Wednesday 8 January 2014

BLOK 15 UP 3



LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana manajemen pakan pada sapi potong?
2.      Apa saja macam-macam indigesti, pathogenesis, gejala klinis dan terapi?


PEMBAHASAN
1.      Manajemen Pakan Sapi Potong
Penambahan konsentrat pada sapi bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan menambah energi. Tingginya pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi dan daya cerna dari rumput atau hijauan kualitas rendah. Selain itu penembehan konsentrat tertentu dapat menghasilkan asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan konsentrat tertentu dapat juga bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi di rumen, mengingat fermentasi rumen membutuhkan energi lebih banyak (Kartadisastra, 1995) .
Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrat dibagi dua golongan yaitu konsentrat sebagai sumber energi dan sebagai sumber protein. Konsentrat sebagai sumber protein apabila kandungan protein lebih dari 18%, Total Digestible Nutrision (TDN) 60%. Ada konsentrat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Berasal dari hewan mengandung protein lebih dari 47%. Mineral Ca lebih dari 1% dan P lebih dari 1,5% serta kandungan serat kasar dibawah 2,5%. Contohnya : tepung ikan, tepung susu, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung cacing. Berasal dari tumbuhan, kandungan proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1% dan P dibawah 1,5% serat kasar lebih dari 2,5%. Contohnya : tepung kedelai, tepung biji kapuk, tepung bunga matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit dll. Konsentrat sebagai sumber energi apabila kandungan protein dibawah 18%, TDN 60% dan serat kasarnya lebih dari 10%. Contohnya : dedak, jagung, empok, polar dll (Parakkasi, 1995).
Garam dapur (NaCl)
Untuk pemeliharaan sapi dewasa diperlukan garam dapur sebanyak 20-25 g/hari, yang dapat diperoleh dari hijauan maupun konsentrat yang disediakan. Untuk produksi air susu sebanyak 10 literdiperlukan tambahan sebanyak 18 g. NaCl berguna agar sel-sel dapat hidup dan berfungsi normal.
Defisiensi garam dapur berupa hilangnya nafsu makan, gemetar, jalan sempoyongan, mata tidak bersinar, bulu kusam, berat tubuh turun, produksi air susu merosot


MANAGEMEN PAKAN SAPI POTONG
Dalam pemeliharaan penggemukan sapi, pakan sangat berpengaruh. Komposisi dari pakan harus diperhatikan. Pemberian pakan yang sangat mungkin diberikan sehingga mendapatkan hasil yang maksimal adalah sebagai berikut :
a.       Pakan hijauan, yaitu bahan yang banyak mengandung serat kasar dengan nilai cerna yang rendah dan cukup protein seperti rumput gajah, rumput raja, benggala, satria, dan lain – lain. Jenis legume seperti gamal, acasia vilosa, turi serta dari jenis daun-daunan dan jerami. Pakan hijauan diberikan 10% dari berat badan perhari. Hijauan yang diberikan merupakan campuran antara rumput dan kacang-kacangan dengan perbandingan 2/3 bagian rumput dengan 1/3 kacang-kacangan, diberikan 2-3 kali sehari.
b.      Pakan Penguat ( Konsentrat). Pakan penguat adalah campuran bahan yang disusun sedemikian rupa.
c.       Manajemen pemeliharaan sapi potong perlu dilakukan.
Untuk itu ada beberapa metode yang harus dilakukan. Metode pemeliharaan sapi potong berdasarkan tujuan pemeliharaan yaitu : sapi potong pembibitan, sapi potong kereman, sapi untuk ternak kerja.
Pemeliharaan sapi potong pembibitan
Sapi induk, Selain pemberian pakan yang baik pemeliharaan kesehatan dalam pemeliharaan sapi induk perlu juga diperhatikan sistim perkawinannya, sehingga induk dapat melahirkan setiap 1 – 18 bulan sekali.
Induk bunting, Sapi yang mengalami proses produksi harus mendapat perlakuan dan pakan yang baik. Pakan harus cukup baik, berikan pakan penguat sebanyak 2-3 kg/ek/hr ditambahkan mineral. Tempatkan sapi dikandang tersendiri agar merasa tenang. Jagalah kebersihan kandang, alasi lantainya dengan jerami/rumput kering.
Pemeliharaan anak sapi, Setelah anak sapi lahir segera bersihkan lender yang menempel pada tubuhnya, terutama bagian hidung dan mulut. Potong tali pusar dan olesi dengan yodium. Biarkan anak sapi menyusui pada induknya sampai 4 bulan. Mulai diperkenalkan dengan konsentrat pada umur 3 minggu.
Pemeliharaan sapi potong kereman
Sapi yang berumur kurang dari satu tahun yang akan diperlukan masa kerem selama 8-12 bulan. Sapi berumur 1-2 tahun dengan masa kerem selama 6-8 bulan. Sapi yang berumur 2-3 tahun dengan masa kereman selama 4-6 bulan. Sapi yang berumur 3 tahun keatas dengan masa kereman maksimal selama 4 bulan. Selain dari segi umur juga perlu pertimbangan dari bentuk tubuh sapi yang akan dikerem dapat dipilih kurus, tapi bukan karena penyakit. Kuru dalam artian kurang makanan dan perawatan. Berat ideal sapi yang akan dikerem antara 140-200 kg. Pemberian konsentrat berupa dedak padi +starbio sebanyak 1 kg hari akan memberikan pertambahan berat badan rata-rata 600 gram/hari.

