Monday 12 November 2012

Blok 8 UP 3


LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana menerapkan kesejahteraan hewan pada sapi perah?
2.      Bagaimana Menejemen pemeliharaan ternak sapi perah?
3.      Bagaimana Penilaian SKT?

PEMBAHASAN

1.      Menerapkan Kesrawan Sapi Perah
Menurut International Dairy Federation dan FAO (Food and Agriculture Organization) dalam Guide to Good Dairy Farming Practice (2004), terdapat lima aspek penting untuk tata laksana peternakan  sapi perah yang baik:
A.    Kesehatan hewan
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susu menurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik
Ciri-ciri sapi perah betina yang baik:
1.      Kepala panjang , sempit, halus, sedikit kurus dan tidak banyak berotot
2.      Leher panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedadang dan lipatan-lipatan kulit leher halus
3.      Pinggang pendek dan lebar
4.      Gumba, punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang
5.      Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar
6.      Badan berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol (BCS umumnya 2)
7.       Dada lebar dan tulang -tulang rusuk panjang serta luas
8.      Ambing besar, luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha. Kondisi ambing lunak, elastis dan diantara keempat kuartir terdapat jeda yang cukup lebar. Dan saat sehabis diperah ambing akan terlimpat dan kempis, sedangkam sebelum diperah gembung dan besar.
9.      Produksi susu tinggi,
10.  Umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
11.  Berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
12.  Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
13.  Tiap tahun beranak (Anonim a, 2009).

B.     Kehigienisan susu
Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, S., 1983).
Kontaminasi air susu dapat terjadi karena :
1.      Cara pemerahan yang tidak hygienis, antara lain:
a.       Tidak menggunakan kandang perah yang bersih, sehingga berbau.
b.      Tidak menggunakan alat perah yang bebas hama, seperti milk can.
c.       Ternak tidak dibersihkan dari kotoran, terutama bagian yang berdekatan dengan anus dan ambing.
d.      Tangan pemerah tidak dibersihkan terlebih dahulu.
e.       Cara memerah yang salah dan
f.       Sapi dan pemerah sakit.

2.      Penyimpanan air susu pada can yang berkaitan dengan bau ruangan, keadan debu, temperatur dan kelembaban ruangan.
3.      Pengolahan air susu.
4.      Transportasi air susu (Saleh, 2004).

C.     Pemberian pakan dan minum ternak
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. (Anonim a, 2009).

D.    Kesejahteraan hewan
WSPA menaksirkan kesejahteraan  hewan menggunakan aturan Lima Kebebasan Hewan:
·         Freedom from hunger and thirst—kebebasan dari kelaparan dan kehausan
·         Freedom from discomfort –kebebasan dari ketidaknyamanan
·         Freedom from pain, injury, and disease—kebebasan dari rasa sakit, terluka, dan penyakit
·         Freedom from fear and distress –kebebasan dari rasa takut dan stress
·         Freedom to express normal behavior—kebebasan untuk mengekspresikan perilaku alamiah (FAWC 2003)

E.     Lingkungan
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi perah membuang limbah kebadan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al., 1993).
Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis (Hidayatullah et al., 2005).

2.      Menejemen Pemeliharaan Sapi Perah
Menejemen Pemeliharaan Ternak didasarkan pada 5 aspek: Menejemen Kandang, Menejemen Pakan, Menejemen Pemeliharaan, Menejemen Produksi dan Reproduksi, Menejemen Kesehatan, dan Menejemen Lingkungan.

Manejemen Pemeliharaan:
a.      Manajemen Pakan
Pakan sapi terdiri dari hijauan (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat. Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ ekor/ hari.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sistem penggembalaan, sistem perkandangan atau intensif dan sistem kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (leguminosa).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Soetarno, 1999).
Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga :
1)      Hijauan :
·         Rumput - rumputan : Rumput gajah (Pennisetum purpureum), Rumput Raja (King grass), setaria, benggala (Pennisetum maximum), rumput lapang dan BD (Brachiaria decumbens),
·         Kacang-kacangan : Lamtoro, turi, gamal
2)      Konsentrat : Dedak, bunkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung kedelai.
3)      Limbah pertanian : Jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, dll.
Pakan yang diberikan kepada sapi perah secara umum berupa hijauan 60 % dari BK (berat kering) dan 40 % Konsentrat. Dalam hal ini hijauan yang digunakan 75% rumput alam dan 25 % rumput unggul. Sebagai contoh bila berat sapi 450 kg dan produksi susu 13 kg / hari lemak 3,5% dapat diberikan pakan : rumput alam 21 kg, rumput gajah 7,5 kg dan konsentrat pabrik 6 kg.
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006).

