LEARNING
OBJECTIVE
1. Apa
Definisi dan Syarat Untuk Menjadi Hewan Model?
2. Apa
Definisi, Cakupan dan Cara Penerapan Bioetik pada Hewan Model?
1. Definisi
dan Syarat Hewan Model
Definisi Hewan Coba / Model
Hewan
percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan
diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
laboratorik. Animal model atau hewan model adalah objek hewan sebagai
imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk
menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003).
Syarat Hewan Model:
a. Sedapat mungkin hewan percobaan yang
akan digunakan bebas dari kuman patogen, karena adanya kuman patogen pada tubuh
hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan tadi, sehingga dari
segi ilmiah hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya,
berdasarkan tingkatan kontaminasi kuman patogen, hewan percobaan digolongkan
menjadi hewan percobaan konvensional, specified pathogen free dan
gnotobiotic.
b.
Mempunyai kemampuan dalam memberikan
reaksi imunitas yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.
c. Kepekaan terhadap sesuatu penyakit.
Hal ini menunjukkan tingkat suseptibilitas hewan terhadap penyakit.
d.
Strain
hewan percobaan harus sesuai atau
cocok dengan tujuan pemeriksaan. Meliputi strain yang menyangkut tentang
sifat-sifat khasnya, manajemen pemeliharaan, umur yang dikaitkan dengan berat
badannya, jenis kelamin dan data fisiologisnya.
e.
Mengikuti
standar tertinggi sehubungan dengan :
1.
Nutrisi
2.
Kebersihan
3.
Pemeliharaan
4.
Kesehatan
sebelum, selama dan sesudah eksperimen
5.
Etika
6.
Performan atau prestasi hewan percobaan
yang dikaitkan dengan sifat genetiknya, yaitu untuk menentukan kemampuan hewan percobaan dalam
memberikan suatu reaksi atau mempertahankan sifat khas dari populasinya. Untuk
pemeriksaan ini diperlukan kepastian kelompok hewan atau keseragaman genetik,
hingga variasi individu tidak banyak. Dari beberapa penjelasan tersebut di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan hewan yang tidak jelas
sumbernya atau sistem pemeliharaannya tidak mengikuti aturan-aturan tertentu,
tetap akan mempersulit dalam memperoleh kesimpulan dalam pemeriksaan suatu
bahan biologis (Sulaksono,
1987).
Contoh Penggunaan Hewan Model:
1. Hewan
model untuk obat yang mempengaruhi neuromuscular junction Muscle relaxant telah
dipergunakan secara luas pada pembedahan , orthopedic. Efek obat tersebut dapat
ditentukan in vitro dan in vivo dengan memantau kecepatan dan kedalaman
respirasi dan dengan induksi tetani dan fibrilasi. Hewan yang paling sering
dipakai adalah kucing, kelinci, ayam , mencit dan katak. Kucing sering
menggunakan komplek neuromuscular sciatic gastrocnemius dan femoralis gracilis.
Prosedur jatuhnya kepala sering dipakai pada kelinci untuk menguji tubocurarine
dan antagonis kompetitif lainnya. Pada ayam agen deplarizing menimbulkan
opisthotonus (ekstensi ekstremitas dan retraksi kepala)
2. Hewan
model untuk obat yang mempengaruhi parasympathetic neuroeffector junction Hewan
coba yang digunakan dalam penelitian ini biasanya anjing, kucing, kelinci,tikus
dan mencit. Pada kucing, suntikan intramuscular akan menimbulkan midriasis dan
pada dosis tinggi akan mengeong, menyerang serta dapat terjadi kelemahan ,
vomit, tremor dan ataxia. Untuk tes kuantitatif digunakan diameter pupil
terhadap respon cahaya dan perubahan tekanan darah. Hewan yang paling banyak
dipakai adalah tikus karena baik aktivitas agen stimulasi maupun inhibisi
terhadap parasimpatetik neuroeffektor junction dapat diuji. Aksi kerja perifer
adalah salivasi, lakrimasi dan miosis , sebaliknya aksi kerja sentral meliputi
mencakar, punggung membungkuk dan tremor.
3. hewan
model untuk obat yang mempengaruhi neuro sympatetik junction
hewan
model untuk metabolisme obat-obat golongan ini:
a. anjing
electrocardiogram
atau tekanan darah pada artei carotis digunakan sebagai suatu indicator tes
pada anjing yang tidak dianestesi. Metode lain meliputi pengukuran
bronchodilatasi dan perubahan cardiovascular pada anjing yang dianestesi.
b. Kucing
Sistem
yang dilibatkan meliputi membrane nictitans dan ductus submaxillaris
c. Mencit
dan tikus
Hewan
yang paling sering dipakai dengan kanulasi trachea, vena femoralis dan arteri
carotis. Efek obat pada kadar glukosa darah pada tikus yang dipuasakan 24 juga
dipakai.
4. Hewan
model untuk evaluasi obat analgesic
Analgesic
adalah obat untuk menghasilkan rasa sakit atau nyeri. Terdapat dua kelompok
analgesic klasik yaitu narkotik (misalnya, morphin) dan non narkotik ( misalnya
aspirin). Macam-macam stimulasi yang dapat ditimbulkan meliputi stimulasi
elektrik , panas, tekanan dan kimiawi. Hewan yang dapat dipakai adalah tikus,
kelinci, anjing dan kera.
5. Hewan
model untuk evaluasi obat anti konvulsi
Penelitian
pada hewan pada dasarnya adalah mengkondisikan konvulsi lebih dahulu. Kondisi
konvulsi dihasilkan dari electroshock dan obat anti konvulsi yang baik akan
menghilangkan kekejangan yang terjadi. Beberapa penelitian telah dilakukan pada
kucing, kelinci, tikus dan mencit. Pada tikus, gerakan mata yang cepat (REM-
Rapi Eye Movement) sewaktu tidur juga dapat dipakai untuk pengujian. Di samping
stimulasi elektrik, sinar yang berselang seling dapat menimbulkan kejang pada
baboon dan aktivasi muskuler yang tampak dimonitor pada muskulus triceps.
2. Bioetik
a. Pengertian Bioetik
Bioetik merupakan studi tentang isu etik dan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan penggunaan organisme hidup. Dalam bioetik
jangan berpikir bahwa
kita selalu dapat menemukan satu pemecahan yang benar untuk masalah etik. Bisa
ada pilihan yg berbeda, sesudah refleksi etik (direnungkan). Prinsip etik yang fundamental dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Jadi, Bioetik adalah pembelajaran bagaimana
menyeimbangkan perbedaan keuntungan (benefits), resiko (risks) dan tugas
(duties)
(Mangkoewidjojo,
2006).
Bioetika ialah kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari
teknik-teknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. (Honderich
Oxford, 1995).
b. Cabang Ilmu Bioetik
Bioetika terkait dengan kegiatan yang mencari jawab dan
menawarkan pemecahan masalah dari konflik moral. Konflik moral yang dimaksud
meliputi konflik yang timbul dari kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati
dan kedokteran, yang diikuti oleh penerapan teknologi yang terkait dengannya. Dalam
pada itu bioetika dapat pula dilihat sebagai cabang ilmu pengetahuan tersendiri
yang berkenaan dengan konflik tersebut ( Muchtadi, 2007 ).
Ilmu Pengetahuan Indonesia
yang terkait “bioetika”dalam sistem PBB
PBBKNRT/LIPI Dep Kesehatan Dep Pertanian
UNESCO WHO FAO
Commission III Natural
Sciences
& Social and Human
Sciences
Sidang UmumPBB (
Muchtadi, 2007 ).
UU No. 18/2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan IPTEK (RPP Peneltian Berisiko Tinggi)
Pasal 22
1.
Pemerintah
menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta keseimbangan tata
kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
2.
Untuk
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah mengatur
perizinan bagi pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya dengan
memperhatikan standar nasional dan ketentuan yang berlaku secara internasional
3.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah ( Muchtadi, 2007 ).
Fungsi Komisi Bioetika Nasional
(Pasal 2) :
1.
Memajukan
telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika,
2.
Memberi
pertimbangan kepada pemerintah mengenai aspek bioetika dalam penelitian,
pengembangan, dan penerapan iptek yang berbasis pada ilmu pengetahuan hayati,
dan
3.
Menyebarluaskan
pemahaman umum mengenai bioetika ( Muchtadi, 2007 ).
(Pasal 3)
1.
Penelaahan
prinsip-prinsip bioetika dalam memajukan iptek serta mengkaji dampaknya pada
masyarakat
2.
Peninjauan
etika terhadap arah perkembangan iptek, khususnya ilmu-ilmu hayati
3.
Pemberian
pertimbangan kepada pemerintah
4.
Pengembangan
pedoman nasional bioetika
5.
Pelayanan
informasi dari dan kepada pemerintah masyarakat luas
6.
