Lebih Lengkap Download Disini
LEARNING
OBJECTIVE
1. Apa
dan Bagaimana Fowlpox itu? Bagaimana mekanisme penularannya?
2. Bagaimana
Respon tubuh terhadap infeksi?
PEMBAHASAN
1. Fowlpox
Fowlpox
adalah penyakit di seluruh dunia dari unggas yang disebabkan oleh virus dari
keluarga Poxviridae dan genus Avipoxvirus . Virus menyebabkan
fowlpox berbeda dari satu sama lain tapi antigen yang sama, host mungkin termasuk
ayam , kalkun , burung puyuh , burung kenari , burung merpati , dan spesies
lain dari burung. Ada dua bentuk penyakit. Yang pertama disebarkan oleh gigitan
serangga (terutama nyamuk ) dan kontaminasi luka dan menyebabkan lesi pada
sisir , pial , dan paruhnya . Burung dipengaruhi oleh bentuk ini biasanya
sembuh dalam beberapa minggu. Bentuk kedua disebarkan oleh inhalasi virus dan
menyebabkan membran difteri terbentuk dalam mulut, faring , laring , dan
kadang-kadang trakea (Fenner, 1993).
Ø Garis Besar Fowl Pox
Fowl
pox disebut juga sorehead, avian dhypteria atau cacar ayam adalah penyakit cacar
yang menyerang unggas terutama ayam. Pada bentuk kering angka kesakitan dan
angka kematian rendah (1-2)%, tetapi pada bentuk basah angka kematian bisa
mencapai 5%. Fowl Pox merupakan penyakit infeksi yang penularanya sangat
lambat. Pada ayam petelur umumnya menginfeksi pada saat mulai bertelur. Pada
ayam pedaging menyebabkan pertumbuhan terhambat. Fowl Pox disebabkan oleh virus
yang masuk dalam famili Poxviridae, genus avipox yang disebut virus fowl pox
(virus Borrelota aviu) dan menyerang semua jenis ayam terutama ayam usia muda.
Penyakit yang disebut juga dengan pox, avian pox atau cacar ayam ini menyerang
ayam pada segala golongan umur dan menyebar ayam pada segala golongan umur dan
menyebar secara perlahan. Fowl Pox pada masing masing bangsa unggas disebabkan
oleh strain virus yang berbeda-beda, tapi macam-macam strain virus tersebut
membentuk kekebalan silang meskipun tidak sempurna. Virus Fowl Pox diketahui
sangat immunogenik sehingga menimbulkan kekebalan yang lama. Virus ini dapat
tumbuh dan berkembang biak dalam sel-sel kulit dan sel-sel selaput lendir. Pada
keadan kering misalnya didalam keropeng yang terlepas virus dapat bertahan
hidup 3-4tahun (Tabu, 2010).
Terdapat
dua jenis bentuk penyakit cacar yaitu Cutaneous type (dry pox) dan Diphtheritic
type (wet pox). Cutaneous type (dry pox) yaitu cacar yang berbentuk luka
keropeng ditemukan di daerah jengger, pial, sekitar mata dan lubang telinga.
Diphtheritic type (wet pox) yaitu cacar yang menyerang daerah permukaan bagian
dalam yang basah seperti mulut, lidah, tenggorok, saluran hidung dan
kadang-kadang daerah tembolok. Bagin tubuh ayam yang terserang penyakit ini
berwarna kekuningan, berbentuk seperti kanker dan terjadi luka yang disertai keluarnya
cairan kental (exudate) (Tabu, 2010).
Ø Infeksi virus fowl pox
Ayam
dengan daya tahan tubuh yang sedang menurun mudah diserang penyakit cacar,
misalnya stress atau kekurangan vitamin A. Virus penyakit cacar dapat masuk
ketubuh ayam melalui luka-luka atau goresan pada kepala atau dalam mulut dan
dapat juga menular melalui kontak langsung dengan cara saling mematuk
(kanibalisme) atau melalui kontak antara ternak sakit dengan ternak sehat. Bisa
juga menular melalui perantaraan nyamuk gologan Aedes dan Culex, lalat dan
serangga pengisap darah yang membawa poxvirus, kemudian menginfeksi ayam sehat
(penularan secara tak langsung). Nyamuk tertular pada saat menghisap darah ayam
penderita cacar. Bila nyamuk yang tertular tersebut menghisap darah ayam yang
sehat maka virus akan masuk ke dalam darah ayam ini melalui luka tusukan.
