Monday, 25 February 2013

BLOK 10 UP 3

LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana Respon imun terhadap parasit darah
2. Bagaimana cara diagnosa parasit darah?


PEMBAHASAN
1.      Respon Imun terhadap Parasit Darah
·         Mekanisme Pertahanan Imunologis
Antibodi ditujukan terhadap antigen permukaan protozoa dapat melakukan opsonisasi, aglutinasi dan membatasi pergeraksn protozoa. Antibodi bersama – sama dengn komplemen dan sel sitotoksik dapat membunuhnya dan sebagian antibody (disebut ablastin) dapat menghambat enzim protozoa sedemikian rupa sehingga replikasinya dicegah (Tizard, 1982).
·         Pengelakan Tanggap Kebal Oleh Parasit (Protozoa)
Banyak protozoa bersifat imunosupresif. Jadi, protozoa menyerang dan menghancurkan khususnya sel T. Protozoa yang lain misalnya Trypanosoma sp. juga bersifat imunosupresif yang kuat, tetapi cara kerjanya belum jelas. Telah dikemukakan bahwa Trypanosoma sp. Dapat membantu pengembangan sel supresor. Bukti yang lain menunjukkan bahwa Trypanosoma sp. Melumpuhkan sistem sel B (Tizard, 1982).
Imunosupresi yang ditimbulkan oleh parasit mungkin merupakan suatu bantuan yang besar bagi parasit. Misalnya, Babesia bovis bersifat microplus, lebih mampu bertahan hidup pada hewan yang tertulari. Karena itu hewan yang tertulari mempunyai lebih banyak caplak dibandingkan hewan yang tidak tertulari dan efisiensi penularan dari B. bovis sangat meningkat (Tizard, 1982).
            Di samping imunosupresif, protozoa telah mengembangkan dua cara yang sangat efektif untuk menghindari tanggap kebal. Cara yang satu berupa menjadi hipoantigenik atau nonantigenik dan cara yang lain berupa diperolehnya kemampuan untuk merubah antigen permukaan secara cepat dan berulang-ulang. Beberapa protozoa dapat menjadi fungsional nonantigenik dengan menutupi dirinya dengan antibodi induk semang (Tizard, 1982).
Trypanosoma merupakan protozoa darah yang paling sulit untuk dihadapi oleh system imun dari organisme yang diinfeksinya. Hal ini disebabkan karena Trypanosoma mampu menyerang sistem imun inang dengan mengeluarkan secara bertahap perbedaan variasi glykoprotein permukaan (VSG) dari daftar 1000 atau lebih gen VSG, dimana VSG ini yang membungkus organisme dan merupakan antigen utama. Adanya variasi glykoprotein permukaan ini merupakan pendorong terjadinya infeksi persisten dan gelombang. Individu Trypanosoma dapat memperlihatkan lebih dari 100 VSG yang berbeda selama terjadinya infeksi dan satu rangkaian VSG dapat terdiri dari 400-500 asam amino (Roitt, 2002).
Kunci keberhasilan Trypanosoma terletak pada kemampuannya untuk menghindari sistem kekebalan tubuh inang melalui variasi antigen. Hospes yang terinfeksi melindungi diri terhadap protozoa luar negeri oleh manufaktur tertentu antibodi IgM dan IgG terhadap glikoprotein permukaan variabel mereka mantel (VSG).

Inang mengeluarkan antibodi dan membunuh sekitar 99% dari populasi protozoa yang asli. Namun, saat itu beberapa Trypanosoma melepas mantel, dan mengaktifkan VSG, dan menutupi diri dengan antigen baru yang mantelnya berbeda.
Protozoa yang berbeda ini menimbulkan populasi baru dengan VSG yang baru. Oleh karena itu sistem imun inang menanggapi antigen ini dengan memproduksi satu set antibodi yang nantinya berhasil membunuh 99% dari populasi Trypanosoma. Tetapi sekali lagi, VSG beralih di antara sebagian kecil dari trypanosomes menjadikan mereka tidak terdeteksi, dan mereka berhasil menghindari respon imun inang. Siklus ini terus berlanjut tanpa batas, dan pada akhirnya menyebabkan kematian hospes, karena system imun mengalami kelelahan (Roitt, 2002).

