LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
tahap-tahap periode kebuntingan?
2. Apa
saja hormon-hormon yang berpengaruh selama kebuntingan?
3. Bagaimana
mendeteksi tanda-tanda kebuntingan baik secara eksternal maupun internal?
4. Bagaimana
cara melakukan pemeriksaan kebuntingan?
PEMBAHASAN
1. Periode
Kebuntingan
Perkembangan Embrio
1)
Periode
ovum
Merupakan
periode yang dimulai dari fertilisasi sampai terjadinya implantasi. Setelah
fertilisasi ovum akan mengalami pembelahan (di ampulla isthmus junction)
menjadi morulla. Pada sapi masuknya morula ke dalam uterus terjadi pada hari ke
3—4 setelah fertilisasi, 5-8 pada anjing dan kucing dan hari ke 3 pada babi.
Setelah hari ke delapan blastocyst akan mengalami pembesaran secara cepat, lama
periode ini pada sapi sampai 12 hari, kuda 12 hari, domba dan kambing 10 hari,
babi 6 hari dan anjing serta kucing 5 hari
(Toelihere,1979).
2)
Periode Embrio/organogenesis
Suatu periode ketika
sel-sel berada dalam proses pembentukan organ-organ spesifik dalam tubuh
embrio. Merupakan periode dimulainya implantasi sampai saat dimulainya
pembentukan organ tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar hari ke 12-45, kucing
6-24, dan kuda 12-50 setelah fertilisasi. Selama periode ini akan terbentuk
lamina germinativa selaput embrionik dan organ tubuh.
Pada
periode ini meliputi pembentukan:
a) Lapisan-lapisan
lembaga (germ layer)
(1) Endoderm (Lapisan germ yang paling dalam)
·
Pertama tampak ketika suatu lapisan sel
tunggal terdorong keluar dari inner cell
mass dan tumbuh mengelilingi blastokul
·
Merupakan awal/origo dari sistem
digesti, hepar, pulmo, organ internal lain
(2) Mesoderm
(Lapisan germ/lembaga tengah)
· Lapisan
sel2 inner cell mass, yang terdorong di antara endoderm dan ektoderm
· Origo
dari sistem skelet, otot, sistem sirkulasi dan sistem reproduksi
(3) Ektoderm
(Lapisan germ yang paling luar)
· Origo
dari sistem syaraf, organ indera, rambut, gl.mamme
b) Trofoblast
akan menjadi:
(1) Amnion
· Non-vaskuler,
berisi cairan yang dihasilkan fetus
· Bantalan
untuk proteksi
· Robek
saat kelahiran
(2) Yolk
sac
· sebagai
cadangan makanan
· Mammalia:
atropi
(3) Allantois
· Penuh
dengan pembuluh darah
· Menyatu
dengan chorion (Allantochorion)
· Membawa
darah ke chorion
(4) Chorion
· Membran
fetus terluar
· Melekat pada induk
3)
Periode
fetus
Periode ini
demulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya
ekstremitas, hingga lahir. Dimulai kira-kira pada hari 34 kebuntingan (domba
dan anjing). Hari ke 45 pada sapi dan hari ke 55 pada kuda. Selama periode ini
terjadi perubahan dan diferensiasi organ, jaringan, dan sistem tubuh (Toelihere,1979).
2. Hormon
Kebuntingan
-
Sumber utama Progesteron untuk
kebuntingan sapi yaitu dari CL, sedangkan plasenta hanya memproduksi sebagian
kecil saja.
-
Konsentrasi progesteron pada kebuntingan
14 hari sama dengan saat fase diestrus.
-
18 hari post ovulasi, jika tidak terjadi
fertilisasi maka progesteron akan menurun drastis, jika terjadi fertilisasi
progesteron sedikit turun dan kemudian secara cepat konsentrasinya naik sampai
pada hari 20-30 hari prepartum.
-
Konsentrasi estrogen pada awal dan
pertengahan kebuntingan rendah yaitu kurang dari 100 pg/ml. Sedangkan pada
akhir kebuntingan setelah hari
ke 250 konsentrasinya akan meningkat sekitar 2-5 hari prepartum yaitu kira-kira
7 ng/ml. Dan konsentrasinya secara cepat akan menurun pada 8 jam prepartum
sampai postpartum.