b.      Manajemen Kandang
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjaga agar ternak nyaman sehingga dapat mencapai produksi yang optimal, yaitu :
1)      Persyaratan secara umum :
·         Ada sumber air atau sumur
·         Ada gudang makanan atau rumput atau hijauan
·         Jauh dari daerah hunian masyarakat
·         Terdapat lahan untuk bangunan dengan luas yang memadai dan berventilasi
2)      Persyaratan secara khusus :
·         Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m atau 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x 1 m per ekor, dengan tinggi atas ± 2-2,5 m dari tanah.
·         Ukuran bak pakan : panjang x lebar = bersih 60 x 50 cm
·         Ukuran bak minum : panjang x lebar = bersih 40 x 50 cm
·         Tinggi bak pakan dan minum bagian dalam 40 cm (tidak melebihi tinggi persendian siku sapi) dan bagian luar 80 cm
·         Tinggi penghalang kepala sapi 100 cm dari lantai kandang
·         Lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring (bedakan ± 3 cm). Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
·         Selokan bagian dalam kandang untuk pembuangan kotoran, air kencing dan air bekas mandi sapi : Lebar (L) x Dalam selokan (D) = 35 x 15 cm
·         Selokan bagian luar kandang untuk pembuangan bekas air cucian bak pakan dan minum : L x D = 10 x 15 cm
·         Tinggi tiang kandang sekurang-kurangnya 200 cm dari lantai kandang
·         Atap kandang dibuat dari genteng
·         Letak kandang diusahakan lebih rendah dari sumber air dan lebih tinggi dari lokasi tanaman rumput. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m). Temperatur di sekitar kandang 25-40°C (rata-rata 33°C) dan kelembaban 75%. Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya(Wahiduddin, 2009).
·         Masa praproduksi : Kandang seekor sapi masa produksi membutuhkan lahan seluas 380x140 cm = 5,32 m2. Luas lahan ini sekaligus termasuk selokan, jalan kandang dan tempat pakan. Kandang sapi dara siap bunting sampai bunting membutuhkan lahan 12x20 m2 = 240 m2 untuk 10 ekor. Dalam hal ini sapi dara dilepaskan secara berkelompok. Kandang seekor pedet membutuhkan lahan seluas 150x120 cm2 = 1,8 m2
·         Masa produksi :
o  Sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari, sehingga kandang tidak lembap. Kelembapan ideal yang dibutuhkan sapi perah adalah 60-70%
o  Lantai kandang selalu kering.
o  Tempat pakan yang lebar sehingga memudahkan sapi dalam mengonsumsi pakan yang disediakan.
o  Tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari.
·      Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (±1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

3)      Jenis Kandang Berdasarkan Peruntukannya
Jika dilihat dari peruntukannya, kandang sapi perah dapat dibagi menjadi 5 jenis kandang, yakni kandang pedet (0-4 bulan), kandang sapi remaja (4-8 bulan), kandang sapi dara (8 bulan-2 tahun), kandang  sapi dewasa (lebih dari 2 tahun dan masa laktasi), dan kandang sapi yang akan beranak.
a)      Kandang Pedet 0-4 Bulan
b)      Kandang Pedet Lepas Sapih (4-8 bulan)
c)      Sapi Dara (8 bulan-2 tahun)
d)     Kandang Sapi Dewasa  atau Masa Produksi (Lebih dari 2 tahun dan Laktasi)
e)      Kandang Sapi yang akan Beranak (Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006)

c.       Manajemen Pemeliharaan
1)      Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
2)      Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
3)      Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi (Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006).