2.      Indigesti
a.    Indigesti Sederhana (Indigesti Simplek)
Merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau retikulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut, hingga ingesta tertimbun di dalam dan disertai dengan sembelit (konstipasi). Biasanya terjadi secara mendadak.
Etiologi
1)   Perubahan pakan mendadak.
2)   Pakan mengandung serat kasar tinggi, tidak diimbangi air yang cukup.
3)   Hewan kekenyangan/mengonsumsi pakan yg terlalu tinggi proteinya.
Patogenesis
Perubahan mendadak pada pemberian pakan dengan pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Rumen mencerna makanan dengan motilitas gerak rumen yang tinggi sehingga rumen mengalami kelelahan (karena banyak serat kasar). Kemudian gerak rumen dan tonus turun hingga tidak ada gerak.
Gejala klinis
Makan menjadi turun, gerak rumen turun karena rumen kelelahan untuk mencerna pakan dengan serat kasar yang tinggi, tonus seharusnya kuat jadi lemah, tinja jumlah sedikit karena dalam rumen mengalami stasis sehingga laju ingesta lambat dan mengakibatkan feses sedikit dan sampai menjadi padat.
Perubahan patologi
Secara patologi klinis bila darah diambil mungkin kadar benda-benda keton akan naik, selain itu  pada pemeriksaan sampel urin, benda keton juga akan naik.
Terapi
1)   Pengobatan secara simtomatik paling banyak dilakukan. Obat-obat parasimpatomimetik seperti carbamyl-choline (CarbacholR, LentinR) dosis 2-4 ml disuntikkan SC pada sapi dan kerbau dewasa dapat merangsang gerak rumen dalam waktu singkat. Physostigmin atau neostigmin dengan dosis 5 mg/100 kg juga diberikan secara suntikkan subkutan. Secara oral, preparat magnesium sulfat atau sodium sulfat dengan dosis 100-400 gram dapat diberikan dengan aman. Pemberian dengan dosis rendah (50-100 gram), selama 2-3 hari biasanya juga memberikan hasil baik sebagai ruminatorium. Pemberian IstizinumR dalam dosis ringan, sepertiga dari dosis purgatif (15-25 gram), juga terbukti efektif. Pengobatan campuran antara sodium salisilat dengan sodium bikarbonat dalam jumlah yang sama, sebanyak 5-10 gram diberikan sehari 2-3 kali melalui mulut, telah memberikan hasil memuaskan.
2)   Pemberian pakan penguat atau kasar perlu dihentikan. Sebaliknya pakan hijauan yang segar akan lebih menarik bagi penderita. Air minum bila perlu diberi garam dapur, harus disediakan secara berlebihan (ad libitum).