Selain itu, bisa menular melalui telur yang dihasilkan dari induk yang tertular
virus cacar ini (Tabu, 2010).
Selain
menyerang jaringan kulit, penyakit fowl pox juga menyerang saluran pencernaan.
Diphtheritic type (wet pox) termasuk jenis cacar yang menyerang saluran
pencernaan. Cacar ini menyerang daerah permukaan yang bagian dalamnya basah,
seperti mulut, lidah, tenggorok, saluran hidung dan kadang-kadang daerah
tembolok. Cacar ini berwarna kekuningan, berbentuk seperti kanker dan berbentuk
luka mengeju. Meskipun fowl pox penyebarannya relatif lambat, kawanan unggas
ini dapat berpengaruh selama beberapa bulan. Perjalanan penyakit ini memerlukan
waktu sekitar 3-5 minggu (Tabu, 2010).
Ø Gejala fowl pox
Gejala
fowl pox dapat diamati bentuk difterik (secara basah) dan bentuk kulit atau
noduler (secara kering). Bentuk difterik sifatnya basah dengan gejala terlihat
bercak difterik yang berwarna kekuning-kuningan pada selaput lendir rongga
mulut dan larynx. Dari bercak tersebut akan terbentuk “selaput semu” yang
seringkali menyebabkan penyumbatan saluran nafas sehingga ayam mati tercekik. Pada
pemeriksaan histologik terhadap jaringan ayam yang sakit akan ditemukan
Bollinger bodies (Badan Bollinger) pada kulit dan mukosa saluran pernafasan.
Bentuk kulit atau noduler sifatnya kering dengan gejala mula-mula terbentuk
lesi fokal berwarna merah jambu pada jengger, pial dan bagian tubuh lain yang
tidak berbulu. Fokus ini kemudian bergabung dan membesar sehingga terbentuk
keropeng besar berwarna hitam seperti kudis yang akan bertahan sampai dua
minggu dan diikuti dengan pengelupasan dan kesembuhan. Bila keropeng dilepas
maka akan terjadi perdarahan dari lapisan dibawahnya. Pada pemerikasaan bedah
bangkai, cacar bentuk difterik dapat dikenali dengan adanya hiperplasia nodular
pada mukosa faring dan trakhea serta adanya penyumbatan oleh eksudat padat di
dalam celah suara (glottis) dan mengakibatkan sesak nafas (asphyxia) (Tabu, 2010).
Ayam
yang terserang penyakit cacar biasanya akan menjadi kurus karena pertumbuhannya
terhambat dan tingkat produksinya (telur atau daging) menurun. Suara nafas
abnormal akan terdengar terutama apabila ayam tersebut dipelihara dengan
ventilasi kurang optimal. Penyakit ini menyerang ayam selama 3-4 minggu. Namun
jika terjadi komplikasi, penyakit ini akan menyerang ayam lebih lama. Tingkat
kematian (mortality) pada ayam relatif rendah. Namun pada kasus tertentu
mortality bisa mencapai 50% (Tabu, 2010).
Ø Pencegahan fowl pox
Pencegahan
dapat dilakukan melalui vaksinasi, sanitasi yang baik dan hindari kemungkinan
yang menyebabkan ayam luka. Terramycin dapat digunakan untuk mengobati luka
yang memungkinkan bakteri masuk dengan cara mengoleskannya. Langkah pencegahan
yang utama adalah memberikan vaksinasi ada ayam. Pemberian Vaksinai dapat
dilakukan dengan penyuntikan Sub cutan/bawah kulit dengan ukuran jarum khusus.
Ada dua tipe vaksin virus hidup yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit
cacar (pox) yaitu vaksin fowl pox dan pigeon pox. Vaksinasi biasanya dilakukan
ketika ayam mulai terserang. Namun bisa juga dilakukan pada sembarang umur jika
memang diperlukan. Vaksinasi biasanya dilakukan dengan cara wing web
menggunakan jarum bermata dua yang sebelumnya dicelupkan ke vaksin fowl pox.
Botol vaksin harus dibuka secepatnya sebelum membuka botol vaksin baru. Semua
botol bekas vaksin dan jarumnya harus segera dimusnahkan. Cara lain yang dapat
dilakukan yaitu dengan membersihkan benjolan-benjolan yang berisi nanah dengan
air hangat, selanjutnya diolesi Metylen blue 1% atau Gentian Violet. Pada
daerah yang populasinya padat maka risiko penularan penyakit cacar menjadi
tinggi. Oleh karenanya vaksinasi dilakukan lebih ketat yaitu 4 minggu dan
diulang pada umur 4 bulan. Sedangkan pada daerah dengan populasi relatif
sedikit vaksinasi cukup dilakukan sekali yaitu pada umur antara 8 – 12 minggu.
