Monday, 21 January 2013

Blok 9 UP 5



LERNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana tanda-tanda hewan betina menjelang partus
2.      Bagaimana mekanisme hormon saat partus?
3.      Bagaimana tahapan partus dan jelaskan?
4.      Bagaimana penanganan induk dan anak pada post partus?
5.      Apa saja kelainan partus?

PEMBAHASAN

1.      Tanda-Tanda Menjelang Partus
Partus atau kelahiran dapat ditandai dengan adanya tanda-tanda baik dari induk/maternal ataupun dari fetus, pada induk yang menjelang partus akan mengalami perubahan eksternal maupun internal. Perubahan eksternal yang paling penting paling terlihat pada ligamentum ambing, vulva, dan pelvis. Mendekati akhir kebuntingan ambing membesar dan tegang. Kolostrum muncul pada puting susu dan menjadi lebih tebal serta warnanya kuning saat menjelang kelahiran.
Sewaktu mendekati kelahiran, vulva akan memanjang dan muncul leleran vagina yang jernih yang merupakan pengencer sumbat serviks. Relaksasi dari ligamentum pelvis terlihat pada akhir kebuntingan, menjadi lebih jelas mendekati kelahiran. Relaksasi ligamentum pelvis merupakan tanda yang paling nyata dari sapi, karena hal tersebut menandakan fetus akan segera keluar.  Sehingga sapi akan nampak mengangkat pangkal ekor dan otot gluteal nampak cekung.
Pada pemeriksaan perrectal kaki fetus dan kepala akan  teraba pada pelvis maternal atau langsung di depannya. Kehidupan fetus dapat dideteksi dengan gerakan spontan atau dengan respon terhadap tekanan lembut. Dilatasi serviks akan penuh menjelang kelahiran (Toelihere, 1979).
Sebelum kelahiran terjadi, induk telah memberikan tanda – tanda antara lain:
1)      Induk hewan gelisah sambil menghentakkan kaki pada lantai, sambil berkeliling.
2)      Lig. Sacrospinorum et tubersorum mengalami relaksasi
3)      Vulva odema dan keluar lendir dari vulva
4)      Air susu mudah diperah
5)      Khusus anjing dan kucing cenderung membuat sarang melahirkan
6)      Khusus ternak sapi, kerbau dan kuda, hewan suka mengasingkan diri dari kawanan sekelompoknya dan mencari tempat yang tenang (Manan, 2002).

Persiapan Partus
Pada proses persiapan induk harus mampu mempersiapkan :
1)      menghasilkan dan mengeluarkan susu agar dapat memberi makan pada anak yang dilahirkan
2)      Pada beberapa spesies, induk harus membuat nest building dan indra protektif
3)      Uterus harus terlepas dari pengaruh progesteron dan terangsang untuk mengalami kontraksi (Toelihere, 1979).
Sedangkan pada fetus juga harus mampu mempersiapkan diri antara lain:
1)      menghisap udara
2)      Mengalirkan darah ke dan dari pulmo (paru-paru)
3)      Memetabolisir produk susu
4)      Mengatur temperatur tubuh karena fetus akan menghadapi kondisi suhu yang drastis
5)      Melindungi diri terhadap lingkungan yang baru (Toelihere, 1979).
Persiapan yang perlu dilakukan oleh pemilik hewan antara lain:
1)      Sediakan kandang / tempat yang nyaman
2)      Sediakan alas yang nyaman menjelang kelahiran (jerami untuk hewan ternak, litter atau potongan – potongan koran untuk kucing dan anjing)
3)      Jauhkan dari kelompoknya, maupun dari hewan – hewan lain
4)      Siapkan persediaan makanan yang cukup
5)      Cek ke dokter hewan terdekat

2.      Hormon saat partus
Fetus bertanggungjawab terhadap inisiasi kelahiran pada hewan domestik. Peningkatan produksi kortisol terjadi akibat perubahan dan kedewasaan aksis hipotalamus-pituitary-adrenal fetus. Hal ini disebabkan oleh stress fetus yang berkembang karena plasenta tidak mampu lagi mensuplai kebutuhan pertumbuhan dan tuntutan fetus (Jackson, 2007).

