- Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
- Jelaskan mengenai HACCP!
- Bagaimana cara mendapatkan NKV?
- Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
- HACCP
Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP)
adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah
yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap
penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan
dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan
yang aman bagi konsumen (Anonim, 1997 ; Anonim, 2003).
Bahaya
tersebut antara lain :
- Potensi bahaya biologis: Bakteri patogen (kontaminasi, pertumbuhan, ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya virus, jamur dan mikotoksin , protozoa
- Potensi bahaya kimia : Polutan (logam berat), produk-produk beracun (pestisida, asam, mineral oils, produk-produk yang bocor dari mesin, residu obat hewan dan pestisida.
- Potensi bahaya fisik: Serpihan gelas atau logam dari mesin atau wadah, benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan kayu (Anonim, 2003).
Tujuh Prinsip
HACCP
- Analisis bahaya
Mengidentifikasi
potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua
tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian
kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan
untuk pengendaliannya.
- Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
Menentukan titik
atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk
menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau
pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau
diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain
sebagainya.
- Menetapkan batas kritis setiap CCP
Menetapkan batas
kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam
kendali.
- Menetapkan sistem monitoring setiap CCP
Menetapkan sistem
pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian
atau pengamatan.
- Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi.
Menetapkan tindakan
perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukan bahwa
CCP tertentu tidak terkendali.
- Menetapkan prosedur verifikasi
Menetapkan prosedur
verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur
penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
- Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
Mengembangkan
dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk
prinsip-prinsip ini dan penerapannya (Arvanitoyannis,
2009).
Beberapa komponen
yang perlu diperhatikan dalam penerapan sistem HACCP untuk
penanggulangan bahaya pangan antara lain adalah bahan kimia.
Berdasarkan
bentuk senyawanya bahaya kimia dalam system HACCP
telah
membedakan bahaya kimia tersebut, yaitu anorganik dan organik
(Nurliana, 2004).
- Bahaya kimia inorganik adalah metal, dan senyawa-senyawa seperti mercuri, copper, iron oxide, lead sulphate, zinc phosphate ; asam inorganik seperti asam sulfur, asam hidroklorik, asam nitric ; alkalis inorganik seperti sodium hydroxide, potassium hydroxide; non metal seperti carbon, sulphur, nitrogen, chlorine, bromine, hydrogen ; dan gas-gas inorganic seperti CO,CO2, Ammonia, H2S (Nurliana, 2004).
- Bahaya kimia organik. Pada umumnya kimia organik adalah senyawa-senyawa yang terdiri dari satu atau lebih atom karbon (Nurliana, 2004).
Adapun pembagian
kimia organik dalam empat kelas utama yang perlu dipertimbangkan
dalam sistem HACCP, yaitu:
- Residual chemicals.
Perhatian terakhir
oleh HACCP kimia lebih memfokuskan pada residual chemicals yang
berasal dari pertanian, seperti pestisida dan hormon pertumbuhan,
fumigant dan beberapa toksin alami (Nurliana, 2004).
- Applied Chemicals
Ada beberapa kimia
yang sengaja ditambahkan pada makanan misalnya bahan imbuhan makanan
(food additives) dan bahan pengawet makanan (Nurliana, 2004).
- Accidential Chemicals
Terpapar secara
tidak sengaja atau kecelakaan. Contoh-contoh termasuk kotoran-kotoran
dalam penambahan bahan kimia dan berpindahnya jenis-jenis kimia dari
material seperti pada saat pengepakan (Nurliana, 2004).
- Background Chemicals
Banyak penelitian
lebih terfokus pada sejumlah kecil kontaminan, seperti policyclic
aromatic hydrocarbon dan polychlorinated biphenyls, dibenzo-p-dioxins
dan dibenzofurans. Sekarang ini kontaminan kelas lain sudah banyak
diteliti, seperti volatile aromatic, chlorinated solvents, benzenes,
naphthalenes dan diphenoquinones, polychlorinated diphenyl ethers,
polybrominated dioxins, biphenyls dan biphenyls ether dan sintetik
lainnya (Nurliana, 2004).
Langkah - Langkah
Penerapan HACCP
- Langkah 1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah
awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah
membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri
yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP
sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang
pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian
spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli
mikrobiologi, ahli mesin/ engineer,
ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan
brainstorming
dalam
mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh
dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh
dari luar.
- Langkah 2. Deskripsi produk
Tim
HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian
dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP-nya.
Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai
produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses
pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang
berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim
HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
- Langkah 3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
Dalam
kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin
berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan
penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk
tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau kelompok
masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok
remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus
dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
- Langkah 4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan
diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat
seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan
dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk,
terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara
pendistribusian produk tersebut.
- Langkah 5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar
diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya
untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram
alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut
tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi.
Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus
didokumentasikan.
- Langkah 6. Analisa Bahaya (Prinsip 1)
Setelah
lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya
dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk
mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan
terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi,
penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh
konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya
apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak
awal hingga ke tangan konsumen.
Analisis
bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan
tindakan pencegahan (preventive
measure),
dan penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan
demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient
yang
digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi,
serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen
beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya.
- Langkah 7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)
CCP
atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah
atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya
keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke
batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah
diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu
atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah
ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision
tree
untuk menentukan CCP.
- Langkah 8. Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)
Critical
limit (CL)
atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk
setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara
"yang diterima" dan "yang ditolak", berupa
kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk
menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas
kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat
mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur.
Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi
literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi
maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk
menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin
memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin
keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam
batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan
batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya
dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika
terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. Tabel 5 menunjukkan
contoh batas kritis suatu proses dalam industri pangan.
- Langkah 9. Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip 4)
Kegiatan
pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan
terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk
menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL
dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang
ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan.
Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam
suatu checklist
atau
pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet.
Pada
tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan,
waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang
yang melakukan pemantauan.
- Langkah 10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)
Tindakan
koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis
suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan,
sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk
pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa
penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain
menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan
kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan.
- Langkah 11. Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)
Verifikasi
adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa
sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan.
Dengan
verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat
diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa
kegiatan verifikasi misalnya: penetapan jadwal inspeksi verifikasi
yang tepat,
pemeriksaan
kembali rencana HACCP,
Pemeriksaan
catatan CCP,
Pemeriksaan
catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan
untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan. Pengambilan contoh
secara acak Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang
menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari
rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Verifikasi harus
dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP
yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan
jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi
keracunan makanan oleh produk tersebut.
- Langkah 12. Perekaman Data/Dokumentasi (Prinsip 7)
Dokumentasi
program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP
sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan
selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan
mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang
dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan
sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada
inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat
juga digunakan oleh operator
(Anonim,
2003 ; Arvanitoyannis,
2009).
- Cara Mendapatkan NKV
Nomor Kontrol
Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah
telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan
dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal
hewan.
- Tujuan
- bagi pengawas kesmavet untuk menyelenggarakan pengawasan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar sistem jaminan keamanan dan mutu pangan;
- bagi pelaku usaha di bidang pangan asal hewan dalam menerapkan higiene- sanitasi sebagai persyaratan kelayakan dasar sistem jaminan keamanan dan mutu pangan.
- mewujudkan jaminan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal;
- mewujudkan jaminan pangan asal hewan aman, sehat, utuh untuk pangan asal babi
- Pelaku usaha pangan asal hewan yang wajib memiliki NKV
- Pelaku usaha pangan asal hewan dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang:
- Rumah Potong Hewan, Rumah Potong Unggas, Rumah Potong Babi;
- Usaha budidaya unggas petelur;
- Usaha pemasukan, usaha pengeluaran;
- Usaha distribusi;
- Usaha ritel; dan atau
- Usaha pengolahan pangan asal hewan
- Pelaku usaha distribusi dan atau usaha ritel pangan asal hewan meliputi :
- pelaku usaha yang mengelola gudang pendingin (cold storage), dan toko/kios daging (meat shop)
- pelaku usaha yang mengelola unit pendingin susu (milk cooling centre), dan gudang pendingin susu
- pelaku usaha yang mengemas dan melabel telur susu (milk cooling centre), dan gudang pendingin susu;
- pelaku usaha yang mengemas dan melabel telur.
