Monday, 1 April 2013

Blok 11 UP 1



LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana respon imun terhadap infeksi Bakteri?
2.      Bagaimana respon imun terhadap infeksi Virus?


PEMBAHASAN
1.    Respon imun infeksi Bakteri
a.      Bakteri Intraseluler
1)      Imunitas Nonspesifik
Efektor imunitas nonspesifik utama terhadap bakteri intraseluler adalah fagosit dan sel NK. Fagosit menelan dan mencoba menghancurkan mikroba tersebut, namun mikroba dapat resisten terhadap efek degradasi fagosit. Bakteri intraseluler dapat mengaktifkan sel NK secara langsung atau melalui aktivasi makrofag yang memproduksi IL-12, sitokin poten yang mengaktifkan sel NK. Sel NK memproduksi IFN-γ yang kembali mengaktifkan makrofag dan meningkatkan daya membunuh bakteri yang dimakan (Abbas, 1994 ; Roitt, 2003).
2)      Imunitas Spesifik
Proteksi utama respon imun spesifik terhadap bakteri intraseluler berupa imunitas seluler yang terdiri atas 2 tipe reaksi, yaitu aktivasi makrofag oleh sel CD4+ Th1 yang memproduksi IFN-γ (DTH) yang memacu pembunuhan mikroba dan lisis sel terinfeksi oleh CD8+ / CTL.
Bakteri yang dimakan makrofag dan dapat hidup dalam fagosom dan masuk dalam sitoplasma. CD4+ memberikan respon terhadap peptida antigen MHC-II asal bakteri intravesikuler, memproduksi IFN-γ yang mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba dalam fagosom. CD8+ memberikan respon terhadap peptida MHC-I yang mengikat antigen sitosol dan membunuh sel terinfeksi (Abbas, 1994 ; Roitt, 2003).


b.      Bakteri Ekstraseluler
1)      Imunitas Nonspesifik
Komponen yang berperan adalah komplemen, fagositosis dan respons inflamasi. Bakteri yang mengekspresikan manosapada permukaannya, dapat siikat lektin yang homolog dengan C1q, sehingga akan mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin, meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. Di samping itu, MAC dapat menghancurkan membran bakteri. Fagosit juga mengikat bakteri melalui berbagai reseptor permukaan lain (Abbas, 1994).
2)      Imunitas Spesifik
Antibodi merupakan komponen imun protektif utama terhadap bakteri ekstraseluler untuk menyingkirkan mikroba dan menetralisasi toksinnya melalui berbagai mekanisme. Th2 memproduksi sitokin yang merangsang respon sel B, aktivasi makrofag dan inflamasi (Abbas, 1994).
Terdapat empat mekanisme dasar tanggap kebal yang khusus memerangi infeksi bakteri :
1)      Netralisir toksin atau enzim oleh antibodi
2)      Pemusnahan bakteri oleh antibodi komplemen dan Lisozim
3)      Opsonisasi bakteri oleh antibody (dan komplemen) yang mengakibatkan fagositosis dan penghancuran bakteri.
4)      Fagositosis dan penghancuran intraseluler bakteri oleh makrofag yang diaktivasi (Baratawidjaja, 2009).