Kejadian endokrin yang mendahului kelahiran, dapat diringkas sebagai berikut:
a.       Peningkatan produksi corticotropic releasing hormon (CRH) oleh otak fetus
b.      Peningkatan produksi hormon adenocorticotropic hormon (ACRH) oleh gladula pituitary anterior fetus
c.       Peningkatan produksi kortisol oleh gladula adrnal fetus
d.      Perubahan plasenta progesterone ke estrogen
e.       Estrogen menstimulasi myometrium untuk memproduksi prostaglandin F (PGF) dan menyebabkan relaksasi serviks
f.       Prostaglandin Fmenyebabkan kontraksi myometrim yang akan meningkatkan tekana intra uterine dan medorong fetus ke arah servik, menyebabkan dilatasi servik.
g.      Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior induk dan fetus memacu dilatasi servik (reflek ferguson)
h.      Oksitosin menyebabkan kontraksi myometrium (Jackson, 2007).
Hormon polipeptida relaksin diproduksi oleh plasenta atau maternal korpus luteum pada kebuntingan awal. Relaksin juga berperan pada relaksasi maternal servik menjelang kelahiran dan juga mempengaruhi efisiensi kontraksi myometrium (Jackson, 2007).



3.      Tahapan Partus
Proses partus terbagi kedalam tiga bagian/stadium, tidak ada batasan yang pasti antara satu tahap dengan tahap yang lain. Lama setiap tahap bervariasi sebelum kelahiran terjadi.
Kejadian fisiologis utama dari ketiga tahap kelahiran adalah sebagai berikut:
a.    Tahap pertama
Tanda-tanda eksternal pada tahap pertama termasuk adanya kegelisahan, berhenti makan, mencakar-cakar tanah, mengayuh, memmutar, dan berbaring kemudian berdiri kembali. Pangkal ekor dinaikkan karena terjadi tremor otot dan kadang disertai dengan pengejanan. Servik mulai lembek dan dilatasi, mulainya dilatasi servik dan kontraksi uterus menyebabnkan chotioallantois terdorong ke dalam vagina. Sejauh mana gerakan gerakan tersebut menggantung pada elastisitas dan keketatan perlekatannya, apabila terhambat akan pecah di dalam. Pecahnya chotioallantois menyebabkan keluarnya cairan allantoik dan kelembaban disekitar maternal (Toelihere, 1979).
b.    Tahap kedua kelahiran
Periode ini ditandai dengan masuknya fetus ke saluran peranakan (maternal passage), amnion memasuki vagina dan disertai dengan adanya kontraksi uterus berlanjut dan kontraksi abdominal terjadi.
Sapi yang melahirkan akan bergulung dengan rebah sterna ke lateral, selama pengeluaran posisi pedet dapat beputar sekitar 45o ke kanan atau ke kiri sehingga memungkinkan melalui diameter pinggul terbesar dari induknya.
Pada gambar menunjukkan awal tahap kedua/ pengeluaran fetus ditandai dengan keluarnya moncong dan tracak, amnion sudah pecah dan lidah menjulur keluar, posisi pedet berotasi sekitar 45o dari posisi dorsal (Toelihere, 1979).
c.    Tahap ketiga kelahiran
Merupakan periode keluarnya membrane fetus dikeluarkan dalam waktu 12 jam setelah kelahiran. Retensi lebih dari 12 jam sering diikuti oleh periode retensi yang berlangsung dari 3 sampai 10 hari kecuali membrane diambil  secara manual. Periode ini ditandai dengan hilangnya sirkulasi plasenta sehingga pemisahan plasenta terjadi, hal ini dipengaruhi oleh kontraksi uterus dan abdominal yang berlanjut sehingga plasenta dapat dikeluarkan (Toelihere, 1979).

4.      Penanganan Post Partus
a.       Perawatan Anak dan Induk
Penanganan pada neonatus meliputi beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1)      Pedet yang telah lahir, segera semua lendir yang menyelubungi tubuh, terutama yang menutupi lubang hidung dan mulut, harus dibersihkan
2)      Sewaktu membersihkan lendir, hendaknya dada ditekan-tekan untuk membantu pernafasan
3)      Kemudian tali pusar dipotong, disisakan sepanjang 10 cm dan didesinfektan dengan larutan yodium tinctur 10%
4)      30 menit sesudah lahir, biasanya pedet bisa berjalan dan menyusui induknya yang sebelumnya sudah dibersihkan lebih dulu
5)      Tempat pedet berbaring harus diberi alas jerami atau rumput kering yang bersih dan hangat untuk menghindarkan hipoksia pada pedet (Toelihere, 1979).
Pada indukan juga diperlukan penanganan yang baik.  Betina yang baru melahirkan akan mengalami kelelahan, sehingga perlu pemberian nutrisi  (pakan, minum, air garam, air gula merah, dll) sehingga dapat mengembalikan tenaga indukan, selain itu diperlukan suatu pengamatan untuk memeriksa saluran uterus untuk memastikan ada atau tidaknya fetus lain. Involusi uterus mulai segera setelah kelahiran anak sapi apabila tonus uterus lemah 20 IU oxytocin harus diberikan dengan injeksi intramuscular, selain itu ambing juga diperiksa apakah terjadi mastitis atau tidak (Toelihere, 1979).
b.      Laktasi dan Kolostrum
Pemberian susu atau laktasi kepada neonates merupakan hal yang harus dipenuhi karena susu mempunyai fungsi antara lain:
1)      menyediakan bahan makanan untuk anak yang masih muda pada kebanyakan spesies
a)      Apabila anak itu tidak lagi menyusui induk, laktasi akan berhenti
b)      Pada sapi, domba, kambing dan beberapa spesies lain, seleksi dan perkawinan untuk produksi air susu yang lebih tinggi telah memberikan produksi air susu yang berlebihan dari pada yang diperlukan untuk anak-anaknya.
2)      memberikan antibodi untuk anak yang baru dilahirkan lewat kolostrum yang dapat diabsorbsi selama beberapa jam pertama sesudah kelahiran (Toelihere, 1979).
Susu mempunyai komposisi yang baik dan mempunyai sumber nutrisi yang lengkap bagi neonatus. Seperti pada diagram menunjukkan bahwa komposisi susu tiap ras dari jenis sapi mempunyai komposisi yang berbeda.
Berikut merupakan koposisi dari berbagai jenis hewan menyusui lainnya, yang mempuyai komposisi susu yang berbeda.
Kekebalan (imunitas) anak sapi didapat dengan mengkonsumsi kolostrum dinamakan kekebalan pasif. Kekebalan atau imunitas pasif ini diperoleh secara pasif dari sumber yang berasal dari luar (induk), sedangkan kekebalan aktif diperoleh dari tubuh anak sapi itu sendiri. Anak sapi (pedet) yang baru dilahirkan menerima imunitas pasif dengan mengkonsumsi kolostrum sesaat sesudah dilahirkan. Kolostrum merupakan protein esensial yang terkonsentrasi, yang  disebut imunoglobulin (Toelihere, 1979).
Banyak pedet gagal untuk memperoleh manfaat yang penting dari makanan pertama yang kritis ini. Bila hal ini terjadi, pedet-pedet dianggap memiliki Kegagalan Transfer Pasif (KTP). Ada suatu hubungan yang erat di antara kejadian KTP dan sakitnya serta kematian pedet (Toelihere, 1979).
Untuk mencegah kegagalan transfer pasif ini diperlukan suatu pengganti kolostrum, dengan membuat atau meracik susu sehingga kadar nutrisinya hampir sama. Berikut adalah komposisi dari kolostrum buatan.
a.       Susu kolostrum pengganti racikan pertama:
1)       500 ml susu murni
2)      1 sendok teh minyak kastrol atau minyak ikan
3)      1 butir kuning telur
4)      250 ml air
b.      Susu kolostrum pengganti racikan kedua:
1)      600 ml susu murni
2)      0,5 sendok the minyak kastrol atau minyak ikan
3)      1 butir kuning telur
4)      300 ml air
Bila perlu, ditambah dengan antibiotik