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit Fowl Pox terutama bentuk
basah. Usaha yang dapat dilakukan adalah menjaga supaya kondisi badan cepat
membaik dan meningkatkan nafsu makan dengan memberikan vitamin. sedangkan untuk
mencegah infeksi sekunder bisa dilakukan dengan memberikan antibiotic (Tabu, 2010).
2. Respon
Ragawi
Jenis
– Jenis Sistem Imun
a. Non – Spesifik
Mekanisme
fisiologik imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu
ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan
cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh
infeksi. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,
telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Sistem tersebut merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon
langsung.
1)
Pertahanan Fisik/Mekanik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit,
selaput lendir, silia saluran pernafasan, batuk, dan bersin, merupakan garis
pertahanan terdwepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit
sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba.
Tekanan oksigen yang tinggi di paru bagian atas membantu hidup kuman obligat
aerob seperti tuberkulosis (Baratawidjaja, 2004).
2)
Pertahanan Biokimia
Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat,
namun beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut.
pH asam keringat dan sekresi sebaseus berbagai asam lemak yang dilepas kulit
mempunyai efek denaturasi protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi
yang terjadi melalui kulit. Udara yang dihirup, kulit, dan saluran cerna
mengandung banyak mikroba biasanya bakteri dan virus, kadang jamur dan parasit.
Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukus dan silia di saluran nafas
membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk. Dalam darah, enzim lisozim
membunuh banyak bakteri dengan mengubah dinding selnya. IgA juga merupakan
pertahanan permukaan tubuh.
Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu
melindungi tubuh terhadap berbagai kuman dengan menghancurkan lapisan
peptidoglikan dinding bakteri. Air susu juga mengandung laktooksidase dan asam
neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.coli dan staphylococcus.
Saliva
mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba. Asam
hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus
halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak
mikroba. pH rendah dalam vagina, spermin dalam semen dapat mencegah tumbuhnya
bakteri gram positif. Pembilasan urin dapat mengeliminasi kuman patogen.
Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit
esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas.
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas (enzim dan
antibodi) dan telinga berperan pula dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi.
Mukus yang kental melindungi sel epitel mukosa, dapat menangkap bakteri dan
bahan lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh gerakan silia (Baratawidjaja,
2004).
3)
Pertahanan Humoral
·
Komplemen
Komplemen ditemukan pada serum normal. Antibodi dan
komplemen dapat menghancurkan membran lapisan lipopolisakarida (LPS) dinding
sel. Bila LPS menjadi lemah, lisozim, mukopeptida dalam serum dapat masuk
menembus membran bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida. Komplemen
terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan
proteksi terhadap infeksi dan berperan
dalam respon inflamasi. Komplemen dapat dikatifkan secara langsung oleh
mikroba atau produknya (jalur alternatif) atau oleh antibodi (jalur klasik). Komplemen
berperan meningkatkan fagositosis sebagai faktor kemotaktik dan menimbulkan
lisis bakteri dan parasit (Baratawidjaja, 2004).
·
Interferon
Adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi
makrofag yang diaktifkan. NK sel dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus.
Interferon mempunyai sifat antivirus dan dapat menginduksi sel-sel sekitar sel
yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Interferon juga dapat
mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan
menunjukkan perubahan pada permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel
NK (Baratawidjaja, 2004).
·
CRP
(C-Reactive Protein)
Merupakan protein fase akut. Berperan dalam imunitas
dengan bantuan Ca dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin
yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur, yang dapat mengaktifkan komplemen.
Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkan viskositas plasma sehingga laju
endap darah juga meningkat.
Mannan Binding Lectin (MBL) juga merupakan protein fase
akut. Selain itu ada juga protein lain yaitu amiloid serum A, haptoglobin dan
fibrinogen (Baratawidjaja, 2004).
·
Kolektin
Protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat
mengikat hidrat arang pada permukaan kuman. Kompleks yang terbentuk diikat
reseptor fagosit untuk dimakan selanjutnya komplemen juga diaktifkan (Baratawidjaja,
2004).
