranak,
11. Berasal dari
induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
12. Tubuh sehat
dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
13. Tiap tahun
beranak (Anonim a, 2009).
B. Kehigienisan susu
Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang
dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan
(Hadiwiyoto, S., 1983).
Kontaminasi air susu dapat terjadi karena :
1.
Cara pemerahan yang tidak hygienis, antara
lain:
a. Tidak menggunakan kandang perah yang bersih, sehingga berbau.
b. Tidak menggunakan alat perah yang bebas hama, seperti milk can.
c.
Ternak tidak dibersihkan dari kotoran, terutama bagian
yang berdekatan dengan anus dan ambing.
d.
Tangan pemerah tidak dibersihkan terlebih dahulu.
e.
Cara memerah yang salah dan
f.
Sapi dan pemerah sakit.
2.
Penyimpanan air susu pada can yang berkaitan dengan
bau ruangan, keadan debu, temperatur dan kelembaban ruangan.
3.
Pengolahan air susu.
4.
Transportasi air susu (Saleh,
2004).
C.
Pemberian pakan dan
minum ternak
Pemberian
pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system
penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya.
Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi
dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi
pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi
sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan
tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan
makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan
yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan
bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur,
dll. (Anonim a, 2009).
D.
Kesejahteraan hewan
WSPA menaksirkan kesejahteraan hewan
menggunakan aturan Lima Kebebasan Hewan:
·
Freedom from hunger and thirst—kebebasan
dari kelaparan dan kehausan
·
Freedom from discomfort –kebebasan dari
ketidaknyamanan
·
Freedom from pain, injury, and
disease—kebebasan dari rasa sakit, terluka, dan penyakit
·
Freedom from fear and distress –kebebasan
dari rasa takut dan stress
·
Freedom to express normal
behavior—kebebasan untuk mengekspresikan perilaku alamiah (FAWC 2003)
E. Lingkungan
Lokasi
yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman
penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah
tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus
pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat
dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak
sapi perah membuang limbah kebadan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi
pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan,
terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine,
sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991;
Prasetyo et al., 1993).
Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi
masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini
dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk
mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha
lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos,
budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling
sinergis (Hidayatullah et al., 2005).
2. Menejemen
Pemeliharaan Sapi Perah
Menejemen Pemeliharaan Ternak
didasarkan pada 5 aspek: Menejemen Kandang, Menejemen Pakan, Menejemen
Pemeliharaan, Menejemen Produksi dan Reproduksi, Menejemen Kesehatan, dan
Menejemen Lingkungan.
Manejemen Pemeliharaan:
a.
Manajemen
Pakan
Pakan
sapi terdiri dari hijauan (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu,
lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi
dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat. Umumnya pakan diberikan dua kali
perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan
sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Hijauan diberikan siang hari
setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ ekor/ hari.
Pemberian
pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sistem
penggembalaan, sistem perkandangan atau intensif dan sistem kombinasi keduanya.
Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi
dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi
pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi
sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan
tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan
makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan
yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan
(leguminosa).
Sumber
karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil
kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll.
Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari
sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus
diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama
adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan
kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif
dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi
digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut
jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi
guna memperkuat kakinya (Soetarno,
1999).
Pakan sapi perah
umumnya dibagi tiga :
1)
Hijauan :
·
Rumput - rumputan : Rumput gajah (Pennisetum
purpureum), Rumput Raja (King grass),
setaria, benggala (Pennisetum maximum), rumput lapang dan BD (Brachiaria
decumbens),
·
Kacang-kacangan : Lamtoro, turi, gamal
2)
Konsentrat : Dedak, bunkil kelapa,
bungkil kacang tanah, jagung kedelai.
3)
Limbah pertanian : Jerami padi, jerami
jagung, jerami kedelai, dll.
Pakan
yang diberikan kepada sapi perah secara umum berupa hijauan 60 % dari BK (berat
kering) dan 40 % Konsentrat. Dalam hal ini hijauan yang digunakan 75% rumput
alam dan 25 % rumput unggul. Sebagai contoh bila berat sapi 450 kg dan produksi
susu 13 kg / hari lemak 3,5% dapat diberikan pakan : rumput alam 21 kg, rumput
gajah 7,5 kg dan konsentrat pabrik 6 kg.
Selain makanan,
sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per
hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan
berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara.
Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal
musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan
dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi
kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Soetarno, 1999 ; Santosa,
2006).
b.
Manajemen
Kandang
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau
tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal,
penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang
yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling
berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut
biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menjaga agar ternak nyaman sehingga dapat mencapai produksi yang optimal, yaitu
:
1)
Persyaratan
secara umum :
·
Ada sumber air atau sumur
·
Ada gudang makanan atau rumput atau
hijauan
·
Jauh dari daerah hunian masyarakat
·
Terdapat lahan untuk bangunan dengan
luas yang memadai dan berventilasi
2)
Persyaratan
secara khusus :
·
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor
sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m atau 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina
dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x 1 m per ekor, dengan
tinggi atas ± 2-2,5 m dari tanah.