b.        Rumen Sarat
Bentuk indigesti akut dengan ruminostasis yang sarat, rumen berisi ingesta yang bersifat asam, disertai anoreksia total, dehidrasi, asidosis dan toksemia, kadang tidak mampu berdiri.
Etiologi
1)   Makan makanan yang banyak mengandung hidrat arang (asidosis rumen).
2)   Kelanjutan dari indigesti sederhana.
3)   Kondisi hewan jelek dengan kualitas pakan yang kurang.
4)   Kurangnya air minum pada sapi yang dikandangkan.
Patogenesis
1)   Sebagian besar pencernaan di rumen berlangsung secara biokimiawi yang dilakukan oleh mikroba.
2)   Pergantian susunan pakan dari susunan berimbang ke susunan pakan yang kaya  hidrat arang, bakteri Gram positif akan tumbuh dengan cepat. Sehingga mampu menurunkan derajat keasaman normal (pH 6-7) menjadi asam (pH 4). Terjadi pula peningkatan tekanan osmosis yang mengakibatkan penurunan absorbsi air.
3)   Produksi air liur meningkat (menetralkan asam) terjadi penurunan nafsu minum, akibatnya kurangnya cairan dalam darah, anhidremia, oliguria dan anuria.

Gejala Klinis
1)   Hewan nampak lesu dan malas bergerak.
2)   Nafsu makan dan minum turun, dehidrasi.
3)   Rumen mengalami distensi kearah lateral maupun medial.
4)   Konsistensi padat atau liat.
5)   Bola mata nampak tenggelam.
6)   Tinja sedikit, konsistensi lunak seperti pasta, bercampur lendir, warna gelap berbau menusuk.
Patologi klinis
1)   Kadar air dalam darah berkurang.
2)   PCV naik 50-60% dan peningkatan protein plasma, kadar asam bikarbonat darah lebih rendah dari normal.
3)   Warna kemih kuning, keruh, peningkatan berat jenis dan kadar protein ringan sampai moderat.
4)   Pada pemeriksaan cairan rumen, derajat keasaman rendah (pH 4) tidak ditemukan gerakan aktif protozoa (mikroba), ditemukan kuman basilus (Gram positif).
Patologi anatomi
1)   Jaringan tubuh secara umum bersifat kering, rumen agak membesar, dindingnya kering, dan berwarna pucat.
2)   Isi rumen: padat, kasar, dan kering.
3)   Selaput lendir rumen dan retikulum rapuh dan mudah dikelupas (lapisan dinding).
4)   Perdarahan titik, petechiae pada selaput lendir lambung lain maupun usus
Terapi
Pemberian purgansia dalam dosis ruminatorium, larutan magnesium sulfat atau sodium 1-2 kali, pemberian antihistamin, pemberian antibiotika untuk mengurangi bakteri Lactobacillus, pergantian cairan tubuh yang hilang, untuk mengurangi asidosis dapat diberikan larutan Sodium-bikarbonat (NaHCO3) secara intravena secara perlahan.

c.         Alkalosis Rumen
Penyakit akut ditandai dengan indigesti, gejala syarafi tremor otot sampai kejang tetanik, dispnoe, dan kadang disertai diare.
Patogensis
Di dalam rumen pemamah biak, protein dan senyawa yang mengandung NPN (Non Protein Nitrogen) dimetabolisir hingga terbentuk ammonia yang merupakan konstituen utama cairan rumen. Kadar ammonia dalam rumen dipengaruhi oleh:
1)   Jumlah dan daya larut protein yang dikonsumsi.
2)   Jumlah urea saliva yang masuk ke dalam rumen.
3)   Difusi urea melalui dinding rumen.
4)   Kegiatan penyerapan ammonia dari rumen sendiri.
Hidrolisis ureum oleh urease menjadi NH3 dan CO2 berlangsung cepat. Peningakatan ammonia berakibat naiknya pH isi rumen yang mengakibatkan mati dan lisisnya protozoa dan mikroorganisme yang tidak tahan suasana alkalis dan terjadilah indigesti. Sehingga mengakibatkan penurunan fermentasi, lisis protozoa berakibat terbebaskannya foam stabilizing material, hingga seringkali alkalosis rumen dibarengi dengan frothy-bloat.
Meningkatnya ion NH4+ diduga akan terjadi ikatan antara ion karbonat di dalam hati, hingga terjadi rangsangan syaraf-syaraf perifer maupun otonom, dalam wujud tremor otot-otot, hipersalivasi, kejang tetanik, maupun meningkatnya peristaltik, hingga terjadi diare dan dispnoe.
Gejala
Selain gejala indigesti akut, juga diikuti gejala syarafi dalam bentuk tremor akut otot perifer, muka dan telinga, hipersalivasi berbusa, gigi gemertak. Hewan tidak mampu berdiri, kejang tetanik, pernafasan cepat, dangkal dan dipaksakan.
Patologi klinis
1)   Derajat keasaman rumen mencapai pH 7, sedang pH darah mencapai > 7.
2)   Kadar laktat darah menurun.
3)   PCV, glukosa, K, P, SGPT, SGOT, dan BUN meningkat.
4)   Kadar normal NH3-N darah atau serum berkisar antara 0,1-0,2 mg/dl.
Terapi
Menetralkan pH isi rumen dapat diberikan larutan cuka (vinegar) langsung secara intraruminal (menggunakan sonde kerongkongan). Penyuntikan MgSO4 atau Ca-boroglukonat untuk mengurangi kejang otot atau pengosongan isi rumen.