4)
Pertahanan Seluler
Pollymorfnuclear
cell
Merupakan
sistem yang tanggap, bekerja cepat dalam suatu inflamasi dan biasanya tidak
bertahan lama.
a) Neutrofil
Neutrofil merupakan
leukosit yang bergranula, dengan granula berwarna ungu dan merah muda. Sel berbentuk
bulat dengan diameter 12 mikron,
memiliki sitoplasma ditengahnya, terdapat badan golgi, beberapa mitokondria,
dan didalam sitoplasma terdapat 2 macam granular: granula pertama berisi
mieloperoksidase dan hidrolase, granula kedua berisi enzim fosfatase alkali,
lisozim dan aminopeptidase (Tizard, 1989).
Fungsi utama
dari netrofil adalah penghancuran bahan asing melalui proses fagosit. Cara
kerja sel ini ada 3 tahapan yaitu:
·
Kemotaksis
Neutrofil menuju daerah
kimiawi eksternal dari antigen karena rangsangan sel yang dirusak, adanya unsur
kimiawi eksternal dan berbagai produk reaksi kebal.
·
Perlekatan
Sebelum netrofil memfagosit suatu
antigen yang akan ditelannya, sebelumnya ia harus mengikatnya kuat-kuat.
Biasanya dibantu oleh komplemen 3 dalam
proses pengikatan.
·
Penelanan dan pencernaan
Benda asing yang sudah diikat
kemudian di ditelan dengan proses fagositosis permukaan. Benda asing dibuatkan
suatu rongga untuk fagositasi (fagosom), setelahnya fagosom dipenuhi oleh
berbagai enzim yang ada di sitoplasmanya seperti enzim hidrolitik, lisosom dll
(Tizard, 1989).
b) Eusinofil
Eusinofil
merupakan leukosit yang sedikit
nergranula, dan berwarna merah. Sel ini jumlahnya lebih sedikit dari pada
neutrofil. Eusinofil berasal dari sumsum tulang dan bermigrasi ke sel tujuan
selama 30 menit dan bertahan hingga 12 hari.
Fungsi eosinofil
tidak bekerja seefisien netrofil dalam proses fagosit, tetapi memiliki lisozom.
Eosinofil memiliki 2 fungsi yaitu sebagai penyerang kutikula larva cacing dan
menetralkan factor radang di daerah infeksi.
Cara kerja
eosinofil adalah dengan menggunakan enzin lisosom dan jika terstimulasi dengan
baik dapat mengadakan letupan respirasi (menggunakan glukosa untuk menghasilkan
energy, oksigen singlet, radikalhidroksi, kloramin dan aldehid) saat ada agen
infeksi yang berusaha masuk tubuh (Tizard, 1989).
c)
Basofil
Basofil dalah
leukosit bergranula yang jumlahnya paling sedikit dalam serum organisme.
Granula dengan warna kuat, dan tercat basofil.
Fungsi basofil
adalah turut serta mencegah terjadinya infeksi oleh antigen yang masuk kedalam
tubuh. Cara kerjanya dengan meningkatkan perdarahan pada tempat deposisi
antigen dengan tujuan untuk mencegah antigen masuk dan menginfeksi suatu sel
atau jaringan (Tizard, 1989).
Mononuclear
cell
a)
Monosit
dan Makrofag
Monosit
merupakan leukosit agranula, dengan bentuk sel yang besar. Monosit dibuat di
sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah.
Dalam beberapa jam, monosit akan berpindah ke dalam jaringan dimana
mereka mengalami pematangan menjadi makrofag, yang merupakan sel
pemangsa (fagosit) dari sistem kekebalan.
Makrofag
memiliki struktur yang berbeda karena berada di tempat yang berbeda (hati,
peritoneum, mesenterica limfoid, paru-paru, dan limpa) maka bentuknya pun
bervariasi, tetapi umumnya adalah sel bundar dengan diameter 14-20 mikron.
Memiliki sitoplasma banyak dengan satu nucleus ditengah bulat. Bentuk seperti
kacang lekuk, sitoplasma mengandung mitokondria, badan golgi, lisosom, RE
kasar, dan beberapa organela lain.
Makrofag
memiliki 3 fungsi utama yaitu fagosit dan menghancurkan partikel asing,
jaringan mati, dan mengolah semua bahan
asing yang berbahaya sedemikian rupa sehingga dapat menstimulasi tanggap kebal
(imunitas). Selain 3 fungsi diatas makrofage juga dapat mengatur system imunitas,
membuat protein dari system komplemen, dan mempengaruhi isitem perbarahan
antigen.