Penguatan
jaringan antar kelompok yang berkepentingan dengan aspek etika
7.
Penyelenggaraan
kerjasama di forum internasional
8.
Penyelenggaraan
fungsi-fungsi lain di bidang bioetika yang berkaitan dengan tugas komisi
c. Etika Pemanfaatan Hewan
Laboratorium (3R of Russel & Burch)
Komisi Etika Penelitian pada suatu Fakultas dibentuk
untuk memenuhi tuntutan profesi, di mana animal welfare juga mulai menjadi
perhatian baik regional, nasional bahkan internasional. Komisi Etika Penelitian
dibentuk untuk menjamin penelitianpenelitian yang dilakukan oleh staf pengajar,
mahasiswa suatu Fakultas atau peneliti-peneliti lain di lingkungannya maupun di
luar yang menggunakan hewan coba dilakukan dengan baik sesuai dengan
kaidah-kaidah penelitian ( Triakoso, 2009 ).
Komite
Etik Yang Membentuk 3Rs Of Russel & Burch :
1) Replacement
: Setiap metode yg menggunakan materi
yang tidak dapat merasa (non-sentient
material) sebagai pengganti metode yg menggunakan vertebrata hidup yg
mempunyai kesadaran.
·
Replacement relative : masih gunakan
sel, jaringan, atau organ hewan vertebrata
·
Replacement absolut :
(tidak memanfaatkan hewan percobaan / laboratorium) galur sel, in
vitro (kultur sel atau jaringan), hewan invertebrata
2) Reduction :
Mengurangi jumlah hewan digunakan untuk memperoleh sejumlah informasi dan
ketetapan tertentu, misalnya: metode statistik, program
komputer, teknik biokimia.
3)
Refinement : Pengurangan
indikasi atau keparahan (severity)
prosedur yang tidak berperikemanusiaan (inhumane)
yg diterapkan pada hewan yg harus digunakan. Dapat menggunakan analgesi, atau anastesi atau hewan kurang perasa (less
sentient) (Mangkoewidjojo, 2006).
d. Asas Etika Penelitian Hewan coba
Asas etika penelitian terhadap hewan coba :
a.
Asas
kejujuran
b.
Asas
tidak merugikan
c.
Asas
manfaat
d.
Asas
respek terhadap lingkungan ( Triakoso, 2009 ).
e.
Komisi Etika Penelitian
Pada prinsipnya peneliti utama bertanggung jawab terhadap
semua penggunaan hewan coba sejak hewan coba dipesan, transportasi, diberi
perlakuan bahkan setelah hewan coba tersebut sudah tidak diperlukan lagi. Kami
menjadi mitra peneliti untuk mewujudkan penelitian yang baik, terutama dalam penggunaan
hewan coba agar tidak terjadi hal-hal yang tidak memenuhi prinsip animal welfare
yang juga akan berpengaruh terhadap hasil penelitian tersebut. Karena peran
tersebut dan visi serta misi yang diemban, maka kami tidak dapat memberikan persetujuan
pada penelitian yang sudah selesai dilakukan ( Triakoso, 2009 ).
Komisi Etika Penelitian
Visi
Menegakkan penelitian yang legeartis yang didasarkan atas
animal welfare dan humanisme untuk pengembangan ilmu pengetahuan ( Triakoso,
2009 ).
Misi
a.
Mewujudkan
proses penelitian yang legeartis, khususnya dalam penggunaan hewan coba
b.
Mencegah
terjadinya penyalahgunaan/ penganiayaan pada hewan coba serta menjamin hewan
coba diperlakukan baik pra penelitian, penelitian dan pasca penelitian dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk ilmu pengetahuan melalui proses penelitian yang
legeartis
c.
Mewujudkan
penggunaan hewan coba seminimal mungkin dan seefisien mungkin pada penelitian
yang menggunakan hewan coba
d.
Melakukan
kajian rencana penelitian yang menggunakan hewan coba ( Triakoso, 2009 ).
f. Faktor - faktor yang mempengaruhi
etik penggunaan hewan penelitian
1)
Faktor etik di dalam hewan (faktor intrinsik):
a)
Pain
b)
Self awarenes
c)
Conscious of
others
d)
Ability to
plan for the future
e)
Nilai
kehidupan
2)
Faktor etik di luar hewan (faktor ektrinsik):
a)
Human
necessity/desire
b)
Human
sensitivity to animal suffering
c)
Brutallity in
human on others animal
d)
Religious
status
e)
What is
natural (Mangkoewidjojo, 2006).
g. Faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam pemilihan hewan penelitian
1)
Menggunakan
hewan yang dapat bereproduksi secara cepat dan banyak.