-
FSH dan LH
konsentrasinya rendah selama kebuntingan dan tidak menunjukkan fluktuasi yang
signifikan
-
Prolaktin, konsentrasinya rendah saat
bunting sampai sebelum partus yaitu 50-60 ng/ml meningkat menjadi 320 ng/ml
pada 20 jam prepartum dan menurun konsentrasinya pada 30 jam postpartum
-
Lactogen plasenta sapi ada pada harike
160 kebuntingan dan meningkat drastis pada 200 hari kebuntingan. Fungsinya
belum jelas, namun keberadaannya dapat memacu prolaktin dan hormon lain uuntuk
bekerja (Arthur, 2001).
Hormon
yang paling berperan dalam kebuntingan salah satunya adalah progesterone yang
berfungsi menormalkan/menekan kerja hormon estrogen sehingga semua organ
bekerja dalam keadaan seimbang (menjaga
kebuntingan).
Progesterone dihasilkan oleh dua organ yaitu dari
corpus luteum dan dari plasenta.
a. Progesteron
dari Corpus luteum
Diperlukan
selama trimester kebuntingan pertama pada kebanyakan hewan (dapi, kambing,
babi, dan kelinci Cl diperlukan sepanjang kebuntingan. Sedangkan pada domba
diperlukan selama 50-60 hari kebuntingan.
b. Progesteron
Plasenta
Pada manusia,
kuda dan domba, progesteron plasenta diperlukan selama trimester kedua dan
ketiga kebuntingan untuk menggantikan Progesteron Corpus luteum.Pada kuda
terdapat hormon yang juga berpengaruh yaitu ecg disekresikan kira-kira 30 – 140
hari kebuntingan selain itu juga Menginduksi pembentukan Corpus Luteum
sekunder. Corpus Luteum sekunder mensuplai sejumlah progesteron untuk
mempertahankan kebuntingan Mengalami regeresi kira-kira 150 hari kebuntingan.
Selain itu perubahan hormon selama kebuntingan juga
terdapat pada :
1) Estrogen.
Mengalami peningkatan mendekati pertengahan sampai akhir kebuntingan.
2) Lactogen
Plasenta (somatotropic like-hormon). Terdapat pada manusia, sapi, domba.
3) Somatotropic.
Berfungsi meningkatkan
pertumbuhan
4) Laktogenic.
Berfungsi pertumbuhan glandula mamae
(Toelihere,1979).
3. Tanda-tanda
kebuntingan
Indikasi
Deteksi Kebuntingan
1) Indikasi
kebuntingan secara eksternal
a) Tidak
adanya estrus
b) Rambut
terlihat mengkilat
c) Abdomen
cenderung membesar
d) Ambing
membesar
e) Berat
badan meningkat
2) Indikasi
kebuntingan secara internal
a) Kornu
uteri tidak simetris
b) Palpasi
kantong amnino
c) Penggelinciran
selaput janin/ alanto korion
d) Palpasi fetus
e) Palpasi
placentom
f) Palpasi
premitus
3) Perubahan Anatomi
a)
Vulva dan Vagina
Pada
saat kebuntingan mencapai 6-7 bulan, pada sapi dara akan terlihat adanya edema
pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin jelas edema pada vulva ini. Edema
yang terjadi di tandai kebengkakan vulva. Perubahan vagina terlihat sebagai pertambahan
vaskularisasi mukosa vagina.
b)
Serviks
Perubahan
yang pertama terjadi ialah pada kelenjar-kelenjar serviks. Kripta-kripta
menghasilkan lendir kental, semakin tua umur kebuntingannya semakin kental
lendir yang di hasilkannya. Kekentalan lendir ini diperlukan untuk menyumbat
lumen serviks (sumbat cervix). Selain perubahan sekresi, serviks mengalami
perubahan lain yaitu kontraksi tonus dari muskulatur cerviks, berlangsung
selama kebuntingan sampai akhir partus.
c)
Uterus
Perubahan
pada uterus yang pertama ialah terjadinya vaskularisasi pada endometrium,
terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium, sedang kelenjar yang telah ada
tumbuh lebih panjang berkelok-kelok seperti spiral. Perubahan-perubahan ini
terjadi setelah fertilisasi.
d) Cairan
amnion dan Allantois
Pembesaran
volume uterus pada permulaan kebuntingan sebagian besar disebabkan oleh
pertambahan cairan amnion dan allantois, sedang volune enbrio hampir tidak berarti. Pada pertengahan
kebuntingan, pertambahan volume cairan menjadi hampir sama pertambahan volume fetus,
sedang pada saat masa kebuntingan hendak berakhir, volume uterus dalam ruang
abdomen, sebagian besar merupakan volume fetus.
