Wednesday 4 December 2013

BLOK 14 UP 6

  1. Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
  1. Jelaskan mengenai HACCP!
  2. Bagaimana cara mendapatkan NKV?

  1. Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
  1. HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen (Anonim, 1997 ; Anonim, 2003).
Bahaya tersebut antara lain :
  1. Potensi bahaya biologis: Bakteri patogen (kontaminasi, pertumbuhan, ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya virus, jamur dan mikotoksin , protozoa
  2. Potensi bahaya kimia : Polutan (logam berat), produk-produk beracun (pestisida, asam, mineral oils, produk-produk yang bocor dari mesin, residu obat hewan dan pestisida.
  3. Potensi bahaya fisik: Serpihan gelas atau logam dari mesin atau wadah, benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan kayu (Anonim, 2003).

Tujuh Prinsip HACCP
  1. Analisis bahaya
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.


  1. Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
  1. Menetapkan batas kritis setiap CCP
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
  1. Menetapkan sistem monitoring setiap CCP
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan.
  1. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi.
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
  1. Menetapkan prosedur verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
  1. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya (Arvanitoyannis, 2009).

Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan sistem HACCP untuk penanggulangan bahaya pangan antara lain adalah bahan kimia. Berdasarkan bentuk senyawanya bahaya kimia dalam system HACCP telah membedakan bahaya kimia tersebut, yaitu anorganik dan organik (Nurliana, 2004).
  • Bahaya kimia inorganik adalah metal, dan senyawa-senyawa seperti mercuri, copper, iron oxide, lead sulphate, zinc phosphate ; asam inorganik seperti asam sulfur, asam hidroklorik, asam nitric ; alkalis inorganik seperti sodium hydroxide, potassium hydroxide; non metal seperti carbon, sulphur, nitrogen, chlorine, bromine, hydrogen ; dan gas-gas inorganic seperti CO,CO2, Ammonia, H2S (Nurliana, 2004).
  • Bahaya kimia organik. Pada umumnya kimia organik adalah senyawa-senyawa yang terdiri dari satu atau lebih atom karbon (Nurliana, 2004).

Adapun pembagian kimia organik dalam empat kelas utama yang perlu dipertimbangkan dalam sistem HACCP, yaitu:
  • Residual chemicals.
Perhatian terakhir oleh HACCP kimia lebih memfokuskan pada residual chemicals yang berasal dari pertanian, seperti pestisida dan hormon pertumbuhan, fumigant dan beberapa toksin alami (Nurliana, 2004).
  • Applied Chemicals
Ada beberapa kimia yang sengaja ditambahkan pada makanan misalnya bahan imbuhan makanan (food additives) dan bahan pengawet makanan (Nurliana, 2004).
  • Accidential Chemicals
Terpapar secara tidak sengaja atau kecelakaan. Contoh-contoh termasuk kotoran-kotoran dalam penambahan bahan kimia dan berpindahnya jenis-jenis kimia dari material seperti pada saat pengepakan (Nurliana, 2004).
  • Background Chemicals
Banyak penelitian lebih terfokus pada sejumlah kecil kontaminan, seperti policyclic aromatic hydrocarbon dan polychlorinated biphenyls, dibenzo-p-dioxins dan dibenzofurans. Sekarang ini kontaminan kelas lain sudah banyak diteliti, seperti volatile aromatic, chlorinated solvents, benzenes, naphthalenes dan diphenoquinones, polychlorinated diphenyl ethers, polybrominated dioxins, biphenyls dan biphenyls ether dan sintetik lainnya (Nurliana, 2004).



Langkah - Langkah Penerapan HACCP
  1. Langkah 1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar.
  1. Langkah 2. Deskripsi produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP-nya. Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
  1. Langkah 3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
  1. Langkah 4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.
  1. Langkah 5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
  1. Langkah 6. Analisa Bahaya (Prinsip 1)
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.
Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya.
  1. Langkah 7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP.
  1. Langkah 8. Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. Tabel 5 menunjukkan contoh batas kritis suatu proses dalam industri pangan.
  1. Langkah 9. Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip 4)
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
  1. Langkah 10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan.
  1. Langkah 11. Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan verifikasi misalnya: penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana HACCP, Pemeriksaan catatan CCP, Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan. Pengambilan contoh secara acak Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
  1. Langkah 12. Perekaman Data/Dokumentasi (Prinsip 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator (Anonim, 2003 ; Arvanitoyannis, 2009).

