Tuesday, 16 April 2013

Blok 11 UP 3



LEARNING OBJECTIVE
1.      Sebutkan dan jelaskan bakteri gram (-) yang menyebabkan diare beserta patogenesis dan gejala klinis?
2.      Sebutkan dan jelaskan virus yang menyebabkan diare beserta patogenesis dan gejala klinis?


PEMBAHASAN
1.        Bakteri gram (-)
1)   Escherichia coli
Escherichia coli merupakan jenis mikroorganisme yang biasa terdapat dalam sistem pencernaan. Banyak dari strain E. coli sama sekali tidak berbahaya, tapi beberapa jenis dapat menyebabkan diare parah dan bahkan kematian. Biasanya E. coli akan menyebabkan jaringan epitel dalam usus berubah fungsi, dari mode penyerapan nutrisi menjadi mode pengeluaran. E. coli juga seringkali dituduh menjadi penyebab utama diare pada sapi (Subronto, 2003).
2)   Salmonella
Menyerang lapisan lendir dalam usus kecil, menyebabkan peradangan dan pengikisan pada lapisan usus. Bakteri ini dapat menyerang aliran darah, persendian, otak, paru paru dan hati. Lebih jauh, ternak yang terinfeksi dapat menyebarkan bakteri ini dalam kotoran, urine, saliva dan cairan hidung. Bakteri yang tinggal dalam media media tersebut dapat hidup sampai bilangan bulan. Sumber infeksi Salmonella pada pedet dapat berasal dari sesama ternak sapi, burung, binatang pengerat, air, manusia dan air susu yang berasal dari sapi terinfeksi (Subronto, 2003).
3)   Vibrio cholera
Vibrio cholerae adalah bakteri batang gram negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3–4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan (Zein, 2004).
4)   Shigella
Shigella adalah bakteri yang ditularkan melalui makanan atau air. Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri (Zein, 2004).
5)   Campylobacter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada pasien immunotolerant. Patogenesis dari toksin dan invasi pada mukosa (Zein, 2004).

Beberapa penyebab diare akut infeksi bakteri
1.         Infeksi non-invasif
a.    Escherichia coli pathogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. berdasarkan gejala klinis diare oleh E.coli dikategorikan:
     Traveler’s diarrhea (enterotoxigenic E.coli/ETEC)
     Hemorrhagic colitis dan hemolytic-uremic syndrome (enterohemorrhagic E.coli/EHEC)
     Persistent diaiarrhea (enteroaggregative E.coli/EAEC)
     Watery diarrhea pd anak2 (enteropathogenic E.coli/EPEC)
     Invassive diarrhea (enteroinvasive E.coli/EIEC)
     Diffusely diarrhea (diffusely adherent E.coli/DAEC)
b.    Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
c.    Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.
d.   Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah.
e.    Vibrio cholera
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
2.         Infeksi Invasif
a.        Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
b.        Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
c.         Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.
d.        Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa.
Selain itu terdapat bakteri:
e.         Vibrio non-kolera
f.          Yersinia
g.        Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
h.        Aeromonas
i.          Plesiomonas
(Zein, 2004)
Patogenesis
1)   Escherichia coli
Sekurangnya ada 3 jenis E. coli yang dapat dikemukakan:
a)   Enteric
Merupakan jenis yang paling umum. Tanda klinis utama adalah diare hebat. Pedet dengan cepat menjadi lemas dan mengalami dehidrasi. Biasanya diawali dulu dengan demam yang kemudian dengan cepat kembali normal, atau mendekati normal. Dapat menyebabkan kematian (Quinn, 2002).
b)   Enterotoxigenic
Disebabkan oleh bakteri E. coli dari jenis K-99. Infeksi dari strain ini berakibat fatal. Racun menyebabkan cairan yang dipompa ke dalam usus sedemikian banyak sehingga pedet biasanya mati bahkan sebelum gejala diare muncul. Diare seperti ini adalah salah satu yang diare yang dapat muncul pada umur pedet dibawah 3 hari (Quinn, 2002).
c)   Septicemic
Jenis ini bekerja mirip bakteri Salmonella. Dengan menginfeksi aliran darah dan masuk kedalam jaringan tubuh sehingga menyebabkan infeksi secara menyeluruh. Luka dan jejak dari infeksi bakteri jenis ini biasanya tidak tampak secara jelas. Ini merupakan jenis E. coli yang ganas, seringkali menyebabkan kematian tanpa gejala klinis diare terlebih dahulu. Pedet yang tidak mendapat atau dihentikan pemberian kolostrum, biasanya mati karena jenis septisemik ini (Quinn, 2002).
2)   Salmonella
Salmonella masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, Salmonella menembus ileum dan ditangkap oleh sel mononuklear. Di dalam ileum terjadi kolonisasi bakteri dan terjadi invasi mukosa akibat adanya bakteri Salmonella sp. Di intestinum Salmonella sp. mengeluarkan sitotoksin dan enterotoksin sehingga akan menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan sehingga terjadi peradangan akut. Terkadang muncul adanya ulcerasi, sintesis prostaglandin, enterotoksin, dan sitokine yang mengaktivasi adenil siklase. Aktivasi ini menyebabkan peningkatan cAMP sehingga epitel intestinum memproduksi cairan di dalam lumen usus (baik besar maupun kecil) yang mengakibatkan diare. Kejadian Salmonellosis tinggi pada hewan muda. Hal ini disebabkan karena tingginya pH lambung pada hewan muda, tidak adanya flora dalam usus (flora intestinal) yang stabil, dan rendahnya kekebalan (Soeharsono, 2002 ; Subronto, 2003).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal (patch of peyer) akibatnya terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang, dll.Respon imun humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Respon imun humoral sistemik, di usus diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Respon imun seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Soeharsono, 2002 ; Subronto, 2003).