Mekanisme Komplemen
Komplemen merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah protein yang berperan penting dalam pertahanan tubuh. Beberapa protein ditemukan dalam plasma, sedangkan yang lain diikat membran. Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi, opsonisasi dan kerusakan (lisis) membran patogen.
Sistem komplemen diaktifkan melalui 3 jalur, yaitu :
a.       Jalur Lektin, MBL adalah kolektin yang dapat diikat melalui bagian lektin hidrat arang kuman. Setelah MBL diikat kuman melalui lektin tersebut, MBL segera mengaktifkan C3
b.      Jalur Klasik, dimulai dengan C1 yang dicetuskan oleh kompleks imun antibodi dan antigen. IgM yang memiliki sebanyak 5 Fc mudah diikat oleh C1. C1 yang berikatan dengan Fc kemudian dapat mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktifkan C3. IgM dan IgG1, IgG2, IgG3 yang membentuk kompleks imun dengan antigen, dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Jalur klasik melibatkan 9 komplemen protein utama yaitu C1-C9. Selama aktivasi, protein-protein tersebut diaktifkan secara berurutan.
c.       Jalur Alternatif, dimulai dengan C3 yang merupakan molekul yang tidak stabil dan terus-menerus ada dalam aktivasi spontan derajat rendah dan klinis yang tidak berarti. Jalur alternatif terjadi tanpa melalui 3 reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1, C4 dan C2). Aktivasi komplemen dapat mengawali 3 jalur yang berbeda. Semua berakhir pada produksi C3b (fase awal). C3b menimbulkan fase lambat aktivasi komplemen yaitu produksi peptida yang merangsang inflamasi (C5a) dan polimerasi (C9) merupakan MAC karena menimbulkan lubang-lubang di membran plasma.

Peran reseptor:
C1qrs                    : Meningkatkan permeabilitas vaskuler
C2                        : Mengaktifkan kinin
C3a dan C5a        :Kemotaksis yang mengerahkan leukosit dan juga berupa anafilatoksin yang dapat merangsang sel mast melepas histamin dan mediator-mediator lainnya
C3b                      : Opsonin dan adherens imun
C4a                       : Anafilatoksin lemah
C4b                      : Opsonin
C5-6-7                  : Kemotaksis
C8-9                     : Melepas sitolisin yang dapat menghancurkan sel (lisis)

Fungsi komplemen:
a.       Inflamasi
Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Dalam proses inflamasi ada 3 hal yang terjadi, yaitu:
1.      Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing dan mikroorganisme atau jaringan yang rusak, terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a, C4a, C5a) yang dapat memacu degranulasi sel mast dan atau basofil melepas histamin.
2.      Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel yang memungkinkan molekul yang lebih besar seperti  antibodi dan fagosit. Histamin meningkatkan permeabilitas vaskular dan kontraksi otot polos lalu memberikan jalan untuk migrasi sel-sel leukosit dan keluarnya plasma yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komponen komplemen ke jaringan.
3.      Leukosit terutama fagosit polimorfonuklear dan monosit dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak menuju tempat benda asing atau jaringan yang rusak
b.      Kemokin
Kemokin (C3a, C5a dan C5-6-7) adalah molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit. Monosit yang masuk jaringan menjadi makrofag dan fagositosisnya diaktifkan oleh opsonin dan antibodi
c.       Fagositosis – Opsonin
Opsonin (C3b, C4b, CRP) merupakan molekul yang dapat diikat di satu pihak oleh partikel (kuman) dan di lain pihak oleh reseptornya pada fagosit sehingga memudahkan fagositosis bakteri atau yang lain. IgG juga dapat berfungsi sebagai opsonin bila berikatan dengan reseptor Fc pada permukaan fagosit.
d.      Adherens Imun
Adherens imun (C3b) merupakan fenomena dari partikel antigen yang melekat pada berbagai permukaan, kemudian dilapisi antibodi dan mengaktifkan komplemen. Akibatnya antigen akan mudah difagositosis
e.       Eliminasi Kompleks Imun
C3a atau C3b dapat diendapkan di permukaan kompleks imun dan merangsang eliminasi kompleks imun
f.       Lisis Osmotik Bakteri
Aktivasi C3 akan mengaktifkan bagian akhir dari kaskade komponen komplemen C5-C9. Aktivasi komplemen yang terjadi di permukaan sel bakteri akan membentuk MAC dan akhirnya menimbulkan lisis osmotik sel atau bakteri. C5 dan C6 memiliki aktivitas enzim yang memungkinkan C7, C8 dan C9 memasuki membran plasma dari sel sasaran
g.      Aktivitas Sitolitik
Eosinofil dan PMN mempunyai reseptor untuk C3b dan IgG sehingga C3b dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor ADCC yang kerjanya bergantung pada IgG
h.      Imunitas nonspesifik dan spesifik
Makrofag atau neutrofil dapat diaktifkan C5a secara langsung atau oleh toksin bakteri seperti LPS melalui reseptor TCR atau melalui fagositosis dengan bantuan C3b sebagai opsonin. Komplemen juga berperan dalam imunitas spesifik oleh karena aktivasi makrofag yang menimbulkan peningkatan jumlah sel APC yang mempresentasikan antigen ke sel T (Baratawidjaja, 2006).

