Tuesday, 29 October 2013

BLOK 14 UP 1



LEARNING OBJECTIVE
1.      Jelaskan mengenai kesehatan masyarakat veteriner! (korelasi dengan kesehatan masyarakat)
2.      Jelaskan tentang analisis resiko!


PEMBAHASAN
1.    KESMAVET DAN KESMA
I.       Kesehatan masyarakat veteriner
A.    Pengertian
Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia (UU No 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan).
Kesmavet adalah segala usaha masyarakat yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh ilmu dan seni pengobatan hewan yang diterapkan dalam pencegahan, perlindungan hidup serta peningkatan kesejahteraan dan efisiensi manusia (American Board of Public Healtahun sitasi Hummer, 1964).
Segala kegiatan untuk melindungi, memajukan kesehatan manusia dengan menggunakan kombinasi antara pengetahuan dan sumber-sumber yang berhubungan dengan kesehatan hewan dan manusia serta hubungan antara hewan dan manusia.
Kesmavet adalah sejumlah kontribusi bagi kesejahteraan fisik, mental dan sosial manusia melalui pemahaman dan penerapan ilmu kedokteran hewan (WHO, 1999).
B.     Program
1.    Penerapan sistem jaminan keamanan dan mutu pangan asal hewan (produk domestik dan impor)
2.    Pengawasan lingkungan produksi hewan
3.    Pengamanan produk hewan
4.    Pengawasan zoonosa
5.    Pembinaan kesejahteraan hewan
C.     Aktivitas
Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam bentuk ( UU no 18 tahun 2009) :
1.    pengendalian dan penanggulangan zoonosis
2.    penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan
3.    penjaminan higiene dan sanitasi
4.    pengembangan kedokteran perbandingan
5.    penanganan bencana (Anonim, 2009)

Kegiatan pengawasan kesmavet:
1.    Penertiban usaha (RPH/RPU, TPD, importir, distributor)
2.    Penertiban terhadap pengiriman bahan pangan asal hewan
3.    Penertiban terhadap penanganan, penyimpanan, pengangkutan dan peredaran produk pangan asal hewan
4.    Pengambilan sampel / contoh produk pangan asal hewan
5.    Pembinaan dan pengawasan (verifikasi) penerapan sistem jaminan keamanan dan mutu (Quality Assurance System) pangan asal hewan berdasarkan sistem HACCP (Anonim, 2009)

II.    Kesehatan masyarakat
A.    Pengertian
Menurut C.E.A Winslow, kesehatan masyarakat adalah kombinasi praktek dan ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha pengorganisasian masyarakat yang meliputi : perbaikan sanitasi lingkungan, kontrol penyakit menular, pengorganisasian layanan kesehatan untuk diagnosa dini dan mencegah penyakit, pendidikan kesehatan individu serta pengembangan rekayasa sosial dengan tujuan setiap orang memiliki standar hidup yang cukup untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan (Notoatmojo, 2007).
B.     Ruang lingkup
Menurut Notoatmojo (2007), ruang lingkup kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 2 (dua) disiplin keilmuan, yakni bio-medis dan social sciences. Keberagaman ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat menjadikan ilmu kesehatan masyarakat itu menjadi ilmu yang multidisiplin. Secara luas, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama ilmu kesehatan masyarakat ini antara lain :
a.    Epidemiologi
b.    Biostatistik / statistik kesehatan
c.    Kesehatan lingkungan
d.   Pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku
e.    Administrasi kesehatan masyarakat
f.     Gizi masyarakat
g.    Kesehatan kerja (Notoatmojo, 2007)