d.        Kembung Rumen
Bloat atau kembung merupakan bentuk indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam rumen dan retikulum.
Etiologi
1)   Tanaman yang muda
2)   Tanaman leguminosae
3)   Biji-bijian yang digiling
4)   Konsentrat yang berlebihan
Patogenesis
1)   Bloat primer
·      Foamy/ frothy  feedlot bloat
Biasanya berhubungan dengan partikel biji-bijian yang kecil/ halus yang kandungan proteinnya tinggi dan mudah larut. Protein yang mudah larut menyebabkan terbentuknya busa.
·      Foamy pasture bloat
Akibat hewan mengkonsumsi leguminosa, yang proteinnya tinggi seperti alfafa.
2)   Bloat sekunder
Karena ada sesuatu yang mencegah keluarnya gas secara eruktasi, mungkin karena abnormal fisik, syaraf, juga karena dari luar esofgus tertekan, gas yang terbentuk yaitu free gas.
3)   Abomasal bloat
Umumnya terjadi pada sapi perah yang masih muda. Rumen belum bekerja sempurna.
Gejala bloat
1)   Perut bagian  kiri atas membesar dan cukup keras, bila ditepuk akan terasa ada udara dibaliknya, dan berbunyi seperti tong kosong.
2)   Ternak merasa tidak nyaman, menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ais perutnya.
3)   Ternak sulit bernafas atau bernafas melalui mulut.
4)   Sering berkemih/ kencing.
5)   Mengejan.
6)   Pada kasus yang berat akhirnya tidak dapat berdiri dan  mati.
Pencegahan
Tidak ada tindakan pencegahan yang terbukti 100% berhasil, namun demikian untuk meminimalisir kejadian bloat, kita dapat melakukan hal-hal berikut:
1)   Jangan memberikan hijauan atau leguminosae segar, apalagi yang berusia muda di pagi hari. Berikan sarapan pada sapi rumput kering atau hijauan yang telah dilayukan.
2)   Jangan lepaskan ternak di padang penggembalaan di pagi hari apalagi dalam keadaan perut kosong. Awali dengan rumput kering untuk meredakan nafsu makan atau  tunggu ketika matahari mulai naik dan embun sudah menguap.
3)   Berikan hijauan dalam bentuk kasar. Jangan potong kecil-kecil hijauan. Semakin kasar potongan hijauan (misalnya hijauan utuh) akan semakin lambat mikrobial rumen mencerna sehingga meminimalkan kemungkinan bloat.
4)   Cara pemberian hijauan (dan konsentrat) sedikit demi sedikit tapi dengan frekuensi yang sering adalah paling baik.
Penanganan bloat
1)   Ganti menu hijauan segar dengan daun kering/ hay. Hal ini akan membantu pada bloat ringan. Membawa ternak berjalan jalan juga dapat membantu.
2)   Bila masih berlanjut, berikan antifoam. Secara tradisional berupa minyak nabati atau lemak. Minyak bertugas sebagai pengurai buih. Biasanya menggunakan minyak nabati atau minyak sayur atau minyak goreng pada dosis 150 – 300 ml segera setelah bloat terdeteksi.
3)   Bisa dengan menggunakan trokar (semacam penusuk, mirip paku tapi lebih besar) yang ditusukkan pada perut kiri atas, di belakang tulang rusuk. Gas yang terjebak dapat keluar melalui lubang tersebut.

