LEARNING OBJECTIVE
1. Sebutkan dan jelaskan
bakteri gram (-) yang menyebabkan diare beserta patogenesis dan gejala klinis?
2. Sebutkan dan jelaskan
virus yang menyebabkan diare beserta patogenesis dan gejala klinis?
PEMBAHASAN
1.
Bakteri gram (-)
1) Escherichia coli
Escherichia coli merupakan jenis mikroorganisme yang biasa terdapat dalam sistem
pencernaan. Banyak dari strain E. coli
sama sekali tidak berbahaya, tapi beberapa jenis dapat menyebabkan diare parah
dan bahkan kematian. Biasanya E. coli
akan menyebabkan jaringan epitel dalam usus berubah fungsi, dari mode
penyerapan nutrisi menjadi mode pengeluaran. E. coli juga seringkali dituduh menjadi penyebab utama diare pada
sapi (Subronto,
2003).
2) Salmonella
Menyerang lapisan
lendir dalam usus kecil, menyebabkan peradangan dan pengikisan pada lapisan
usus. Bakteri ini dapat menyerang aliran darah, persendian, otak, paru paru dan
hati. Lebih jauh, ternak yang terinfeksi dapat menyebarkan bakteri ini dalam
kotoran, urine, saliva dan cairan hidung. Bakteri yang tinggal dalam media
media tersebut dapat hidup sampai bilangan bulan. Sumber infeksi Salmonella pada pedet dapat berasal dari
sesama ternak sapi, burung, binatang pengerat, air, manusia dan air susu yang
berasal dari sapi terinfeksi (Subronto, 2003).
3) Vibrio cholera
Vibrio cholerae adalah bakteri batang gram negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi
berat, kematian dapat terjadi setelah 3–4 jam pada pasien yang tidak dirawat.
Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan
meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan (Zein, 2004).
4)
Shigella
Shigella adalah bakteri yang ditularkan melalui makanan atau air. Shigella
menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri (Zein, 2004).
5) Campylobacter
Spesies Campylobakter ditemukan
pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada pasien
immunotolerant. Patogenesis dari toksin dan invasi pada
mukosa (Zein,
2004).
Beberapa
penyebab diare akut infeksi bakteri
1.
Infeksi non-invasif
a. Escherichia
coli pathogen
E. coli patogen
adalah penyebab utama diare. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan
invasi mukosa. berdasarkan
gejala klinis diare oleh E.coli dikategorikan:
•
Traveler’s
diarrhea (enterotoxigenic E.coli/ETEC)
•
Hemorrhagic colitis dan hemolytic-uremic
syndrome (enterohemorrhagic E.coli/EHEC)
•
Persistent
diaiarrhea (enteroaggregative E.coli/EAEC)
•
Watery
diarrhea pd anak2 (enteropathogenic E.coli/EPEC)
•
Invassive
diarrhea (enteroinvasive E.coli/EIEC)
•
Diffusely
diarrhea (diffusely adherent E.coli/DAEC)
b. Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang
mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat
cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
c. Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram
positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan
gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.
d. Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram
positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan
makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala
berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang
terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual,
dan muntah.
e. Vibrio cholera
V cholerae adalah bakteri batang
gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi
berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat.
Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan
meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera
dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi
diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan
volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
2.
Infeksi
Invasif
a.
Shigella
Shigella adalah
penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan
disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui
enterotoksin dan invasi bakteri.
b.
Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid
adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat. Salmonella
enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal
penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual,
muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya
berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
c.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan
dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi
sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan
memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal.
Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.
d.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan
pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada pasien
immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada
mukosa.
Selain itu terdapat bakteri:
e. Vibrio non-kolera
f. Yersinia
g.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
h. Aeromonas
i.
Plesiomonas
(Zein, 2004)
Patogenesis
1) Escherichia coli
Sekurangnya ada 3 jenis E. coli yang dapat dikemukakan:
a) Enteric
Merupakan jenis yang paling umum. Tanda klinis utama adalah
diare hebat. Pedet dengan cepat menjadi lemas dan mengalami dehidrasi. Biasanya
diawali dulu dengan demam yang kemudian dengan cepat kembali normal, atau
mendekati normal. Dapat menyebabkan kematian (Quinn, 2002).
b) Enterotoxigenic
Disebabkan oleh bakteri
E. coli dari jenis K-99. Infeksi dari strain ini berakibat fatal. Racun
menyebabkan cairan yang dipompa ke dalam usus sedemikian banyak sehingga pedet
biasanya mati bahkan sebelum gejala diare muncul. Diare seperti ini adalah salah
satu yang diare yang dapat muncul pada umur pedet dibawah 3 hari (Quinn,
2002).
c) Septicemic
Jenis ini bekerja mirip
bakteri Salmonella. Dengan menginfeksi
aliran darah dan masuk kedalam jaringan tubuh sehingga menyebabkan infeksi secara menyeluruh. Luka dan jejak dari
infeksi bakteri jenis ini biasanya tidak tampak secara jelas. Ini merupakan
jenis E. coli yang ganas, seringkali
menyebabkan kematian tanpa gejala klinis diare terlebih dahulu. Pedet yang
tidak mendapat atau dihentikan pemberian kolostrum, biasanya mati karena jenis
septisemik ini (Quinn,
2002).