Gejala Klinis
Pada pedet yang menderita kolibasilosis dikenal 2 bentuk klinik, yaitu bentuk toksemia (tidak disertai diare) dan bentuk klasik. Pada bentuk klasik gejala yang mencolok berupa diare profus, feses yang berbentuk pasta atau sangat berair, warna feses putih atau kuning dengan bau yang sangat menusuk. Dalam feses juga kadang ditemukan darah yang segar. Nafsu minum penderita segera hilang karena terjadinya toksemia atau kelemahan umum. Pada auskultasi di daerah abdomen akan terdengar suara berpindahnya cairan karena peningkatan peristaltik (borborigmus). Diare yang berlangsung 3-5 hari, penderita kehilangan banyak cairan, dehidrasi, hingga akan terjadi shock yang diiukuti kematian. Pada akhir hayat, penderita kehilangan cairan sebanyak 10-16% dari berat tubuh.

2.        Virus
Berbagai Macam virus yang dapat menyebabkan diare:
1)   Rotavirus
Termasuk virus RNA dan tidak beramplop. Dapat mengakibatkan diare pada pedet dalam 24 jam setelah dilahirkan. Dapat menulari ternak berusia 30 hari atau lebih. Pengeluaran saliva, dan diare hebat. Kotoran dapat berwarna kuning sampai hijau. Kehilangan nafsu makan dan tingkat kematian dapat mencapai 50 persen, tergantung pada kehadiran infeksi lanjutan dari jenis bakteri lain (Subronto, 2003).
2)   Coronavirus
Terjadi pada pedet usia 5 hari atau lebih. Dapat menulari pedet yang berusia 6 minggu atau lebih. Tingkat depresi tidak setinggi infeksi oleh rotavirus. Pada awalnya, feces ternak akan menunjukkan bentuk dan warna yang sama dengan infeksi rotavirus. Setelah beberapa jam, feces dapat mengandung lendir bening yang menyerupai putih telur. Diare dapat terus berlangsung selama beberapa hari. Tanda luka seringkali tidak jelas. Biasanya usus penuh oleh feses cair (Subronto, 2003).
3)   Bovine Virus Diarrhea (BVD)
Merupakan agen virus yang dapat menyebabkan diare. Virus BVD termasuk dalam genus Pestivirus, anggota dari keluarga Togaviridae dan merupakan RNA virus. Meskipun secara umum jarang dijumpai pada pedet muda atau baru lahir. Antibodi yang berasal dari kolostrum induk yang divaksin BVF sangat membantu melindungi pedet. Pedet yang baru dilahirkan dan terkena infeksi BVD ini dapat mengalami demam tinggi, nafas yang tersengal dan diare parah. BVD sekali ditemukan bersama agen infeksius yang lain atau ada infeksi sekunder (Quiin, 2002 ; Subronto, 2003).