d.      Manajemen Produksi dan Reproduksi
1)      Manajemen Produksi
a)      Waktu Pemerahan
Pemerahan dilakukan 2 kali sehari , yaitu pada pagi dan sore hari. Namun jika produksi susu yang dihasilkan lebih dari 25 liter/hari, pemerahan sebaiknya dilakukan tiga kali sehari yakni pagi, siang dan sore hari.
b)      Jarak pemerahan
Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya sama, yakni 12 jam, jumlah susu yang akan dihasilkan pada waktu pagi dan sore hari sama. Namun jika jarak pemerahan tidak sama, maka jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari akan lebih sedikit daripada pagi hari.
c)      Persiapan pemerahan.
·       Membersihkan kandang dari segala kotoran.
·       Mencuci daerah lipat paha sapi yang akan diperah.
·       Memberi konsentrat kepada sapi yang akan diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan sapi sedang makan dan dalam keadaan tenang.
·       Membersihkan alat-alat pemerahan susu(ember dan alat takar susu) dan susu.
·       Membersihkan tangan pemerah (jika dilakukan secara manual dengan tangan).
·       Mencuci ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap bersih.
·       Membersihkan mesin pemerah, terutama karet penyedot yang berkontak langsung dengan ambing (jika pemerahan dilakukan dengan mesin pemerah). Karet penyedot ini harus dibersihkan dengan air panas.
·       Melakukan uji mastitis setiap sebelum melakukan pemerahan (Sindoredjo, 1960 ; Santosa, 2006)

2)      Manajemen Reproduksi
Sapi-sapi yang dipelihara harus teridentifikasi dengan benar, yaitu diberi nomor telinga dan nama, hal ini diperlukan untuk mengetahui silsilah, baik induk maupun jantannya, potensi produksi, umur sapi dan masa laktasi atau masa produksi.
a)      Metode perkawinan
Perkawinan sapi perah dapat dilaksanakan dengan 2 cara :
·         Kawin alam
·         Kawin suntik (inseminasi buatan atau IB).
Periode birahi rata-rata 21 hari sekali, tetapi dapat pula sapi-sapi yang memiliki periode birahi bervariasi dari 17 – 26 hari. Lama masa birahi ini berlangsung selama 6 – 36 jam dengan rata-rata  18 jam untuk sapi betina dewasa dan 15 jam untuk sapi dara.
Tanda-tanda umum birahi sapi perah sebagai berikut :
·         Sapi betina yang sedang birahi akan menaiki sapi betina yang lain.
·         Sapi gelisah dan berjalan mondar-mandir.
·         Keluar cairan yang kental, jernih dan berkaca-kaca dari alat kelaminnya.
·         Kemaluan (vulva) berwarna merah, bengkak dan hangat.
Meskipun demikian ada pula beberapa sapi yang mempunyai sifat-sifat birahi diam (silent heat), yaitu sapi tidak memperlihatkan gejala-gejala birahi yang jelas seperti yang telah disebutkan.Untuk mendapatkan persentase kebuntingan yang tinggi, biasanya dipakai pedoman perkawinan yang tepat. Perkawinan ini harus dilaksanakan dengan benar dan tepat waktu, karena masa berahi menentukan keberhasilan perkawinan dan kesehatan sapi yang jelas
Pedoman cara mengawinkan sapi perah berdasarkan waktu berahinya.
Birahi
Dikawinkan
Dikawinkan
1.   pagi ini
2.   Sesudah pukul 12.00
Harus hari ini
Harus siang ini atau besok pagi sebelum pukul 12 siang
Besok pagi akan terlambat
Besok sesudah pukul 12 siang akan terlambat.
(Soetarno, 1999 ; Santosa, 2006)
e.       Manajemen Kesehatan
Gangguan dan penyakit dapat mengenai ternak sehingga untuk membatasi kerugian ekonomi diperlukan control untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting. Manjememen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah. Gangguan kesehatan pada sapi perah terutama berupa gangguan klinis dan reproduksi. Gangguan reproduksi dapat berupa hipofungsi, retensi plasenta,kawin berulang, endometritis dan mastitis baik kilnis dan subklinis. Sedangkan gangguan klinis yang sering terjadi adalah gangguan metabolisme (ketosis, bloot, milk fever dan hipocalcemia), panaritium, enteritis, displasia abomasum dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang disertai dengan penurunan produksi dapat menyebabkan sapi dikeluarkan dari kandang atau culling. Culling pada suatu peternakan tidak boleh lebih dari 25, 3%.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan seperti mastitis, retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susu menurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik (Soetarno, 1999).


3.      Penilaian SKT
SKT adalah peneraan subyektif pada seluruh bagian tubuh yang bersifat semikuantitatif. Evaluasi dilakukan dengan melihat karakteristik dan melakukan palpasi atau perabaan pada daerah tubuh tertentu. Evaluasi tersebut didasarkan pada kriteria yang cukup sederhana yaitu, ukuran dan lokasi penimbunan lemak, struktur tulang yang kelihatan atau tidak kelihatan serta siluet hewan (Triakoso, 2008).
SKT adalah alat manajemen yang berguna untuk membedakan perbedaan kebutuhan gizi sapi daging sapi dalam kawanan. Sistem ini menggunakan skor numerik untuk memperkirakan cadangan energi dalam tubuh sapi.
Kegunaan penilaian SKT:
A.    Pendugaan status nutrisi (kualitas & kuantitas).
B.     Mengetahui status reproduksi sapi.
C.     Indikasi penyakit2 kronis tertentu.
D.    Indikasi investasi endoparasit (kecacingan atau parasit darah).
 Status SKT:
Undercondition à tidak dikehendaki
Optimum condition à terbaik utk reproduksi
Overcondition à tidak dikehendaki (Prabowo,2010).
Kriteria penilaian SKT sapi perah
Untuk menentukan bakalan yang akan dipilih dalam usaha pembudidayaan sapi perah dapat ditentukan berdasarkan penampakan sapi dengan penilaian/skoring dengan kriteria sebagai berikut:
A.    Skor 1 : pada sapi terlihat tidak adanya lemak pada pangkal ekor dan iga pendek. Sapi dengan penampilan seperti ini dapat dikatakan terlalu kurus, bermutu rendah, dan mungkin sebelumnya pernah sakit.
B.     Skor 2 : sapi dengan iga pendek terlihat dan terasa sudah agak tumpul, pada pangkal ekor terdapat sedikit lemak. Sapi seperti ini dapat dikategorikan sebagai sapi bermutu cukup atau sedang.
C.     Skor 3 : iga pendek sulit dirasakan dan pangkal ekor mulai gemuk.
D.    Skor 4 : sapi telah mencapai tingkat gemuk sehingga penambahan berat signifikan (cocok digunakan sebagai sapi potong). (Nono, 2007)
BCS optimum reproduksi à 3,0 – 3,5.
Sapi perah yang SKT -nya antara 4 – 4,5 pada saat melahirkan mempunyai resiko terkena gangguan metabolisme seperti ketosis karena terlalu banyak lemak tubuh yang dimobilisasi untuk memproduksi susu. Oleh karena itu, over SKT sangat tidak diharapkan.
Begitupun sebaliknya, sapi perah yang SKT -nya kurang dari 1,5 menandakan besarnya ketidakseimbangan energi dan umumnya sapi sulit bunting (fertilitas rendah).
Lokasi Penilaian SKT
A.    Tonjolan tegak tulang belakang,
B.     antara tonjolan tegak dengan tonjolan datar tulang belakang,
C.     tonjolan datar tulang belakang,
D.    legok lapar,
E.     tonjolan tulang pinggul depan dan belakang,
F.      daerah antara tonjolan tulang pinggul depan – belakang,
G.    daerah antara tonjolan tulang pinggul depan kiri dengan depan kanan,
H.    Daerah antara tulang ekor dengan tonjolan tulang pinggul belakang.















DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Guide to Godd Dairy Farming Practice. Roma: International Dairy Federation dan FAO UN
Anonim a, 2009. Manajemen Pengelolaan Sapi Perah. Diakses dari: http://duniaveteriner.com/2009/05/manajemen-pengelolaan-sapi-perah. Diakses pada  29 November 2011
Charles RT dan Hariono, B. 1991. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan Pengelolaannya. Bull.FKH-UGM Vol. X: 2
Deptan, 1998. Pasca Panen Susu. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta :Penerbit Liberty
Hidayatullah, G., M. Kooswardhono, dan N. Erliza. 2005. Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Mealui Penerapan Konsep Produksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.1, Maret 2005 : 124-136
Juheini, N dan Sakryanu, KD. 1998. Perencanaan Sistem Usahatani Terpadu dalam  Menunjang Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan : Kasus Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Vol. 17 (1). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Deptan. Jakarta
Ngadiyono, Nono. 2007. Beternak Sapi. Yogyakarta : PT. Citra Aji Pratama
Prabowo, 2010. Body Condition Scoring (BCS) dan Status Reproduksi Sapi.ppt. Bagian Reproduksi dan Obstetri FKH UGM. Yogyakarta
Prasetyo, S dan Padmono, J. 1993. Alternatif Pengelolaan Limbah Cair dan Padat RPH. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan. BPPT. Jakarta
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara: USU Digital Library.
Triakoso, 2008. http://triakoso.blog.unair.ac.id/category/ternak/page/2. Diakses pada  29 November 2011
Santosa,Undang. 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya
Sindoredjo, Soewandi. 1960. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Soehadji, 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Soetarno, Timan. 1999. Manajemen Ternak Perah. Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada

No comments:

Post a Comment