2) Salmonella
Salmonella masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air
yang tercemar. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, Salmonella menembus ileum
dan ditangkap oleh sel mononuklear. Di dalam ileum terjadi kolonisasi bakteri
dan terjadi invasi mukosa akibat adanya bakteri Salmonella sp. Di
intestinum Salmonella sp. mengeluarkan sitotoksin dan enterotoksin
sehingga akan menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan sehingga terjadi
peradangan akut. Terkadang muncul adanya ulcerasi, sintesis prostaglandin,
enterotoksin, dan sitokine yang mengaktivasi adenil siklase. Aktivasi ini
menyebabkan peningkatan cAMP sehingga epitel intestinum memproduksi cairan di
dalam lumen usus (baik besar maupun kecil) yang mengakibatkan diare. Kejadian
Salmonellosis tinggi pada hewan muda. Hal ini disebabkan karena tingginya pH
lambung pada hewan muda, tidak adanya flora dalam usus (flora intestinal) yang
stabil, dan rendahnya kekebalan (Soeharsono, 2002 ; Subronto, 2003).
Interaksi
Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal (patch of peyer)
akibatnya terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas,
instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang,
dll.Respon imun humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi
mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Respon imun humoral sistemik,
di usus diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh
makrofag. Respon imun seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Soeharsono, 2002 ; Subronto, 2003).
Gejala Klinis
Pada pedet yang menderita kolibasilosis dikenal 2
bentuk klinik, yaitu bentuk toksemia (tidak disertai diare) dan bentuk klasik.
Pada bentuk klasik gejala yang mencolok berupa diare profus, feses yang
berbentuk pasta atau sangat berair, warna feses putih atau kuning dengan bau
yang sangat menusuk. Dalam feses juga kadang ditemukan darah yang segar. Nafsu
minum penderita segera hilang karena terjadinya toksemia atau kelemahan umum.
Pada auskultasi di daerah abdomen akan terdengar suara berpindahnya cairan
karena peningkatan peristaltik (borborigmus). Diare yang berlangsung 3-5 hari,
penderita kehilangan banyak cairan, dehidrasi, hingga akan terjadi shock yang
diiukuti kematian. Pada akhir hayat, penderita kehilangan cairan sebanyak
10-16% dari berat tubuh.
2.
Virus
Berbagai Macam virus
yang dapat menyebabkan diare:
1) Rotavirus
Termasuk virus RNA dan tidak beramplop. Dapat mengakibatkan
diare pada pedet dalam 24 jam setelah dilahirkan. Dapat menulari ternak berusia
30 hari atau lebih. Pengeluaran saliva, dan diare hebat. Kotoran dapat berwarna
kuning sampai hijau. Kehilangan nafsu makan dan tingkat kematian dapat mencapai
50 persen, tergantung pada kehadiran infeksi lanjutan dari jenis bakteri lain (Subronto,
2003).
2) Coronavirus
Terjadi pada pedet usia
5 hari atau lebih. Dapat menulari pedet yang berusia 6 minggu atau lebih.
Tingkat depresi tidak setinggi infeksi oleh rotavirus. Pada awalnya, feces
ternak akan menunjukkan bentuk dan warna yang sama dengan infeksi rotavirus.
Setelah beberapa jam, feces dapat mengandung lendir bening yang menyerupai
putih telur. Diare dapat terus berlangsung selama beberapa hari. Tanda luka
seringkali tidak jelas. Biasanya usus penuh oleh feses cair (Subronto,
2003).
3) Bovine Virus Diarrhea (BVD)
Merupakan agen virus
yang dapat menyebabkan diare. Virus BVD termasuk dalam genus Pestivirus,
anggota dari keluarga Togaviridae dan merupakan RNA virus. Meskipun secara umum
jarang dijumpai pada pedet muda atau baru lahir. Antibodi yang berasal dari
kolostrum induk yang divaksin BVF sangat membantu melindungi pedet. Pedet yang
baru dilahirkan dan terkena infeksi BVD ini dapat mengalami demam tinggi, nafas
yang tersengal dan diare parah. BVD sekali ditemukan bersama agen infeksius
yang lain atau ada infeksi sekunder (Quiin,
2002 ; Subronto, 2003).