e.         Indigesti Toksemia
Ditandai dengan adanya kelesuan, hilangnya nafsu makan dan kelemahan.
Etiologi
Toksik, histamin dan senyawa serupa histamin seharusnya dikeluarkan dari tubuh melalui kemih dan tinja. Di dalam hati senyawa tersebut seharusnya mengalami proses detoksifikasi. Oleh suatu sebab produksi senyawa tersebut berlebihan hingga metabolisme maupun eliminasi tidak lancar.  Senyawa yang berlebihan akan diserap oleh darah (toksemia).
Patogenesis
Senyawa amin bersifat toksik bila berlebihan, sel hati teracuni yang akan mengakibatkan gangguan metabolisme. Gangguan metabolisme hidrat arang mengakibatkan penurunan kadar glukosa dalam darah.
Gejala Klinis
Kelemahan umum yang diamati lebih menonjol, nafsu makan hilang, kegiatan lambung muka berhenti dan tidak memamah biak, tinja berbentuk seperti pasta dan berbau menusuk, anuria. Tidak mampu berdiri, reflek sangat menurun.
Terapi dan pencegahan
1)   Dengan terapi simptomatik.
2)   Menambah infus protein (mudah diuraikan), misal aminofel.
3)   Karena diabsorpsi histamin jadi diberi antihistamin: Deladryl
4)   Beri cardio tonica karena jantung melemah: kafein.
5)   Preparat digitalis: digoxin (penguat jantung), biasanya dicampur furosemid lasix.
6)   Sapi dalam keadaan koma sebaiknya dipotong.

f.         Indigesti Vagus
Gangguan pencernaan, terutama pada ruminansia, yang berasal dari lambung muka ditandai dengan penurunan atau hilangnya mortalitas rumen, menurunnya frekuensi atau hilangnya proses mastikasi, lambatnya pasasi tinja, serta adanya distensi rumen. Penurunan motilitas rumen disebabkan oleh adanya lesi yang mengenai ramus ventralis dari nervus vagus.
Etiologi
Adanya radang pada retikulum maupun retikulo-peritonitis traumatika, ramus ventralis nervi vagi tersebut dapat mengalami gencetan dan akhirnya menderita lesi-lesi yang mungkin berakibat degenerasi maupun kematian sel-sel syarafnya. Karena terjadinya gangguan fungsi penghantaran refleks pada lambung-lambung tersebut akan terjadi kelambatan proses pencernaan.

Gejala klinis
Gejalanya mirip dengan indigesti simpleks atau kembung rumen yang sifatnya ringan. Gejala-gejala yang timbul pada indigesti ini tampak secara sedikit demi sedikit, serta tidak bereaksi terhadap pemberian obat-obatan untuk mengatasi indigesti simpleks. Karena lambatnya hantaran refleks pencernaan, lambung-lambung kehilangan tonusnya dan pasasi ingesta maupun tinja berlangsung lambat. Tinja yang dikeluarkan berbau menusuk, dalam keadaan dehidrasi menjadi kering.
Perubahan patologi
Patologi klinik:
1)   Radang retikulum dan peritonitis terdapat netrofilia, monositosis.
2)   Radang pada saraf tidak terjadi monositosis, netrofilia.
Patologi anatomi:
1)   Adesi serosa retikulum, peritonium, diafragma (RPT).
2)   Terdapat indurasi/ abses pada retikulum depan (RPT).
Pengobatan
Untuk pengobatan harus diteguhkan dulu diagnosanya
1)   Biasanya penyebabnya bakteri bisa digunakan PPG/ procaine penicillin kristal 5-100.000 IU/ kg BB selama 3 – 5 hari berturut-turut.
2)   Untuk mengobati secara simptomatis gerak rumen turun, tonus turun diberi MgSO4 30 – 60 gr atau 50 – 100 gr atau istisinum/ istisin 5 – 10 gr dibagi menjadi 2 dosis diberikan dalam waktu sehari (24 jam).
3)   Bisa menggunakan vitamin B1 (Thiamin HCl/ Aneurin) untuk memelihara saraf.
Pencegahan
Untuk mengatasi dehidrasi disarankan agar sapi diberi minum ad libitum ditambah garam secukupnya (10 L air + 30 – 50 gr garam), jika tidak mungkin sapi diberi infus dextrose ringer 5% dosis 10 – 20 mL/ kg BB.


DAFTAR PUSTAKA
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta : Penerbit UI Press
Smith, B. P. 2002. Large Animal Internal Medicine. New York : Mosby
Subronto, 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Kartadisastra, H. R. Kartadisastra. 1995. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Yogyakarta. Kanisius
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta. Penerbit UI Press

No comments:

Post a Comment