Patogenesis
 Virus ini melakukan replikasi di dalam sitoplasma dan dilepaskan melalui eksositosis. Dapat terjadi infeksi persisten pada pedet yang mana akan mensekresikan dan mengekskresikan virus secara permanen. Infeksi persisten terjadi pada fetus yang tertular virus dengan strain non sitopatik sebelum kebuntingan berusia 120 hari. Meskipun sapi terkena infeksi persisten, ia dapat berkembang biak dan menularkan virus melaui plasenta (Quinn, 2002).
Jika terjadi infeksi oleh strain virus cytopatic dapat menyebabkan peningkatan penyakit mucosal disease. Hewan yang mengalami infeksi persisten akan menyebarkan virus selama hidupnya. Hewan yang mengalami infeksi persisten perlu mendapatkan perawatan yang khusus sehingga tidak mencemari lingkungan disekitarnya. Infeksi persisten pada sapi dapat ditularkan secara vertical melalui infeksi secara transplacental dari induk ke pedetnya. Hewan dengan infeksi persisten atau mengalami infeksi akut akan menyebarkan virus ini melalui leleran hidung, mata, saliva, urin dan feces. Infeksi yang terjadi pada sapi dalam stadium kebuntingan dapat menyebabkan kematian fetus dini, aborsi, fetus yang mengalami abnormalitas pada sistim syaraf pusat dan system ocular. Infeksi pada trisemester kebuntingan akhir tidak mengakibatkan imunotoleran pada induk, tetapi dapat menyebabkan gangguan imunitas pada pedet yang dilahirkan.
Infeksi pada hewan dewasa tidak akan menyebabkan imunotoleran, gejala klinis yang menciri adalah adanya periode demam yang disertai leucopenia viremia. Pada sekelompok hewan yang peka, akan ditemukan gejala diare dengan morbiditas yang tinggi tetapi rata-rata mortalitasnya rendah, leleran dari mata dan hidung dan ulcer di mulut. Pada sapi perah yang terinfeksi akan mengalami penurunan produksi. Virus bersifat imunosupresif, sehingga menyebabkan hospes menjadi rentan terhadap infeksi penyakit yang lain. Gejala klinis yang ringan dari penyakit ini akan menimbulkan efek yang besar pada fungsi reproduksi sejak timbulnya gejala berupa demam ringan dan adanya lesi pada mulut yang umumnya tidak terdeteksi (Subronto, 2003).
Infeksi pada fetus pada masa kebuntingan akhrir akan berperan penting dalam system imun pedet, sejak fetus dapat meningkatkan respon antibodinya terhadap mikroorganisme pada usia kebuntingan 5-6 bulan. Walaupun demikian infeksi pada fetus dapat juga diikuti kelahiran premature, still birth atau pedet yang kurus dan abnormalitas kebuntingan (Subronto, 2003).

Gejala Klinis
1.      Bentuk subklinis
Gejalanya meliputi demam ringan, leukopenia, diare ringan.
2.      Bentuk akut
Penyakit berlangsung 1-30 hari dengan rata-rata 2-3 minggu. Secara umum suhu berfase 2, mencapai 42 ºC pada puncak terakhir. Hewan tampak lesu, nafsu makan hilang, gerakan rumen turun dan cenderung terjadi penimbunan gas di dalamnya. Produksi air susu berhenti atau merosot. Penderita mengalami diare profus dengan feses sangat cair bercampur lendir dan titik-titik atau bekuan darah. Hal terakhir biasanya disebabkan oleh trombositopenia.
Diare akan menyebabkan dehidrasi, mengakibatkan asidosis, hipokloremia, dan hipokalemia. Asidosis juga menyebabkan respirasi meningkat frekuensinya. Pada alat pernafasan terlihat ingus yang mukoid atau mukopurulen, adanya lesi dalam mukosa hidung. Di dalam rongga mulut akan dapat dilihat erosi pada lidah, gusi, dan mukosa pipi. Papilla akan memendek. Oleh lesi tersebut penderita akan menunjukkan hipersalivasi. Lesi-lesi juga ditemukan pada rongga hidung. Dari mata akan terihat oedema kornea yang ditandai dengan lakrimasi yang berlebihan.
3.      Bentuk subakut atau kronik
Bentuk ini ditandai dengan diare yang intermiten, kekurusan, kembung rumen yang kronik, serta erosi mukosa mulut dan kulit yang kronik. Anemia dan leukopenia akan ditemukan secara mencolok. Pertumbuhan badan menjadi terlambat.
4.      Bentuk neonatal
Bentuk ini ada pada pedet berumur  <1 bulan, yang ditandai suhu tubuh tinggi, diare, serta gangguan pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA
Quiin, P.J, et al. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Iowa : Blackwell Science
Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Zein, Umar, Khalid Huda Sagala, Josia Ginting. 2004. Diare Akut Diesebabkan Bakteri. Medan : Universitas Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment