LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana Respon imun terhadap parasit darah
2. Bagaimana cara diagnosa parasit darah?
PEMBAHASAN
1. Respon Imun
terhadap Parasit Darah
·
Mekanisme Pertahanan Imunologis
Antibodi
ditujukan terhadap antigen permukaan protozoa dapat melakukan opsonisasi,
aglutinasi dan membatasi pergeraksn protozoa. Antibodi bersama – sama dengn
komplemen dan sel sitotoksik dapat membunuhnya dan sebagian antibody (disebut
ablastin) dapat menghambat enzim protozoa sedemikian rupa sehingga replikasinya
dicegah (Tizard,
1982).
·
Pengelakan Tanggap Kebal Oleh Parasit (Protozoa)
Banyak protozoa bersifat imunosupresif. Jadi, protozoa menyerang dan menghancurkan khususnya sel T.
Protozoa yang lain misalnya Trypanosoma
sp. juga bersifat imunosupresif yang kuat, tetapi cara kerjanya belum
jelas. Telah dikemukakan bahwa Trypanosoma
sp. Dapat membantu pengembangan sel supresor. Bukti yang lain menunjukkan
bahwa Trypanosoma sp. Melumpuhkan sistem sel B (Tizard, 1982).
Imunosupresi yang ditimbulkan oleh parasit
mungkin merupakan suatu bantuan yang besar bagi parasit. Misalnya, Babesia bovis bersifat microplus, lebih
mampu bertahan hidup pada hewan yang tertulari. Karena itu hewan yang tertulari
mempunyai lebih banyak caplak dibandingkan hewan yang tidak tertulari dan
efisiensi penularan dari B. bovis sangat meningkat (Tizard, 1982).
Di samping imunosupresif, protozoa telah
mengembangkan dua cara yang sangat efektif untuk menghindari tanggap kebal.
Cara yang satu berupa menjadi hipoantigenik atau nonantigenik dan cara yang
lain berupa diperolehnya kemampuan untuk merubah antigen permukaan secara cepat
dan berulang-ulang. Beberapa protozoa dapat menjadi fungsional nonantigenik
dengan menutupi dirinya dengan antibodi induk semang (Tizard, 1982).
Trypanosoma
merupakan protozoa darah yang paling sulit untuk dihadapi oleh system imun dari
organisme yang diinfeksinya. Hal ini disebabkan karena Trypanosoma mampu menyerang sistem imun inang dengan mengeluarkan
secara bertahap perbedaan variasi glykoprotein permukaan (VSG) dari daftar 1000
atau lebih gen VSG, dimana VSG ini yang membungkus organisme dan merupakan
antigen utama. Adanya variasi glykoprotein permukaan ini merupakan pendorong
terjadinya infeksi persisten dan gelombang. Individu Trypanosoma dapat memperlihatkan lebih dari 100 VSG yang berbeda
selama terjadinya infeksi dan satu rangkaian VSG dapat terdiri dari 400-500
asam amino (Roitt, 2002).
Kunci keberhasilan Trypanosoma terletak pada kemampuannya untuk menghindari sistem kekebalan tubuh
inang melalui variasi antigen. Hospes yang terinfeksi melindungi diri terhadap protozoa luar negeri
oleh manufaktur tertentu antibodi IgM dan IgG terhadap glikoprotein permukaan
variabel mereka mantel (VSG).
Inang mengeluarkan antibodi dan membunuh sekitar 99% dari populasi protozoa yang asli. Namun, saat itu beberapa Trypanosoma melepas mantel, dan mengaktifkan VSG, dan menutupi diri dengan antigen baru yang mantelnya berbeda.
Protozoa yang berbeda ini menimbulkan populasi baru dengan VSG yang baru. Oleh karena itu
sistem imun inang menanggapi antigen ini dengan memproduksi satu set antibodi
yang nantinya berhasil membunuh 99% dari populasi Trypanosoma. Tetapi sekali
lagi, VSG beralih di antara sebagian kecil dari trypanosomes menjadikan mereka
tidak terdeteksi, dan mereka berhasil menghindari respon imun inang. Siklus ini
terus berlanjut tanpa batas, dan pada akhirnya menyebabkan kematian hospes,
karena system imun mengalami kelelahan (Roitt, 2002).