1.      Manajemen kesehatan masyarakat
Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan untuk mengatur para petugas kesehatan dan non petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. Targetnya adlah sistem / unit pelayanan kesehatan masyarakat seperti : puskesmas, rumah sakit, balkesmas serta unit / organisasi lain yang mengupayakan peningkatan kesehatan.
Fungsi manajemen :
a.       Perencanaan / planning
Perencanaan adalah suatu proses penganalisisan dan pemahaman sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Macam perencanaan :
1)      Berdasarkan jangka waktu berlakunya
a)      Rencana jangka panjang (10-25 tahun)
b)      Rencana jangka menengah (5-7 tahun)
c)      Rencana jangka pendek (hanya 1 tahun)
2)      Berdasarkan tingkatannya
a)      Rencana induk
Titik berat : uraian kebijakan organisasi
Tujuan : jangka panjang
Ruang lingkup : luas
b)      Rencana operasional
Titik berat: petunjuk melaksanakan suatu program
c)      Rencana harian – bersifat rutin

3)      Berdasarkan ruang lingkupnya
a)      Rencana strategis : uraian tentang kebijakan tujuan jangka panjang
b)      Rencana taktis : uraian yang bersifat jangka pendek, mudah menyesuaikan kegiatan-kegiatannya asal tujuan tidak berubah.
c)      Rencana menyeluruh : uraian secara menyeluruh & lengkap.
d)     Rencana terintegrasi : uraian menyeluruh terpadu, misal dengan program lain di luar kesehatan (Notoatmojo, 2007)

a.       Pengorganisasian / organizing
Meliputi beberapa unsur pokok diantaranya :
1)      Hal yang diorganisasikan : kegiatan dan tenaga pelaksana
2)      Proses pengorganisasian : langkah-langkah yang harus dilakukan sehingga semua kegiatan dan tenaga pelaksana dapat berjalan baik
3)      Hasil pengorganisasian : terbentuknya struktur organisasi yang merupakan perpaduan antara kegiatan dan tenaga pelaksana
b.      Penyusunan personalia / staffing
c.       Pengkoordinasian / coordinating
d.      Penyusunan anggaran / budgeting
e.       Pengawasan dan pengarahan
Tujuannya agar kegiatan-kegiatan dan pelaksana dapat berjalan baik, tidak ada penyimpangan-penyimapangan, sehingga tujuan dapat tercapai. Pada pengawasan perlu diperhatikan :
1)      Obyek pengawasan : kuantitas dan kualitas program, biaya program, pelaksanaan program dan hal-hal yang bersifat khusus
2)      Metode pengawasan, dapat dilakukan dengan :
a)      Kunjungan langsung / observasi
b)      Analisa laporan-laporan yang masuk
c)      Pengumpulan data / informasi khusus tentang obyek pengawasan
d)     Melalui tugas dan tanggung jawab para pimpinan (pengawasan tidak langsung pada pelaksananya)
3)      Proses pengawasan, dimulai dengan menyusun rencana pengawasan sebelum pelaksanannya. Setelah proses pengawasan selesai, perlu diinterpretasi dan dianalisa hasilnya kemudian diambil kesimpulan untuk selanjutnya ditindaklanjuti.
f.       Evaluasi
Evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap :
1.      Proses pelaksanaan program
2.      Hasil program
3.      Dampak program

2.      Pendidikan dan perilaku kesehatan
a.       Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor :
1)      Faktor predisposisi (predisposing factors)
2)      Faktor pendukung (enabling factors)
3)      Faktor penguat/pendorong (reinforcing factors)
Pendidikan kesehatan (sebagai faktor usaha intervensi perilaku) harus diarahkan kepada ketiga faktor tesebut di atas.
b.      Ruang lingkup pendidikan kesehatan
1)      Dimensi sasaran pendidikan:
a)      Pendidikan kesehatan individual
b)      Pendidikan kesehatan kelompok
c)      Pendidikan kesehatan masyarakat
2)      Dimensi tempat pelaksanaan/aplikasi : misalnya di sekolah, rumah sakit, tempat kerja, dll.
3)      Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a)      Promosi kesehatan (healtahun promotion)
b)      Perlindungan khusus (spesific protection)
c)      Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
d)     Pembatasan cacat (disability limitation)
e)      Rehabilitasi (rehabilitation)
c.       Metode pendidikan kesehatan
1)      Metode pendidikan individual : bimbingan dan penyuluhan, wawancara.
2)      Metode pendidikan kelompok
a)      Kelompok besar : ceramah,seminar
b)      Kelompok kecil : diskusi kelompik, curah pendapat, memainkan peranan, snowballing, buzz group dan permainan simulasi
d.      Strategi untuk mengubah perilaku menurut WHO dibagi menjadi tiga :
1)      Menggunakan kekuatan / kekuasaan, misal dengan peraturan perundang-undangan.
2)      Pemberian informasi, akan meningkatkan pengetahun masyarakat sehingga menimbulkan kesadaran perilaku sesuai pengetahuan.
3)      Diskusi dan partisipasi, merupakan cara pemberian informasi yang dilakukan dengan dua arah.