Cara
kerja makrofag hampir sama dengan neutrofil, hanya saja makrofage memiliki
enzim katalase tanpa mieloperoksidase dan dapat menstimulasi sel T dan sel B
untuk turut membantu imunitas tubuh (Tizard, 1989).
b) Sel NK
Disebut sebagai sel nol atau
sel nonB nonT, karena dihasilkan oleh limfosit tetapi tidak mengandung
karakteristik seperti sel B dan sel T. struktur berupa large granular
lymphocyte, mengandung banyak sitoplasma dengan granular azurofilik, sel
dikenal oleh karena memiliki petanda permukaan. Sel NK berasal dari progenitor
yang sama dari sel B dan sel T namun bukan sel T dan sel B. Sel NK mengandung
perforin atau sitosilin yang dapat melubangi membrane sel sasaran.
Fungsi sel NK turut
mengeliminasi antigen dalam mekanisme imun nonspesifik. NK bekerja dengan perforin, protease serin,
nuclease, TNF, dan fas ligand (Baratawidjaja,2004).
c)
Sel Mast
Berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam pertahanan
pejamu. Sel mast juga berperan pada imunitas terhadap parasit dalam usus dan
terhadap invasi bakteri (Baratawidjaja,2004).
b. Spesifik
Memiliki
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing
yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik
sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama
bila terpajang ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya.
Oleh karena itu sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing yang
sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut spesifik.
1) Humoral
Peran utama sistem ini adalah limfosit B. Sel B berasal
dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Bila sel B dirangsang oleh benda
asing, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi
sel plasma yang membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di
dalam serum. Fungsi antibodi ini ialah pertahanan terhadap infeksi
ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya (Baratawidjaja,
2004).
Berikut
adalah macam-macam imunoglobulin :
·
Imunoglobulin
D
Berikatan
dengan imonoglobulin M dan berperan sebagai reseptor antigen untuk mengontrol
aktivasi dan penekanan limfosit. Molekul IgD yang telah berikatan dengan
antigen menjadi lebih sensitif terhadap proteolitik.
·
Imunoglobulin
M
Memiliki
berat molekul tinggi tetapi afinitas yang rendah.
·
Imunoglobulin
G
Jumlahnya
relatif banyak dan mempunyai afinitas yang tinggi untuk berikatan dengan
antigen. Pada respon sekunder, IgG merupakan imunoglobulin utama yang
disintesis.
·
Imunoglobulin
E
Konsentrasi
dalam serum sangat rendah. Berperan melindungi daerah-daerah yang secara
anatomis rentan terhadap trauma dan patogen. Merupakan imunitas terhadap
parasit.
·
Imunoglobulin
A
Secara
selektif terdapat pada sekresi seromukus seperti liur, air mata, cairan rongga
hidung, keringat, kolostrum, dan cairan sekresi paru-paru, urogenital, dan
saluran cerna (Roitt, 2002).
2) Selular
Peran
utama sistem ini adalah limfosit T. Sel tersebut berasal dari sel asal yang
sama seperti sel B. Pada individu dewasa, sel ini dibentuk di sumsum tulang
tapi proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam kelenjar timus. Sel T terdiri
atas sel Th1, sel Th2, Tdth, CTL / Tc dan Ts / Tr / Th3. Fungsi utama sistem
imun spesifik adalah mempertahankan terhadap antigen intraseluler. Yang
berperan pada imunitas ini adalah sel CD4+ yang mengaktifkan sel Th1
yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba dan sel CD8+
yang membunuh sel terinfeksi (Baratawidjaja, 2004).
Mekanisme
Sistem Imun dalam Tubuh
Pertahanan
tubuh terhadap infeksi dengan mikroorganisme patogen terjadi dengan berbagai
cara. Pertama, pertahanan non-spesifik (innate) dengan mengeluarkan agen
infeksi atau membunuhnya pada kontak pertama. Bilamana patogen menimbulkan
infeksi, berbagai respons non-adaptif dini penting untuk mengendalikan infeksi
dan mempertahankan pengawasan terhadapnya, sampai terbentuk respons imun
adaptif. Respons imun adaptif memerlukan waktu beberapa hari, mengingat
limfosit T dan B harus menemukan antigen spesifik untuk mengadakan proliferasi,
dan berdiferensiasi menjadi sel efektor. Respons sel B yang tergantung pada sel
T (T-cell dependent B-cell responses) tidak akan dapat dimulai sebelum
sel mempunyai kesempatan untuk mengadakan proliferasi dan diferensiasi. Ada 2
respon imun, yaitu innate immunity dan adaptive immunity (Basuki, 2006).
a.