·
Mekanisme Imun Tubuh Terhadap Parasit (Protozoa)
Berbagai mekanisme
pertahanan dilancarkan oleh pejamu, pada dasarnya dapat digambarkan bahwa
reaksi humoral terbentuk pada organisme yang masuk peredaran darah sedangkan
parasit yang hidup di jaringan biasanya merangsang imunitas seluler.
Imunitas
Humoral. Antibodi yang spesifik ditemukan dalam konsentrasi dan afinitas
memadai cukup efektif untuk memberikan proteksi terhadap parasit. Individu yang
mendapatkan IgG dari individu lain yang imun akan terlindungi dari infeksi
dengan mekanisme efektor berupa opsonisasi, fagositosis, dan lisis akibat
reaksi komplemen.
Imunitas
Seluler. Seperti pada mikobakteria, parasit beadaptasi untuk hidup dalam
makrofag meskipun makrofag mempunyai kemampuan mikrobisidal. Organisme intrasel
seperti Toxoplasma gondii menggunakan
bermacam-macam cara untuk mengalahkan
sistem pembunuhan oleh makrofag namun seperti pada infeksi mikobakteri, sel T
penghasil sitotoksin sangat penting untuk makrofag melaksanakan kemampuan
membunuh dan menyingkirkan pengganggu yang tidak diinginkan (Roitt, 2002).
1. Cara
Diagnosa pada Parasit Darah
Penentuan
diagnosis berdasarkan pada ditemukannya parasit dalam pemeriksaan darah natif,
atau dengan pengecatan HE atau Trypan-Blue. Metode pemeriksaan menurut Woo juga
dapat membantu, asal di dalam darah terdapat parasit. Metode Woo dilakukan
dengan pemeriksaan secara mikroskopik gerakan parasit yang terdapat diatas
buffy coat pada tabung hematokrit
(Subronto, 2006).
Untuk mengidentifikasi protozoa darah
pada sapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Pemeriksaan
dengan membuat preparat apus darah
·
Siapkan dua buah gelas
obyek
·
Tusukkan pada vena
ujung telinga, ekor atau sayap hewan yang akan dibuat preparat apus darahnya.
·
Ambil darah yang keluar
dari tusukan dengan jalan menyentuhkan ujung gelas obyek.
·
Apuskan darah pada
permukaan obyek gelas lainnya
·
Setelah kering,
fiksasilah dengan metanol selama 2 menit atau dengan alkohol absolut selama 5
menit, biarkan kering, dan setelah kering dilakukan pengecatan dengan Giemsa.
·
Setelah itu periksa
dengan mikroskop.
b. Polymerase
Chain Reaction (PCR)
c. Pemeriksaan serum
dengan uji Elisa (Enzim-Linked Immunosorbent Tes)
d. Indirect
Immunofluorescent Antibody Assay (IFA)
Pada stadium akut atau
awal dari penyakit ini, tripanosoma dapat ditemukan di dalam perifer darah.
Usapan tebal lebih baik daripada usapan darah tipis. Lebih sering ditemukan di
dalam kelenjar limfa. Mereka dapat ditemukan di dalam usapan cairan yang
diperoleh dari tusukan kelenjar limfa yang segar atau yang telah diwarnai. Pada
stadium lebih lanjut, tripanosoma dapat ditemukan di dalam cairan
serebrospinal. Hewan-hewan laboratorium seperti misalnya tikus, juga dapat
diinokulasi. Pemeriksaan mikroskopik dengan cara “dark field illumination”
(penerangan dengan latar belakang gelap) lapisan “buffy” dari sel-sel darah
yang dipisahkan berharga untuk diagnosis. Berbagai uji serologik juga dapat
dipakai tetapi tidak begitu dapat dipercaya (Subronto, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Levine, N.D. 1996. Parasitologi
Veteriner. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press
Roitt,
I. 2002. Imunologi (Essential Immunologi).
Jakarta : Widya Medika
Subronto, 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan
Kucing. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
Tizard, Ian. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press :
Surabaya
No comments:
Post a Comment