3.      Kesehatan lingkungan
Ada beberapa definisi dari kesehatan lingkungan:
Menurut WHO , kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8, yaitu :
a.       Penyehatan air dan udara
b.      Pengamanan limbah padat/sampah
c.       Pengamanan limbah cair
d.      Pengamanan limbah gas
e.       Pengamanan radiasi
f.       Pengamanan kebisingan
g.      Pengamanan vektor penyakit
h.      Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana


4.      Kesehatan kerja
Kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat (masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan tersebut) di tempat kerja.  Bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,mental dan sosial, bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan, melalui usaha preventif (mencegah penyakit),promotif (meningkatkan kesehatan) dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan akibat kerja / lingkungan kerja.
5.      Gizi masyarakat
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari/mengkaji masalah makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Ada dua macam ilmu gizi :
a.       Gizi kesehatan perorangan / gizi klinik / clinical nutrition : kuratif
b.      Gizi kesehatan masyarakat / gizi masyarakat / community nutrition / public healtahun nutrition : preventif dan promosi
Pengukuran status gizi masyarakat :
a.       Tahun 1970, Tahunrowbridge F :  lingkar lengan atas utk prevalensi malnutrisi akut, BB per T untuk yang kronis
b.      Tahun 1971, Morley D  : BB dan T per umur
c.       Tahun 1973,Waterlow : BB per T, Zeitlin MF : BB per umur
d.      Sekarang : BB dan T per umur, standar Harvard (SH)

