LEARNING
OBJECTIVE
1. Bagaimana
manajemen pakan pada sapi potong?
2. Apa
saja macam-macam indigesti, pathogenesis, gejala klinis dan terapi?
PEMBAHASAN
1. Manajemen
Pakan Sapi Potong
Penambahan
konsentrat pada sapi bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan menambah
energi. Tingginya pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi
dan daya cerna dari rumput atau hijauan kualitas rendah. Selain itu penembehan
konsentrat tertentu dapat menghasilkan asam amino essensial yang dibutuhkan
oleh tubuh. Penambahan konsentrat tertentu dapat juga bertujuan agar zat
makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi di rumen, mengingat
fermentasi rumen membutuhkan energi lebih banyak (Kartadisastra,
1995) .
Berdasarkan
kandungan gizinya, konsentrat dibagi dua golongan yaitu konsentrat sebagai
sumber energi dan sebagai sumber protein. Konsentrat sebagai sumber protein
apabila kandungan protein lebih dari 18%, Total Digestible Nutrision (TDN) 60%.
Ada konsentrat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Berasal dari hewan
mengandung protein lebih dari 47%. Mineral Ca lebih dari 1% dan P lebih dari
1,5% serta kandungan serat kasar dibawah 2,5%. Contohnya : tepung ikan,
tepung susu, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung cacing.
Berasal dari tumbuhan, kandungan proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1%
dan P dibawah 1,5% serat kasar lebih dari 2,5%. Contohnya : tepung kedelai,
tepung biji kapuk, tepung bunga matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai,
bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit dll. Konsentrat sebagai sumber energi
apabila kandungan protein dibawah 18%, TDN 60% dan serat kasarnya lebih dari
10%. Contohnya : dedak, jagung, empok, polar dll (Parakkasi,
1995).
Garam dapur (NaCl)
Untuk
pemeliharaan sapi dewasa diperlukan garam dapur sebanyak 20-25 g/hari, yang
dapat diperoleh dari hijauan maupun konsentrat yang disediakan. Untuk produksi
air susu sebanyak 10 literdiperlukan tambahan sebanyak 18 g. NaCl berguna agar
sel-sel dapat hidup dan berfungsi normal.
Defisiensi
garam dapur berupa hilangnya nafsu makan, gemetar, jalan sempoyongan, mata
tidak bersinar, bulu kusam, berat tubuh turun, produksi air susu merosot
MANAGEMEN PAKAN SAPI POTONG
Dalam pemeliharaan penggemukan sapi, pakan sangat
berpengaruh. Komposisi dari pakan harus diperhatikan. Pemberian pakan yang
sangat mungkin diberikan sehingga mendapatkan hasil yang maksimal adalah
sebagai berikut :
a.
Pakan hijauan, yaitu
bahan yang banyak mengandung serat kasar dengan nilai cerna yang rendah dan
cukup protein seperti rumput gajah, rumput raja, benggala, satria, dan lain –
lain. Jenis legume seperti gamal, acasia vilosa, turi serta dari jenis
daun-daunan dan jerami. Pakan hijauan diberikan 10% dari berat badan perhari.
Hijauan yang diberikan merupakan campuran antara rumput dan kacang-kacangan
dengan perbandingan 2/3 bagian rumput dengan 1/3 kacang-kacangan, diberikan 2-3
kali sehari.
b.
Pakan Penguat (
Konsentrat). Pakan penguat adalah campuran bahan yang disusun sedemikian rupa.
c.
Manajemen pemeliharaan
sapi potong perlu dilakukan.
Untuk itu ada beberapa
metode yang harus dilakukan. Metode pemeliharaan sapi potong berdasarkan tujuan
pemeliharaan yaitu : sapi potong pembibitan, sapi potong kereman, sapi untuk
ternak kerja.
Pemeliharaan sapi
potong pembibitan
Sapi induk, Selain pemberian pakan yang baik pemeliharaan
kesehatan dalam pemeliharaan sapi induk perlu juga diperhatikan sistim
perkawinannya, sehingga induk dapat melahirkan setiap 1 – 18 bulan sekali.