5.      Kelainan Partus
a.         Ruptur Uterus
Terjadi pada semua spesies tetapi paling umum terlihat pada sapi dan domba betina. Disebabkan oleh kerusakan tidak sengaja yang terjadi selama sewaktu penanganan distokia. Lebih mungkin terjadi pada kasus disporposi fetopelvis atau jika uterus oleh perubahan – perubahan keradangan atau gangguan suplay darah uterus. Hal ini jarang disebabkan oleh upaya – upaya dalam mengambil membrane fetus.
Jika hanya tedapat lubang yang amat kecil dan tidak ada isi abdominal yang masuk ke dalam uterus, injeksi oksitosin diberikan. Jika ditemukan lubang besar maka perlu ada usaha untuk memperbaikinya. Jika lubang berada pada posisi yang dalam, dapat dilakukan dengan memakai forcep yang panjang untuk meraih dan membetulkan kerusakan melalui vagina (Jackson, 2007).
b.        Laserasi Serviks
Disebabkan oleh kerusakan pada proses kelahiran, khususnya jika cerviks tidak terdilatasi sempurna saat kelahiran. Pembentukan jaringan parut mungkin menyertai perbaikan alami, yang mungkin dapat mengganggu dilatasi serviks pada proses kelahiran berikutnya.
Diperlukan instrumen – instrumen khusus, termasuk pemegang jarum yang panjang. Pembedahan dilakukan pada hewan yang berdiri di bawah anestesi epidural. Luka serviks dibersihkan dan pinggiran luka dibersihkan dengan scalpel. Perbaikan dilakukan dengan menempatkan benang jahitan yang bisa terserap melalui mukosa yang rusak dank e dalam melalui submukosa. Perlindungan antibiotic diperlukan. Perkawinan selanjutnya ditunda sampai perbaikan selesai (Jackson, 2007).
c.         Laserasi Vagina
Laserasi bisa terjadi secara spontan pada kasus malpostur seperti posisi kaki-duduk dengan kaki fetus salah letak dan menekan ke dalam dan ke mukosa bagina akibat pengejanan yang kuat dari induk. Pemakaian tenaga yang berlebiohan selama pembetulan mungkin juga mengakibtakan kerusakan parah khusunya dalam kasus disproporsi fetopelvis. Parahnya laserasi tergantung apakah kerusakan bersifat retroperineal (ketika tanda –tanda secara normal kurang parah) ataukah ada perforasi ke dalam ruang peritoneal.
Tingkat kerusakan ditetapkan dengan seksama dan jika diduga ada keterlibatan peritoneum ketuakn peritoneal harus dilakukan. Tranda –tanda  peritonitis segera ditangani dengan terapi antibiotic (“agresif”) dan terapi NSAID. Laserasi minor yang melibatkan mukosa vagina pada umumnya akan sembuh dengan cepat tanpa penanganan (Jackson, 2007).
d.        Prolaps Uterus
Pada dasarnya adalah eversi dari organ, yang bagian dalamnya keluar sewaktu melewati melalui vagina, sebagai sebuah prolaps. Banyak faktor yang terlibat termasuk tonus uteri yang jelek, peningkatan pengejanan, meningkatnya tekanan intraabdominal, tarikan yang berlebihan saat membantu proses kelahiran dan  berat dari retensi membran fetus.
Saat penanganan uterus dilindungi dari kerusakan lebih lanjut, dibungkus dengan lembaran lembab yang bersih dan bila memungkinkan, dipertahankan di atas level vulva. Berikan anestesi epidural, posisikan sapi dengan benar, bersihkan kotoran yang prolaps dengan antiseptic ringan, ambil plasenta atau sisa – sisa dari kotiledon, perbaiki kerusakan yang terlihat dengan benang jahit yang bisa terserap (Jackson, 2007).


e.         Vaginitis Nekrotik
Biasanya terjadi pada sapi dara yang melahirkan anak pertama yang mengalami distokia akibt disproporsi fetopelvik. Bisa juga terjadi pada spesies yang lainnya. Meskipun hal tersebut normalnya terjadi sebagai hal yang terpisah mungkin disertai oleh infeksi uterus atau retensi plasenta. Tekanan pada dinding vagina oleh fetus yang menyebabkan kerusakan mukosa yang menjadi infeksi.
       Penanganan dapat dilakukan dengan pemberian krim dua kali sehari pada bagian vagina yang dapat dicapai. Jika ada infeksi uterus pemberian antibiotic parenteral sebaiknya dianjurkan. Penolak lalat sebaiknya diterapkan di sekitar perineal untuk menghindari kemungkinan serbuan lalat (Jackson, 2007).
      
DAFTAR PUSTAKA
Jackson, Peter GG. 2007. Handbook Obstetri Veteriner. Penerjemah: Aris Junaidi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Manan, Djema at. 2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Partodihadjo,Soebandi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya
Toelihere, M.R. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Penerbit Angkasa

No comments:

Post a Comment