  1. Cara Mendapatkan NKV
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.
  1. Tujuan
  • bagi pengawas kesmavet untuk menyelenggarakan pengawasan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar sistem jaminan keamanan dan mutu pangan;
  • bagi pelaku usaha di bidang pangan asal hewan dalam menerapkan higiene- sanitasi sebagai persyaratan kelayakan dasar sistem jaminan keamanan dan mutu pangan.
  • mewujudkan jaminan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal;
  • mewujudkan jaminan pangan asal hewan aman, sehat, utuh untuk pangan asal babi

  1. Pelaku usaha pangan asal hewan yang wajib memiliki NKV
        1. Pelaku usaha pangan asal hewan dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang:
  • Rumah Potong Hewan, Rumah Potong Unggas, Rumah Potong Babi;
  • Usaha budidaya unggas petelur;
  • Usaha pemasukan, usaha pengeluaran;
  • Usaha distribusi;
  • Usaha ritel; dan atau
  • Usaha pengolahan pangan asal hewan
        1. Pelaku usaha distribusi dan atau usaha ritel pangan asal hewan meliputi :
      • pelaku usaha yang mengelola gudang pendingin (cold storage), dan toko/kios daging (meat shop)
      • pelaku usaha yang mengelola unit pendingin susu (milk cooling centre), dan gudang pendingin susu
      • pelaku usaha yang mengemas dan melabel telur susu (milk cooling centre), dan gudang pendingin susu;
      • pelaku usaha yang mengemas dan melabel telur.

  1. Persyaratan memperoleh NKV
        1. Persyaratan administrasi
  • memiliki Kartu Tanda Penduduk/Akte Pendirian
  • memiliki Surat Keterangan Domisili
  • memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
  • memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • memiliki Surat Izin HO (Hinder Ordonnantie) (Anonim, 2010).

        1. Persyaratan teknis
  • memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) / Upaya Pengendalian Lingkungan (UPL) yang khusus dipersyaratkan bagi unit usaha RPH, RPU, dan Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan
  • memiliki bangunan, prasarana dan sarana usaha yang memenuhi persyaratan teknis higiene-sanitasi
  • memiliki tenaga kerja teknis dan atau penanggungjawab teknis yang mempunyai keahlian/keterampilan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
  • menerapkan proses penanganan dan atau pengolahan yang higienis (Good Hygienic Practices)
  • menerapkan cara budidaya Good Farming Practices (Anonim, 2010).

  1. Tata cara memperoleh NKV
  1. mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan melampirkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis
  2. Kepala Dinas Propinsi setelah menerima permohonan NKV selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan tersebut telah selesai melakukan pemeriksaan persyaratan.
  3. Apabila permohonan belum memenuhi persyaratan, kepada pemohon diminta untuk melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud.
  4. Apabila permohonan sudah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Propinsi memberitahukan kepada pemohon bahwa akan dilakukan penilaian di unit usaha dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak terpenuhinya persyaratan dimaksud.
  5. Penilaian pemenuhan persyaratan unit usaha yang mengajukan dilakukan oleh Tim Auditor NKV yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur (Anonim, 2010).

  1. Tim auditor NKV terdiri dari
  1. Tim Auditor NKV terdiri dari 1 (satu) orang Ketua yang berpendidikan dokter hewan dan 2 (dua) atau lebih orang Anggota (Anonim, 2010).
  2. Tim Auditor mempunyai tugas:
  • menilai pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi suatu unit usaha pangan asal hewan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dan menggunakan daftar penilaian (audit chek list)
  • melaporkan hasil penilaian sebagaimana di sebut diatas berikut rekomendasi hasil penilaian kepada Kepala Dinas Propinsi paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal penugasan.
  • Berdasarkan rekomendasi Tim Auditor disebut poin 1, Kepala Dinas Propinsi dapat menyetujui atau menunda penerbitan NKV sampai dipenuhinya tindakan koreksi dimaksud oleh pemohon, atau menolak penerbitan NKV.
  • Dalam hal telah disetujui atau telah dipenuhinya tindakan koreksi Kepala Dinas Propinsi paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menerbitkan NKV dalam bentuk sertifikat
  • Dalam hal penolakan Kepala Dinas Propinsi paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menolak penerbitan NKV dengan disertai alasan penolakan.
  • Kepala Dinas Propinsi menyampaikan foto copy sertifikat dan keterangan hasil penilaian kepada Direktur Jenderal Peternakan, paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penerbitan NKV (Anonim, 2010).
  1. Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Anonim. 1997. Guide Book for The Preparation of HACCP Plans. New York : Food and Inspection Service USA
Anonim. 2003. The Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Training Manual. London : European Committee for Standardisation
Anonim. 2010. Auditor Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dalam Menjamin Keamanan dan Kehalalan Produk Pangan Asal Hewan. Jakarta : Direktorat Kesmavet Ditjen Peternakan
Arvanitoyannis, I. S. 2009. HACCP and ISO 22000 Application to Foods of Animal Origin. Oxford : Wiley - Blackwell
Nurliana. 2004. Tinjauan terhadap Peran HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam Mengendalikan Bahaya Kimia pada Makanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor


No comments:

Post a Comment