Imunitas Non-Spesifik (Innate Immune
Response)
Respons
ini terjadi segera tanpa memerlukan kontak dengan mikroba sebelumnya; dengan
kata lain merupakan pertahanan pertama bagi tubuh. Respons innate tidak
spesifik, dan berlaku bagi setiap patogen.
Respons
terhadap bakteri yang mengadakan invasi disertai proses inflamasi pada tempat
infeksi dimana cairan, sel, bahan-bahan yang terlarut merembes keluar dari
darah menuju jaringan. Kejadian ini disertai kemerahan setempat, pembengkakan,
serta demam. Inflamasi bertujuan memusatkan agen pertahanan tubuh ke lokasi
yang membutuhkan. Selama inflamasi sel-sel fagosit seperti neutrofil dan
makrofag, meninggalkan aliran darah dan bermigrasi menuju tempat infeksi
sebagai respons tehadap kemikal (chemoattractants) yang dilepaskan di
tempat tersebut Sesampainya pada tempat tersebut, sel-sel fagosit mengenali,
menelan (engulf), serta menghancurkan patogen. Darah juga mengandung
rangkaian protein terlarut yang dinamakan komplemen, yang dapat melubangi
membran plasma sel bakteri, dengan akibat lisis dan kematian sel. Respons imun innate
terutama efektif terhadap bakteri tertentu, yang pada dinding selnya
terdapat polisakharida unik sehingga segera dikenali sel pejamu sebagai asing.
Pada
respons innate terhadap patogen intraseluler, seperti virus, sasaran
utama adalah sel-sel yang sudah terinfeksi. Sel terinfeksi virus tertentu
dikenali oleh limfosit non-spesifik, disebut sel natural killer (NK).
Sesuai dengan namanya, sel NK mengakibatkan kematian sel yang terinfeksi dengan
menginduksi sel terinfeksi menuju apoptosis. Sel NK juga membunuh sel kanker
tertentu (in vitro) dan melengkapi dengan mekanisme menghancurkan sel
sebelum sel berkembang menjadi tumor. Sel normal (tidak terinfeksi dan tidak
ganas) mengandung molekul permukaan yang melindungi terhadap serangan sel NK.
Respons antivirus lain dimulai
dalam sel yang terinfeksi sendiri. Sel terinfeksi virus ini memproduksi
interferon-α (IFN-α) yang disekresi ke dalam ruang ekstraseluler, dimana akan
terikat pada permukaan sel yang tidak terinfeksi sehingga kebal terhadap
infeksi berikutnya. Cara kerja interferon ini adalah dengan cara mengaktivasi
suatu sinyal transduction pathway dengan akibat phosphorilasi yang
diikuti translasi faktor elF2. Sel yang mengalami respons ini tidak dapat
mensintesa protein virus yang diperlukan untuk replikasi virus (Basuki, 2006).
b.
Respons Imun Spesifik (Adaptive Immune
Response)
1)
Humoral immunity,
yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah yang disebut
antibody. Antibody dihasilkan oleh limfosit B. Mekanisme imunitas ini ditujukan
untuk benda asing yang berada di luar sel (berada di cairan atau jaringan
tubuh). Limfosit B mengenali benda asing tersebut kemudian memproduksi
antibody, antibodi akan menggumpalkan benda asing menjadi tidak aktif/ berperan
sebagai sel sinyal bagi sel-sel fagosit.
2)
Sellular immunity,
yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit. Mekanisme ini ditujukan untuk
benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus) sehingga
tidak dapat dilekati oleh antibodi. Limfosit T menginduksi dua hal yaitu
fagositosis benda tersebut oleh sel yang terinfeksi dan lisis sel yang
terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat
dilekati antibody (Basuki, 2006).
DAFTAR
PUSTAKA
Basuki, Parwati Setiono. 2006. Infeksi
Bakteri Intraseluler. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga : Surabaya
Baratawidjaja,
Karnen Garna. 2004. Imunologi Dasar Edisi
ke 6. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.
Fenner,
F. J.; Gibbs, E. P. J.; Murphy, F. A.; Rott, R.; Studdert, M. J.; White, D. O.
1993. Veterinary Virology (2nd ed.). Academic Press, Inc.
Roitt,
I. 2002. Imunologi (Essential Immunologi).
Jakarta : Widya Medika
Tabbu,
C. R. 2010. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius, Jakarta.
Tizard.
1989. Pengantar Imunologi Veteriner.
Airlangga University Press : Surabaya
No comments:
Post a Comment