2)
Mudah
untuk dipelihara
3)
Tingkat
kematian hewan rendah
4)
Perhitungan
dewasa kelamin harus tepat
5)
Jumlah
konsumsi pakan dan minum
6)
Memperhatikan
umur penyapihan
7)
Memperhatikan
siklus esterus
8)
Memperhatkan
rasio kawin (Mangkoewidjojo, 2006).
h. Prinsip
untuk pemeliharaan dan pembiakan hewan percobaan
1)
Prinsip Pertama: Pengawasan
Lingkungan
a)
Menciptakan
suatu lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologis jenis hewan
yang gayut yaitu suhu,kelembapan dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrem
harus dihindari
b)
Semua
hewan percobaan harus dikandangkan dalam gedung yang mempunyai ventilasi yang
baik. Ventilasi diperlukan supaya:
-
suhu dan
kelembapan dapat diatur
-
bau
merangsang seperti amonia dapat cepat hilang
-
mengurangi
kemungkinan penyebaran penyakit-penyakit
c)
Kebanyakan hewan percobaan tidak dapat berbiak
dengan baik pada suhu kamar lebih tinggi dari 30 derajat, suhu 30 derajat
adalah suhu maksimum untuk pembiakkan mencit, tikus, kelinci dan marmot, untuk
kelinci suhu 25 derajat merupakan suhu maksimum agar dapat berbiak dengan baik.
d)
Apabila menggunakan alat pendingin atau kipas angin,
alat –alat tersebut tidak boleh terlalu bising, bunyi bising dapat mengganggu
kesehatan dan produksi hewan percobaan bahkan bunyi bising dapat menyebabkan
stress sampai suatu tingkat yang dapat menyebabkan kelainan fisiologis.
Hewan
|
Suhu
|
Kelembapan relatif
|
Mencit
|
18-260C
|
40-70℅
|
Tikus
|
18-260C
|
40-70℅
|
Kelinci
|
16-260C
|
60℅
|
2)
Prinsip Kedua: Pengawasan Status Kesehatan
a)
Dinding dan lantai harus tahan air dan mudah di
cuci, lantai harus dibuat sedimikian rupa sehingga air mudah mengalir dan cepat
kering sesudah di cuci, bahan yang dipakai untuk membangun gedung hewan harus
kuat dan tahan lama, dinding dan lantai tidak bolek ada pipa saluran air, pipa
saluran listrik
b)
Pada umumnya perlengkapan dari kayu tidak dipakai
karena mudah kotor dan dapat menyerap air hingga menjadi rapuh, tetapi kayu
dapat dibuat tahan air dengan di cat dengan cat tahan air, umumnya di daerah
tropis, kotak plastic lebih baik daripada kandang logam karena kandang logam
cepat berkarat, kalau kotak plastic dibuat dari polipropilen atau polikarbonat
dapat disterilkan dalam autoklaf, untuk
membersihkan kandang sebaiknya dipakai obat pembersih, sebaiknya menggunakan
tempat cuci yang besar sehingga kandang dan kotak dapat direbus hingga steril.
Hewan
|
Berat
badan (g)
|
Luas lantai/ekor (cm2)
|
Tinggi kandang (cm)
|
Mencit
|
<10
10-15
15-20
>25
|
39
52
77
97
|
12,7
12,7
12,7
12,7
|
Tikus
|
<100
100-200
200-300
300-400
400-500
>500
|
110
148
187
258
387
452
|
17,8
17,8
17,8
17,8
17,8
17,8
|
Kelinci
|
(kg)
<2
2-4
4-5,4
>5,4
|
(m2)
0,14
0,28
0,37
0,46
|
(cm)
35,6
35,6
35,6
35,6
|
3)
Prinsip Ketiga: Pengawasan Makanan dan
Minuman
a)
kualitas makan yang cukup untuk keperluan tiap jenis
hewan percobaan hanya dapat diperoleh kalau nilai gizi tiap komponen rangsum
telah diketahui, biasanya dalam bentuk pellet dari komponen makanan yang telah
di analisis untuk mengetahui nilai gizinya, misalnya tikus dan mencit
memerlukan rangsum mengandung 20%
protein
b)
Sedangkan
kelinci dan marmut hanya perlu rangsum yang mengandung 14 – 15%
protein, air minum bersih dan bebas dari kontaminasi harus selalu tersedia
untuk hewan percobaan, alat – alat minum harus sering dicuci dan disterilka,
lebih baik jika disteril dengan selang dua minggu atau kurang, air minum dapat
disterilkan dengan menambah hipoklorit atau zat asam garam sehingga pH turun
menjadi 2,5.