·         Mekanisme Imun Tubuh Terhadap Parasit (Protozoa)
Berbagai mekanisme pertahanan dilancarkan oleh pejamu, pada dasarnya dapat digambarkan bahwa reaksi humoral terbentuk pada organisme yang masuk peredaran darah sedangkan parasit yang hidup di jaringan biasanya merangsang imunitas seluler.
            Imunitas Humoral. Antibodi yang spesifik ditemukan dalam konsentrasi dan afinitas memadai cukup efektif untuk memberikan proteksi terhadap parasit. Individu yang mendapatkan IgG dari individu lain yang imun akan terlindungi dari infeksi dengan mekanisme efektor berupa opsonisasi, fagositosis, dan lisis akibat reaksi komplemen.
            Imunitas Seluler. Seperti pada mikobakteria, parasit beadaptasi untuk hidup dalam makrofag meskipun makrofag mempunyai kemampuan mikrobisidal. Organisme intrasel seperti Toxoplasma gondii menggunakan bermacam-macam  cara untuk mengalahkan sistem pembunuhan oleh makrofag namun seperti pada infeksi mikobakteri, sel T penghasil sitotoksin sangat penting untuk makrofag melaksanakan kemampuan membunuh dan menyingkirkan pengganggu yang tidak diinginkan (Roitt, 2002).


1.      Cara Diagnosa pada Parasit Darah
Penentuan diagnosis berdasarkan pada ditemukannya parasit dalam pemeriksaan darah natif, atau dengan pengecatan HE atau Trypan-Blue. Metode pemeriksaan menurut Woo juga dapat membantu, asal di dalam darah terdapat parasit. Metode Woo dilakukan dengan pemeriksaan secara mikroskopik gerakan parasit yang terdapat diatas buffy coat pada tabung hematokrit (Subronto, 2006).
Untuk mengidentifikasi protozoa darah pada sapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a.       Pemeriksaan dengan membuat preparat apus darah
·         Siapkan dua buah gelas obyek
·         Tusukkan pada vena ujung telinga, ekor atau sayap hewan yang akan dibuat preparat apus darahnya.
·         Ambil darah yang keluar dari tusukan dengan jalan menyentuhkan ujung gelas obyek.
·         Apuskan darah pada permukaan obyek gelas lainnya
·         Setelah kering, fiksasilah dengan metanol selama 2 menit atau dengan alkohol absolut selama 5 menit, biarkan kering, dan setelah kering dilakukan pengecatan dengan Giemsa.
·         Setelah itu periksa dengan mikroskop.
b.   Polymerase Chain Reaction (PCR)    
c.   Pemeriksaan serum dengan uji Elisa (Enzim-Linked Immunosorbent Tes)
d.   Indirect Immunofluorescent Antibody Assay (IFA)
Pada stadium akut atau awal dari penyakit ini, tripanosoma dapat ditemukan di dalam perifer darah. Usapan tebal lebih baik daripada usapan darah tipis. Lebih sering ditemukan di dalam kelenjar limfa. Mereka dapat ditemukan di dalam usapan cairan yang diperoleh dari tusukan kelenjar limfa yang segar atau yang telah diwarnai. Pada stadium lebih lanjut, tripanosoma dapat ditemukan di dalam cairan serebrospinal. Hewan-hewan laboratorium seperti misalnya tikus, juga dapat diinokulasi. Pemeriksaan mikroskopik dengan cara “dark field illumination” (penerangan dengan latar belakang gelap) lapisan “buffy” dari sel-sel darah yang dipisahkan berharga untuk diagnosis. Berbagai uji serologik juga dapat dipakai tetapi tidak begitu dapat dipercaya (Subronto, 2006).

 DAFTAR PUSTAKA
Levine, N.D. 1996. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Roitt, I. 2002. Imunologi (Essential Immunologi). Jakarta : Widya Medika
Subronto, 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Tizard, Ian. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press : Surabaya


 

No comments:

Post a Comment