Patogenesis
Virus ini melakukan replikasi di dalam sitoplasma dan dilepaskan melalui
eksositosis. Dapat terjadi infeksi persisten pada pedet yang mana akan
mensekresikan dan mengekskresikan virus secara permanen. Infeksi persisten
terjadi pada fetus yang tertular virus dengan strain non sitopatik sebelum
kebuntingan berusia 120 hari. Meskipun sapi terkena infeksi persisten, ia dapat
berkembang biak dan menularkan virus melaui plasenta (Quinn, 2002).
Jika terjadi infeksi oleh strain virus cytopatic dapat
menyebabkan peningkatan penyakit mucosal disease. Hewan yang mengalami infeksi
persisten akan menyebarkan virus selama hidupnya. Hewan yang mengalami infeksi
persisten perlu mendapatkan perawatan yang khusus sehingga tidak mencemari
lingkungan disekitarnya. Infeksi persisten pada sapi dapat ditularkan secara
vertical melalui infeksi secara transplacental dari induk ke pedetnya. Hewan
dengan infeksi persisten atau mengalami infeksi akut akan menyebarkan virus ini
melalui leleran hidung, mata, saliva, urin dan feces. Infeksi yang terjadi pada
sapi dalam stadium kebuntingan dapat menyebabkan kematian fetus dini, aborsi,
fetus yang mengalami abnormalitas pada sistim syaraf pusat dan system ocular.
Infeksi pada trisemester kebuntingan akhir tidak mengakibatkan imunotoleran
pada induk, tetapi dapat menyebabkan gangguan imunitas pada pedet yang
dilahirkan.
Infeksi pada hewan dewasa tidak akan menyebabkan
imunotoleran, gejala klinis yang menciri adalah adanya periode demam yang
disertai leucopenia viremia. Pada sekelompok hewan yang peka, akan ditemukan
gejala diare dengan morbiditas yang tinggi tetapi rata-rata mortalitasnya
rendah, leleran dari mata dan hidung dan ulcer di mulut. Pada sapi perah yang
terinfeksi akan mengalami penurunan produksi. Virus bersifat imunosupresif,
sehingga menyebabkan hospes menjadi rentan terhadap infeksi penyakit yang lain.
Gejala klinis yang ringan dari penyakit ini akan menimbulkan efek yang besar
pada fungsi reproduksi sejak timbulnya gejala berupa demam ringan dan adanya
lesi pada mulut yang umumnya tidak terdeteksi (Subronto, 2003).
Infeksi pada fetus pada masa kebuntingan akhrir akan berperan penting dalam system imun
pedet, sejak fetus dapat meningkatkan respon antibodinya terhadap
mikroorganisme pada usia kebuntingan 5-6 bulan. Walaupun demikian infeksi pada
fetus dapat juga diikuti kelahiran premature, still birth atau pedet yang kurus
dan abnormalitas kebuntingan (Subronto,
2003).
Gejala Klinis
1. Bentuk subklinis
Gejalanya meliputi demam ringan, leukopenia, diare
ringan.
2. Bentuk akut
Penyakit berlangsung 1-30 hari dengan rata-rata 2-3
minggu. Secara umum suhu berfase 2, mencapai 42 ºC pada puncak terakhir. Hewan
tampak lesu, nafsu makan hilang, gerakan rumen turun dan cenderung terjadi
penimbunan gas di dalamnya. Produksi air susu berhenti atau merosot. Penderita
mengalami diare profus dengan feses sangat cair bercampur lendir dan
titik-titik atau bekuan darah. Hal terakhir biasanya disebabkan oleh
trombositopenia.
Diare akan menyebabkan dehidrasi, mengakibatkan
asidosis, hipokloremia, dan hipokalemia. Asidosis juga menyebabkan respirasi
meningkat frekuensinya. Pada alat pernafasan terlihat ingus yang mukoid atau
mukopurulen, adanya lesi dalam mukosa hidung. Di dalam rongga mulut akan dapat
dilihat erosi pada lidah, gusi, dan mukosa pipi. Papilla akan memendek. Oleh
lesi tersebut penderita akan menunjukkan hipersalivasi. Lesi-lesi juga
ditemukan pada rongga hidung. Dari mata akan terihat oedema kornea yang
ditandai dengan lakrimasi yang berlebihan.
3. Bentuk subakut atau kronik
Bentuk ini ditandai dengan diare yang intermiten,
kekurusan, kembung rumen yang kronik, serta erosi mukosa mulut dan kulit yang
kronik. Anemia dan leukopenia akan ditemukan secara mencolok. Pertumbuhan badan
menjadi terlambat.
4. Bentuk neonatal
Bentuk ini ada pada pedet berumur <1 bulan, yang ditandai suhu tubuh tinggi,
diare, serta gangguan pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
Quiin, P.J, et al. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Iowa : Blackwell Science
Soeharsono. 2002. Zoonosis:
Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Zein, Umar, Khalid
Huda Sagala, Josia Ginting. 2004. Diare Akut Diesebabkan Bakteri. Medan :
Universitas Sumatera Utara
No comments:
Post a Comment