Induk bunting, Sapi yang mengalami proses produksi harus
mendapat perlakuan dan pakan yang baik. Pakan harus cukup baik, berikan pakan
penguat sebanyak 2-3 kg/ek/hr ditambahkan mineral. Tempatkan sapi dikandang
tersendiri agar merasa tenang. Jagalah kebersihan kandang, alasi lantainya
dengan jerami/rumput kering.
Pemeliharaan anak sapi, Setelah anak sapi lahir segera
bersihkan lender yang menempel
pada tubuhnya, terutama bagian hidung dan mulut. Potong tali pusar dan olesi
dengan yodium. Biarkan anak sapi menyusui pada induknya sampai 4 bulan. Mulai
diperkenalkan dengan konsentrat pada umur 3 minggu.
Pemeliharaan sapi
potong kereman
Sapi yang berumur kurang dari satu tahun yang akan diperlukan
masa kerem selama 8-12 bulan. Sapi berumur 1-2 tahun dengan masa kerem selama
6-8 bulan. Sapi yang berumur 2-3 tahun dengan masa kereman selama 4-6 bulan. Sapi
yang berumur 3 tahun keatas dengan masa kereman maksimal selama 4 bulan.
Selain dari segi umur juga perlu pertimbangan
dari bentuk tubuh sapi yang akan dikerem dapat dipilih kurus, tapi bukan karena
penyakit. Kuru dalam artian kurang makanan dan perawatan. Berat ideal sapi yang
akan dikerem antara 140-200 kg. Pemberian konsentrat berupa dedak padi +starbio
sebanyak 1 kg hari akan memberikan pertambahan berat badan rata-rata 600
gram/hari.
2. Indigesti
a.
Indigesti Sederhana (Indigesti
Simplek)
Merupakan sindrom gangguan
pencernaan yang berasal dari rumen atau retikulum, ditandai dengan penurunan
atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut, hingga
ingesta tertimbun di dalam dan disertai dengan sembelit (konstipasi). Biasanya
terjadi secara mendadak.
Etiologi
1) Perubahan pakan mendadak.
2) Pakan mengandung serat kasar tinggi, tidak diimbangi
air yang cukup.
3) Hewan kekenyangan/mengonsumsi pakan yg terlalu
tinggi proteinya.
Patogenesis
Perubahan mendadak pada pemberian
pakan dengan pakan yang mengandung
serat kasar tinggi. Rumen
mencerna makanan dengan motilitas gerak rumen yang tinggi sehingga rumen
mengalami kelelahan (karena banyak serat kasar). Kemudian gerak rumen dan tonus turun hingga tidak ada
gerak.
Gejala klinis
Makan menjadi turun, gerak rumen turun karena rumen kelelahan untuk
mencerna pakan dengan serat kasar yang tinggi, tonus seharusnya kuat jadi
lemah, tinja jumlah sedikit karena dalam rumen mengalami stasis sehingga laju
ingesta lambat dan mengakibatkan feses sedikit dan sampai menjadi padat.
Perubahan patologi
Secara patologi klinis bila darah diambil mungkin kadar benda-benda keton
akan naik, selain itu pada pemeriksaan
sampel urin, benda keton juga akan naik.
Terapi
1) Pengobatan secara simtomatik paling banyak dilakukan.
Obat-obat parasimpatomimetik seperti carbamyl-choline (CarbacholR, LentinR)
dosis 2-4 ml disuntikkan SC pada sapi dan kerbau dewasa dapat merangsang gerak
rumen dalam waktu singkat. Physostigmin atau neostigmin dengan dosis 5 mg/100
kg juga diberikan secara suntikkan subkutan. Secara oral, preparat magnesium
sulfat atau sodium sulfat dengan dosis 100-400 gram dapat diberikan dengan
aman. Pemberian dengan dosis rendah (50-100 gram), selama 2-3 hari biasanya
juga memberikan hasil baik sebagai ruminatorium. Pemberian IstizinumR
dalam dosis ringan, sepertiga dari dosis purgatif (15-25 gram), juga terbukti
efektif. Pengobatan campuran antara sodium salisilat dengan sodium bikarbonat
dalam jumlah yang sama, sebanyak 5-10 gram diberikan sehari 2-3 kali melalui
mulut, telah memberikan hasil memuaskan.