- Persyaratan memperoleh NKV
- Persyaratan administrasi
- memiliki Kartu Tanda Penduduk/Akte Pendirian
- memiliki Surat Keterangan Domisili
- memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
- memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- memiliki Surat Izin HO (Hinder Ordonnantie) (Anonim, 2010).
- Persyaratan teknis
- memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) / Upaya Pengendalian Lingkungan (UPL) yang khusus dipersyaratkan bagi unit usaha RPH, RPU, dan Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan
- memiliki bangunan, prasarana dan sarana usaha yang memenuhi persyaratan teknis higiene-sanitasi
- memiliki tenaga kerja teknis dan atau penanggungjawab teknis yang mempunyai keahlian/keterampilan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
- menerapkan proses penanganan dan atau pengolahan yang higienis (Good Hygienic Practices)
- menerapkan cara budidaya Good Farming Practices (Anonim, 2010).
- Tata cara memperoleh NKV
- mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan melampirkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis
- Kepala Dinas Propinsi setelah menerima permohonan NKV selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan tersebut telah selesai melakukan pemeriksaan persyaratan.
- Apabila permohonan belum memenuhi persyaratan, kepada pemohon diminta untuk melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud.
- Apabila permohonan sudah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Propinsi memberitahukan kepada pemohon bahwa akan dilakukan penilaian di unit usaha dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak terpenuhinya persyaratan dimaksud.
- Penilaian pemenuhan persyaratan unit usaha yang mengajukan dilakukan oleh Tim Auditor NKV yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur (Anonim, 2010).
- Tim auditor NKV terdiri dari
- Tim Auditor NKV terdiri dari 1 (satu) orang Ketua yang berpendidikan dokter hewan dan 2 (dua) atau lebih orang Anggota (Anonim, 2010).
- Tim Auditor mempunyai tugas:
- menilai pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi suatu unit usaha pangan asal hewan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dan menggunakan daftar penilaian (audit chek list)
- melaporkan hasil penilaian sebagaimana di sebut diatas berikut rekomendasi hasil penilaian kepada Kepala Dinas Propinsi paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal penugasan.
- Berdasarkan rekomendasi Tim Auditor disebut poin 1, Kepala Dinas Propinsi dapat menyetujui atau menunda penerbitan NKV sampai dipenuhinya tindakan koreksi dimaksud oleh pemohon, atau menolak penerbitan NKV.
- Dalam hal telah disetujui atau telah dipenuhinya tindakan koreksi Kepala Dinas Propinsi paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menerbitkan NKV dalam bentuk sertifikat
- Dalam hal penolakan Kepala Dinas Propinsi paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menolak penerbitan NKV dengan disertai alasan penolakan.
- Kepala Dinas Propinsi menyampaikan foto copy sertifikat dan keterangan hasil penilaian kepada Direktur Jenderal Peternakan, paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penerbitan NKV (Anonim, 2010).
- Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Anonim. 1997. Guide
Book for The Preparation of HACCP Plans.
New York : Food and Inspection Service USA
Anonim. 2003. The
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Training Manual.
London : European
Committee for Standardisation
Anonim. 2010.
Auditor
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dalam Menjamin Keamanan dan Kehalalan
Produk Pangan Asal Hewan.
Jakarta : Direktorat Kesmavet Ditjen Peternakan
Arvanitoyannis, I.
S. 2009. HACCP
and ISO 22000 Application to Foods of Animal Origin.
Oxford : Wiley - Blackwell
Nurliana. 2004.
Tinjauan
terhadap Peran HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam
Mengendalikan Bahaya Kimia pada Makanan.
Bogor : Institut Pertanian Bogor
No comments:
Post a Comment