2.    ANALISIS RESIKO
Analisis resiko adalah suatu alat bagi pengambil keputusan untuk menyediakan suatu penilaian yang objektif, repeatable, dan terdokumentasi terhadap resiko-resiko dari suatu tindakan tertentu yang diambil. Berkaitan dengan impor, analisis resiko bagi negara pengimpor bertujuan utama untuk menyediakan suatu metode penilaian yang objektif dan defensible terhadap resiko-resiko masuknya penyakit terkait dengan importasi hewan dan produk hewan (Lukman, 2008).
Dalam perjanjian sanitary and phytosanitary (SPS), setiap negara anggota World Trade Organization (WTO) diperkenankan menetapkan sanitary measures untuk melindungi negaranya dari resiko-resiko masuknya beberapa penyakit dan agen patogen lainnya. Penetapan sanitary measures di suatu negara dapat mengacu kepada standar-standar, guidelines, recommendations dari badan-badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) untuk masalah keamanan pangan dan Office International des Epizooties (OIE) untuk masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan terkait penyakit-penyakit hewan menular dan zoonosis (Moerad, 2003).
Komponen analisis resiko :
A.    Identifikasi resiko
Dalam tahapan ini akan diidentifikasi agen patogen atau bahaya yang potensial untuk kesehatan hewan dan manusia yang mungkin terbawa oleh komoditas yang diimpor.
Hal yang sangat penting diperhatikan adalah apakah agen atau bahaya potensial tersebut ada di negara pengekspor atau pengimpor. Selanjutnya, apakah bahaya potensial tersebut di negara pengimpor termasuk kategori yang harus dilaporkan atau kategori yang perlu dikendalikan atau dieradikasi. Hal ini untuk menghindari munculnya pembatasan atau tindakan-tindakan yang lebih ketat terhadap komoditas impor dibandingkan komoditas sejenis di negara pengimpor. Selain itu, perlu diperhatikan evaluasi sistem kesehatan hewan (veterinary services), program surveilance dan pengendalian, serta sistem zona atau kompartementalisasi pada negara pengekspor sebagai masukan penting dalam penilaian kecenderungan munculnya bahaya (penyakit) dalam populasi di negara pengekspor. Terkait impor produk hewan, dalam identifikasi bahaya perlu diperhatikan derajat pengolahan atau proses yang telah diterapkan pada produk tersebut. Proses produksi atau pengolahan tertentu dapat menghilangkan beberapa agen patogen tertentu.
B.     Penilaian resiko
Penilaian resiko adalah komponen analisis resiko yang menduga (estimasi) resiko berkaitan dengan suatu bahaya. Penilaian resiko ini dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Penilaian resiko ini harus didasari atas data atau informasi yang terbaik dan valid, serta sesuai dengan pemikiran ilmiah terkini.. Penilaian resiko ini juga dapat diubah dan diperbaru bilamana terdapat informasi baru. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini adalah kekonsistenan dan transparansi untuk menjamin keadilan (fairness), rasionalitas, serta mudah dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan.
C.     Manajemen resiko
Manajemen resiko dalam proses analisis resiko didefinisikan oleh OIE (2004) sebagai proses identifikasi, seleksi dan penerapan tindakan-tindakan yang dapat diterapkan untuk mengurangi tingkat resiko. Komponen manajemen resiko menurut CAC dan OIE :
1.      Evaluasi resiko (risk evaluation) adalah membandingkan estimasi resiko yang tidak terbatas (unrestricted risk estimation) dengan appropriate leviel of protection (ALOP) suatu negara pengimpor.
2.      Evaluasi pilihan (option evaluation) adalah mengidentifikasi tindakan-tindakan yang memungkinkan, termasuk aplikasi rekomendasi OIE Code.
3.      Implementasi (implementation) adalah menggunakan hasil penilaian resiko sebagai salah satu alat untuk membuat keputusan.
4.      Pemantauan dan kaji ulang (monitoring and review) merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara berkelanjutan selama proses manajemen resiko.
Hasil dari penilaian resiko terhadap suatu agen penyakit atau bahaya dibandingkan dengan ALOP yang ditentukan. Jika resiko tersebut sesuai dengan ALOP maka tidak diperlukan adanya tindakan-tindakan yang spesifik. Namun bila tidak memenuhi ALOP, maka diperlukan tindakan pengaturan resiko (risk management).
D.    Komunikasi resiko
Komunikasi resiko adalah proses penjaringan informasi dan pendapat-pendapat terkait bahaya dan resiko dari pihak-pihak yang berkepentingan selama proses analisis resiko, serta mengkomunikasian hasil penilaian resiko dan tindakan manajemen resiko yang diusulkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan di negara pengimpor dan pengekspor (OIE, 2005). Pihak yang terlibat dalam komunikasi resiko antara lain adalah pihak pemerintah atau competent autahunority (kelompok yang ditunjuk dalam melaksanakan analisis resiko, staf senior), instansi pemerintah lain yang terkait dengan hasil analisis resiko, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat yang berkepentingan. Komunikasi resiko ini dilaksanakan pada awal proses analisis resiko dan setiap tahapan selama proses analisis resiko (Schwabe, 1984; Moerad, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta : Kepala Biro Perundang – Undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat
Moerad, B. 2003. Pokok-pokok Kebijakan Kesmavet Menunjang Ketahanan dan Keamanan Pangan di Indonesia. Bogor : IPB – Press
Notoatmojo, S. 2007.  Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta.
Schwabe, C.W., 1984. Veterinary Medicine and Human Health. 3rd ed. Baltimore : Williams & Wilkins

No comments:

Post a Comment