·
Ukuran bak pakan : panjang x lebar =
bersih 60 x 50 cm
·
Ukuran bak minum : panjang x lebar =
bersih 40 x 50 cm
·
Tinggi bak pakan dan minum bagian dalam
40 cm (tidak melebihi tinggi persendian siku sapi) dan bagian luar 80 cm
·
Tinggi penghalang kepala sapi 100 cm
dari lantai kandang
·
Lantai jangan terlalu licin dan terlalu
kasar serta dibuat miring (bedakan ± 3 cm). Lantai kandang harus diusahakan
tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari
tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah
dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
·
Selokan bagian dalam kandang untuk
pembuangan kotoran, air kencing dan air bekas mandi sapi : Lebar (L) x Dalam
selokan (D) = 35 x 15 cm
·
Selokan bagian luar kandang untuk
pembuangan bekas air cucian bak pakan dan minum : L x D = 10 x 15 cm
·
Tinggi tiang kandang sekurang-kurangnya
200 cm dari lantai kandang
·
Atap kandang dibuat dari genteng
·
Letak kandang diusahakan
lebih rendah dari sumber air dan lebih tinggi dari lokasi tanaman rumput.
Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga
dataran tinggi (> 500 m). Temperatur di sekitar kandang 25-40°C (rata-rata
33°C) dan kelembaban 75%. Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah
dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti
creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya(Wahiduddin, 2009).
·
Masa praproduksi : Kandang seekor sapi
masa produksi membutuhkan lahan seluas 380x140 cm = 5,32 m2. Luas
lahan ini sekaligus termasuk selokan, jalan kandang dan tempat pakan. Kandang
sapi dara siap bunting sampai bunting membutuhkan lahan 12x20 m2 =
240 m2 untuk 10 ekor. Dalam hal ini sapi dara dilepaskan secara
berkelompok. Kandang seekor pedet membutuhkan lahan seluas 150x120 cm2
= 1,8 m2
·
Masa produksi :
o Sirkulasi udara cukup dan mendapat
sinar matahari, sehingga kandang tidak lembap. Kelembapan ideal yang dibutuhkan
sapi perah adalah 60-70%
o Lantai kandang selalu kering.
o Tempat pakan yang lebar sehingga
memudahkan sapi dalam mengonsumsi pakan yang disediakan.
o Tempat air dibuat agar air selalu
tersedia sepanjang hari.
·
Kotoran ditimbun di tempat lain agar
mengalami proses fermentasi (±1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang
sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka)
agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus
tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang
tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan
yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara
tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih
tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan
sapi.
3)
Jenis
Kandang Berdasarkan Peruntukannya
Jika dilihat dari
peruntukannya, kandang sapi perah dapat dibagi menjadi 5 jenis kandang, yakni
kandang pedet (0-4 bulan), kandang sapi remaja (4-8 bulan), kandang sapi dara
(8 bulan-2 tahun), kandang sapi dewasa (lebih dari 2 tahun dan masa
laktasi), dan kandang sapi yang akan beranak.
a) Kandang Pedet 0-4 Bulan
b) Kandang Pedet Lepas Sapih (4-8 bulan)
c) Sapi Dara (8 bulan-2 tahun)
d) Kandang Sapi Dewasa atau Masa Produksi (Lebih dari
2 tahun dan Laktasi)
e) Kandang
Sapi yang akan Beranak (Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006)
c.
Manajemen
Pemeliharaan
1)
Sanitasi
dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif
sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara
pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi
yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan
(ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi
susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera
diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2
bulan.
2)
Perawatan
Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali.
Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan
sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang
ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk.
Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas
lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu
sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet
hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa
ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang
sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran
pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
3)
Pemeliharaan
Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain
agar mengalami proses fermentasi (1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang
yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak
terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang
bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di
luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi
agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran.
Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan
sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk
memandikan sapi (Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006).
d.
Manajemen
Produksi dan Reproduksi
1)
Manajemen
Produksi
a) Waktu Pemerahan
Pemerahan dilakukan 2 kali sehari , yaitu
pada pagi dan sore hari. Namun jika produksi susu yang dihasilkan lebih dari 25
liter/hari, pemerahan sebaiknya dilakukan tiga kali sehari yakni pagi, siang
dan sore hari.
b) Jarak pemerahan
Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah
susu yang dihasilkan. Jika jaraknya sama, yakni 12 jam, jumlah susu yang akan
dihasilkan pada waktu pagi dan sore hari sama. Namun jika jarak pemerahan tidak
sama, maka jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari akan lebih sedikit daripada
pagi hari.
c)
Persiapan
pemerahan.
·
Membersihkan
kandang dari segala kotoran.
·
Mencuci
daerah lipat paha sapi yang akan diperah.
·
Memberi
konsentrat kepada sapi yang akan diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan
sapi sedang makan dan dalam keadaan tenang.
·
Membersihkan
alat-alat pemerahan susu(ember dan alat takar susu) dan susu.
·
Membersihkan
tangan pemerah (jika dilakukan secara manual dengan tangan).
·
Mencuci ambing dengan air bersih,
kemudian melapnya dengan lap bersih.
·
Membersihkan
mesin pemerah, terutama karet penyedot yang berkontak langsung dengan ambing
(jika pemerahan dilakukan dengan mesin pemerah). Karet penyedot
ini harus dibersihkan dengan air panas.
·
Melakukan
uji mastitis setiap sebelum melakukan pemerahan (Sindoredjo, 1960
; Santosa,
2006)
2)
Manajemen
Reproduksi
Sapi-sapi yang dipelihara harus teridentifikasi
dengan benar, yaitu diberi nomor telinga dan nama, hal ini diperlukan untuk
mengetahui silsilah, baik induk maupun jantannya, potensi produksi, umur sapi dan
masa laktasi atau masa produksi.
a)
Metode
perkawinan
Perkawinan
sapi perah dapat dilaksanakan dengan 2 cara :
·
Kawin alam
·
Kawin suntik (inseminasi buatan atau
IB).
Periode birahi
rata-rata 21 hari sekali, tetapi dapat pula sapi-sapi yang memiliki periode birahi
bervariasi dari 17 – 26 hari. Lama masa birahi ini berlangsung selama 6 – 36
jam dengan rata-rata 18 jam untuk sapi betina dewasa dan 15 jam untuk
sapi dara.
Tanda-tanda umum
birahi sapi perah sebagai berikut :
·
Sapi
betina yang sedang birahi akan menaiki sapi betina yang lain.
·
Sapi
gelisah dan berjalan mondar-mandir.
·
Keluar
cairan yang kental, jernih dan berkaca-kaca dari alat kelaminnya.
·
Kemaluan
(vulva) berwarna merah, bengkak dan hangat.
Meskipun demikian
ada pula beberapa sapi yang mempunyai sifat-sifat birahi diam (silent heat),
yaitu sapi tidak memperlihatkan gejala-gejala birahi yang jelas seperti yang
telah disebutkan.Untuk mendapatkan persentase kebuntingan yang tinggi, biasanya
dipakai pedoman perkawinan yang tepat. Perkawinan ini harus dilaksanakan dengan
benar dan tepat waktu, karena masa berahi menentukan keberhasilan perkawinan
dan kesehatan sapi yang jelas
Pedoman cara mengawinkan sapi perah
berdasarkan waktu berahinya.
Birahi
|
Dikawinkan
|
Dikawinkan
|
1. pagi
ini
2. Sesudah pukul
12.00
|
Harus hari ini
Harus siang ini atau besok pagi sebelum pukul 12 siang
|
Besok pagi
akan terlambat
Besok sesudah pukul 12 siang
akan terlambat.
|
(Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006)
e.
Manajemen
Kesehatan
Gangguan
dan penyakit dapat mengenai ternak sehingga untuk membatasi kerugian ekonomi
diperlukan control untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting.
Manjememen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah.
Gangguan kesehatan pada sapi perah terutama berupa gangguan klinis dan
reproduksi. Gangguan reproduksi dapat berupa hipofungsi, retensi plasenta,kawin
berulang, endometritis dan mastitis baik kilnis dan subklinis. Sedangkan
gangguan klinis yang sering terjadi adalah gangguan metabolisme (ketosis,
bloot, milk fever dan hipocalcemia), panaritium, enteritis,
displasia abomasum dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang
disertai dengan penurunan produksi dapat menyebabkan sapi dikeluarkan dari
kandang atau culling. Culling pada suatu peternakan tidak boleh lebih dari 25,
3%.
Salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala
1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan
seperti mastitis, retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan
kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susu menurun dengan kadar lemak
yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan
sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan
pemerahan yang baik (Soetarno,
1999).
3. Penilaian
SKT
SKT adalah
peneraan subyektif pada seluruh bagian tubuh yang bersifat semikuantitatif.
Evaluasi dilakukan dengan melihat karakteristik dan melakukan palpasi atau
perabaan pada daerah tubuh tertentu. Evaluasi tersebut didasarkan pada kriteria
yang cukup sederhana yaitu, ukuran dan lokasi penimbunan lemak, struktur tulang
yang kelihatan atau tidak kelihatan serta siluet hewan (Triakoso, 2008).
SKT adalah
alat manajemen yang berguna untuk membedakan perbedaan kebutuhan gizi sapi
daging sapi dalam kawanan. Sistem ini menggunakan skor numerik untuk
memperkirakan cadangan energi dalam tubuh sapi.
Kegunaan penilaian SKT:
A. Pendugaan
status nutrisi (kualitas & kuantitas).
B. Mengetahui
status reproduksi sapi.
C. Indikasi
penyakit2 kronis tertentu.
D. Indikasi
investasi endoparasit (kecacingan atau parasit darah).
Status SKT:
Undercondition
à tidak
dikehendaki
Optimum
condition à terbaik utk
reproduksi
Overcondition
à tidak
dikehendaki (Prabowo,2010).
Kriteria
penilaian SKT sapi perah
Untuk menentukan bakalan yang akan
dipilih dalam usaha pembudidayaan sapi perah dapat ditentukan berdasarkan
penampakan sapi dengan penilaian/skoring dengan kriteria sebagai berikut:
A. Skor 1 : pada sapi terlihat tidak
adanya lemak pada pangkal ekor dan iga pendek. Sapi dengan penampilan seperti
ini dapat dikatakan terlalu kurus, bermutu rendah, dan mungkin sebelumnya
pernah sakit.
B. Skor 2 : sapi dengan iga pendek
terlihat dan terasa sudah agak tumpul, pada pangkal ekor terdapat sedikit
lemak. Sapi seperti ini dapat dikategorikan sebagai sapi bermutu cukup atau
sedang.
C. Skor 3 : iga pendek sulit dirasakan
dan pangkal ekor mulai gemuk.
D. Skor 4 : sapi telah mencapai tingkat
gemuk sehingga penambahan berat signifikan (cocok digunakan sebagai sapi
potong). (Nono, 2007)
BCS optimum reproduksi à 3,0 – 3,5.
Sapi perah yang SKT -nya antara 4 –
4,5 pada saat melahirkan mempunyai resiko terkena gangguan metabolisme seperti
ketosis karena terlalu banyak lemak tubuh yang dimobilisasi untuk memproduksi
susu. Oleh karena itu, over SKT sangat tidak diharapkan.
Begitupun sebaliknya, sapi perah
yang SKT -nya kurang dari 1,5 menandakan besarnya ketidakseimbangan energi dan
umumnya sapi sulit bunting (fertilitas rendah).
Lokasi
Penilaian SKT
A.
Tonjolan tegak tulang belakang,
B.
antara tonjolan tegak dengan tonjolan datar tulang
belakang,
C.
tonjolan datar tulang belakang,
D.
legok lapar,
E.
tonjolan tulang pinggul depan dan belakang,
F.
daerah antara tonjolan tulang pinggul depan –
belakang,
G.
daerah antara tonjolan tulang pinggul depan kiri
dengan depan kanan,
H.
Daerah antara tulang ekor dengan tonjolan tulang
pinggul belakang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Guide
to Godd Dairy Farming Practice. Roma: International Dairy Federation dan
FAO UN
Anonim a, 2009. Manajemen Pengelolaan Sapi Perah. Diakses dari: http://duniaveteriner.com/2009/05/manajemen-pengelolaan-sapi-perah. Diakses pada 29 November 2011
Charles RT
dan Hariono, B. 1991. Pencemaran
Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan Pengelolaannya.
Bull.FKH-UGM Vol. X: 2
Deptan, 1998. Pasca Panen Susu.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu
Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta :Penerbit Liberty
Hidayatullah,
G., M. Kooswardhono, dan N. Erliza. 2005. Pengelolaan
Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Mealui Penerapan Konsep Produksi
Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian Vol. 8, No.1, Maret 2005 : 124-136
Juheini, N
dan Sakryanu, KD. 1998. Perencanaan
Sistem Usahatani Terpadu dalam Menunjang
Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan : Kasus Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Vol. 17 (1). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Balitbangtan. Deptan. Jakarta
Ngadiyono, Nono. 2007. Beternak Sapi. Yogyakarta : PT. Citra
Aji Pratama
Prabowo, 2010. Body Condition
Scoring (BCS) dan Status
Reproduksi Sapi.ppt. Bagian Reproduksi dan Obstetri FKH UGM. Yogyakarta
Prasetyo, S
dan Padmono, J. 1993. Alternatif
Pengelolaan Limbah Cair dan Padat RPH. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan.
BPPT. Jakarta
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara: USU
Digital Library.
Triakoso,
2008. http://triakoso.blog.unair.ac.id/category/ternak/page/2. Diakses pada 29 November 2011
Santosa,Undang.
2006. Manajemen Usaha Ternak Potong.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya
Sindoredjo,
Soewandi. 1960. Pedoman Perusahaan
Pemerahan Susu. Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Soehadji,
1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam
Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah
Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Soetarno, Timan. 1999. Manajemen
Ternak Perah. Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada
No comments:
Post a Comment