Volume cairan amnion
dan allantois selama kebuntingan juga mengalami perubahan. Hampir pada semua
spesies cairan amnion menjadi lebih banyak daripada volume cairan allantois,
tetapi pada akhir masa kebuntingan cairan allantois menjadi lebih banyak.Volume
cairan allantois pada kuda ± 10 L, domba ± 1,75 L, sapi ± 20 L.
e) Ovarium
Terbentuknya corpus luteum pada ovarium (Partodihardjo, 1987).
4. PKB
Pemeriksaan Kebuntingan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
1) Palpasi
rectal
Merupakan
diagnose yang silakukan dengan palpasi ovarium dan uterus dengan tangan yang
dimasukkan ke dalam rectum. Tujuan palpasi rectal adalah mendeteksi adanya
pembesaran salah satu cornu uteri dan memeriksa fetus. Pada pemeriksaan yang
sama dilakukan pemeriksaan overium untuk memastikan terdapatnya corpus luteum
yang berkembang sebagai penghasil progesterone untuk menjaga kebuntingan.
2) Penaksiran
progesterone
Prinsip
kerja metoda ini adalah paerbedaan konsentrasi progesterone antara hewan yang
berhasil bunting dengan corpus luteum yang dipertahankan dan hewan yang gagal
bunting dengan regresi corpus luteum.
3) Penggunaan
Ultrasonografi
Suatu alat
dengan menggunakan prinsip suara berfrekuensi tinggi dan panjang gelombang
sangaat pendek memungkinkan untuk mendeteksi adanya suatu aspek dari pulsus
fetus (jantung/tali pusat)
4) Pemeriksaan
abdomen
Laparoskopi,
pemasukan endoskop ke dalam rongga abdomen untuk mendeteksi uterus bunting atau
adanya corpus luteum, diterapkan paling tepat pada hari ke 17 setelah kawin.
Pemeriksaan ini memberikan informasi pada stadium uterus juga organ-organ
abdominal lainnya. Tipe pemeriksaan ini dapat digunakan untuk diagnose
kebuntingan awal, pyometra, dan sista ovary.
5) Biopsy
vagina
Yaitu
pengambilan selapis sel epitel melalui pengerokan sederhana bagian anterior
vagina. Dasar diagnosis ini adalah perubahan dalam morfologi sel epitel dibawah
pengaruh meningkatnya titer progesterone dalam sirkulasi darah.
6)
Esei progesterone
Konsentrasi
progesterone dalam plasma periferi akan naik seiring dengan/selama
berlangsungnya kebuningan pada induk. Hal ini biasa dilakukan pada kuda.
7)
Radiografi
Radiografi
kemungkinan berhubungan dengan resiko terhadap fetus, meskipun dilakukan pada
akhir kebuntingan. Dalam penelitian, resiko neoplasia atau hemotopetik
meningkat pada anak beagle yang induknya diradiasi selam kebuntingan.
8)
Pemeriksaan hematolgi
Pemeriksaan ini
berguna untuk membedakan antara bunting semu dengan bunting normal. Pemeriksaan
ini meliputi eritrosit, hematokrit, angka sedimentasi, platelet darah,
leukosit, factor-faktor koagulasi, fibrinogen, kadar serum, kreatinin, serum
gamma globulin (Toelihere,1979).
DAFTAR
PUSTAKA
Arthur,
G.H. Noakes D.E., Pearson H. And Pakinson T. 2008. Arthur’s Veterinary Reproduction and Obstetrics 8th Ed. British:
W.B. Saunders.
Frandson R.D. 1992. Anatomi dan
Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Alih Bahasa:
B.Srigandono dan Koen Praseno. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
Partodihadjo,Soebandi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya
Toelihere, M.R. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa
No comments:
Post a Comment