Hewan
|
g/hewan/hari
|
Mencit
|
3-4
|
Tikus
|
15-20
|
Kelinci
|
30-300(40g/kg bb)
|
4)
Prinsip Keempat: Pengawasan Pegawai
a)
Para pekerja harus senang bekerja dengan hewan dan
mereka mempunyai perasaan khusus kepada hewan pada umumnya.
b)
Pekerja perlu senang bekerja sedikit lebih
lama,mungkin beberapa menit sesudah jam kerja normal,untuk menjamin bahwa
hewannya selalu dipelihara sebaik-baiknya.
c)
Mempunyai tanggungjawab yang tinggi.
5)
Prinsip Kelima : Pengawasan Sistem Pengolahan
dan Pembiakan
a)
Adanya dokter hewan yang bertugas di unit hewan
percobaan,dia dapat mengawasi sistem pengolaan dan pembiakan semua hewan dalam
gedung tersebut.
b)
Dokter Hewan akan menjamin bahwa terus-menerus
tersedia kandang-kandang,makanan dan minum,alat-alat makanan dan minuman,alat
pembersih dan bahan pembersih yang cukup.
c)
Informasi yang dikumpulkan dalam sistem pencatatan
yang terinci memungkinkan produksi dapat berlangsung dengan seimbang dan tiap
perubahan yang diperlukan mudah dilakukan.
d)
Hewan yang dipergunakan dalam percobaan harus diberi
tanda dengan jelas.
6)
Prinsip Keenam:
Pengawasan kualitas hewan
a)
Setiap
kali hewan baru dibawa ke dalam tempat hewan percobaan, hewan harus dikarantina
terlebih dahulu.
b)
Kualitas
genetik hewan percobaan harus dieliti terlebih dahulu (Smith, 1988 ; Mangkoewidjojo,
2006).
i.
Euthanasia
1)
Syarat
– syarat melakukan Euthanasia
a) Metode
yang digunakan harus berperikemanusiaan
b) Tidak
berpengaruh pada pemeriksaan organ atau jaringan yang memang tertulis dalam
protokol eksperimen
c) Metode
harus terpecaya, efektif, ekonomis, mudah dilaksanakan dan harus aman bagi
petugas laboratorium
d) Harus
dilakukan oleh petugas yang mendapat perlatihan yang memadai
e) Hewan harus ditangani
dengan hati-hati untuk meminimalkan penderita “berteriak” atau teramon yang
dapat menyebabkan takut hewan lain.
2)
Teknik
– teknik Euthanasia
Pada
hewan laboratorium, ada prosedur khusus yang mengatur tentang euthanasia.
Beberapa cara euthanasia yaitu dengan memberikan zat-zat yang dapat mematikan
hewan seperi ether, halotan, CO2, KCl atau dengan injeksi anestesi
overdosis; dekapitasi (pelepasan kepala dari lehernya) biasa dilakukan pada
mencit; dan penyembelihan pada hewan yang biasa dikonsumsi manusia (ayam, sapi,
domba dan kambing). Beberapa metode yang lain yang dilakukan antara lain,
Dislokasi cervicalis (mematahkan persendian atlntooccipitalis); emboli udara
(mengalirkan udara menuju jantung); aliran listrik; Gas CO2.
Prinsipnya adalah menggunakan cara yang seminim mungkin menimbulkan rasa sakit,
jangan sampai menyiksa hewan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Mangkoewidjojo, S. 2006. Hewan Laboratorium dalam Penelitian Biomedik. Jakarta : UI-Press
Muchtadi, R. T. 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Fakultas
Kedokteran -Universitas Airlangga, Surabaya.
Smith,
JB dan Mangkoewidjojo, S., 1988. Pemeliharaan,
Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta :
UI-Press
Sulaksono, M.E. 1987. Dilema
pada Hewan Percobaan untuk Pemeriksaan Produk Biologis. Jakarta
: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
Triakoso. 2009. Komisi
Etika Penelitian. www.fkh.unair.ac.id/filedownload/Brosur%20KEP%20FKH.pdf. Diakses pada tanggal
20 November 2012
Weihe,
WH., 1987. The UFAW Handbook on the Care
and Management of Laboratory Animals 6th ed. New York : Churchil
No comments:
Post a Comment