2.    Repon imun infeksi Virus
Virus merupakan obligat intraseluler yang berkembang biak di dalam sel, sering menggunakan mesin sintesis asam nukleat dan protein pejamu. Dengan reseptor permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan dapat menimbulkan kerusakan sel dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan oleh replikasi virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi normal sel.
a.       Imunitas non spesifik (innate imunity)
Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah mencegah infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN (interferon) tipe 1 dan sel NK yang membunuh sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang merangsanag sekresi IFN tipe 1 oleh sel terinfeksi, mungkin melalui ikatan dengan reseptor Toll-like. IFN tipe 1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya sehingga tidak terinfeksi dengan menginduksi melalui anti viral.
Sel NK membunuh sel terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun spesifik berkembang. Sel NK juga dapat mengenal sel terinfeksi yang tidak mengekspresikan MHC-I (Major Histocompatibility Complex) (Baratawidjaja, 2009).
b.      Imunitas spesifik (adaptive imunity)
1)      Imunitas humoral
Antibodi merupakan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi virus. Antibodi diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase ekstraseluler. Virus dapat ditemukan ekstraseluler pada awal infeksi sebelum masuk ke dalam sel atau khusus untuk virus sitopatik, bila virus dilepas oleh sel terinfeksi yang dihancurkan.
Antibodi dapat menetralisasi virus, mencegah virus menempel pada sel dan masuk ke dalam sel pejamu. Antibodi berikatan dengan envelop virus atau antigen kapsid.
IgA yang disekeresi berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran napas dan cerna. Antibodi juga dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eliminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam meningkatkan fagositosis dan mungkin juga menghancurkan virus dengan envelop lipid secara langsung. 
2)      Imunitas seluler
Eliminasi virus yang menetap di dalam sel diperankan oleh sel CD8+/ CTL (Cytotoxic T Lymphocyte) yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologik utama CTL adalah pemantuan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus ebrupa CD8+ yang mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis oleh endogen yang berhubungan dengan MHC-1 dalam setiap sel yang bernukelus.
Untuk diferensiasi penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang diproduksi sel helper CD4+ atau kostimulator yang diekspresikan pada sel terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan bukan APC (Antigen Presenting Cell)  profesional seperti sel dendritik yang selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya ke sel CD8+. Selanjutnya CD8+ berproliferasi secara masif selama infeksi virus dan kebanyakan sel yang berproliferasi adalah spesifik untuk beberapa peptida virus. Sel T yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi. Efek antivirus utama CTL adalah membunuh sel terinfeksi, mekanisme lain terjadi melalui aktivasi nukleus dalam sel terinfeksi yang menghancurkan genome virus dan sekresi sitokin seperti IFN-g yang memiliki aktivitas antivirus (Baratawidjaja, 2009).



DAFTAR PUSTAKA
Abbas A.K., Litchman A.H., Pober J.S.1994. Cellular Immunology. In: Cellular and Molecular Immunology, 2nd ed. Philadelphia: WB Sanders
Bratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ketujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Baratawidjaja, K.G. 2009. Imunologi Dasar Edisi ke-8. Jakarta : UI-Press
Bellanti, J. A. 1993. Immunologi III. Yogyakarta: UGM Press
Roitt, I. 2003. Essential Immunology. Oxford: Blacwell Science Limited
Tizard, I.R. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga

No comments:

Post a Comment