2) Pemberian pakan penguat atau kasar perlu dihentikan.
Sebaliknya pakan hijauan yang segar akan lebih menarik bagi penderita. Air
minum bila perlu diberi garam dapur, harus disediakan secara berlebihan (ad libitum).
b.
Rumen
Sarat
Bentuk indigesti akut dengan ruminostasis yang sarat, rumen berisi
ingesta yang bersifat asam, disertai anoreksia total, dehidrasi, asidosis dan
toksemia, kadang tidak mampu berdiri.
Etiologi
1) Makan makanan yang banyak mengandung hidrat arang
(asidosis rumen).
2) Kelanjutan dari indigesti sederhana.
3) Kondisi hewan jelek dengan kualitas pakan yang
kurang.
4) Kurangnya air minum pada sapi yang dikandangkan.
Patogenesis
1) Sebagian besar pencernaan di rumen berlangsung
secara biokimiawi yang dilakukan oleh mikroba.
2) Pergantian susunan pakan dari susunan berimbang ke
susunan pakan yang kaya hidrat arang,
bakteri Gram positif akan tumbuh dengan cepat. Sehingga mampu menurunkan
derajat keasaman normal (pH 6-7) menjadi asam (pH 4). Terjadi pula peningkatan
tekanan osmosis yang mengakibatkan penurunan absorbsi air.
3) Produksi air liur meningkat (menetralkan asam)
terjadi penurunan nafsu minum, akibatnya kurangnya cairan dalam darah,
anhidremia, oliguria dan anuria.
Gejala Klinis
1) Hewan nampak lesu dan malas bergerak.
2) Nafsu makan dan minum turun, dehidrasi.
3) Rumen mengalami distensi kearah lateral maupun
medial.
4) Konsistensi padat atau liat.
5) Bola mata nampak tenggelam.
6) Tinja sedikit, konsistensi lunak seperti pasta,
bercampur lendir, warna gelap berbau menusuk.
Patologi klinis
1) Kadar air dalam darah berkurang.
2) PCV naik 50-60% dan peningkatan protein plasma,
kadar asam bikarbonat darah lebih rendah dari normal.
3) Warna kemih kuning, keruh, peningkatan berat jenis
dan kadar protein ringan sampai moderat.
4) Pada pemeriksaan cairan rumen, derajat keasaman
rendah (pH 4) tidak ditemukan gerakan aktif protozoa (mikroba), ditemukan kuman
basilus (Gram positif).
Patologi anatomi
1)
Jaringan tubuh
secara umum bersifat kering, rumen agak membesar, dindingnya kering, dan
berwarna pucat.
2)
Isi rumen:
padat, kasar, dan kering.
3)
Selaput lendir
rumen dan retikulum rapuh dan mudah dikelupas (lapisan dinding).
4)
Perdarahan
titik, petechiae pada selaput lendir lambung lain maupun usus
Terapi
Pemberian purgansia dalam
dosis ruminatorium, larutan magnesium sulfat atau sodium 1-2 kali, pemberian
antihistamin, pemberian antibiotika untuk mengurangi bakteri Lactobacillus, pergantian cairan tubuh
yang hilang, untuk mengurangi asidosis dapat diberikan larutan
Sodium-bikarbonat (NaHCO3) secara intravena secara perlahan.
c.
Alkalosis Rumen
Penyakit akut ditandai
dengan indigesti, gejala syarafi tremor otot sampai kejang tetanik, dispnoe,
dan kadang disertai diare.
Patogensis
Di dalam rumen pemamah
biak, protein dan senyawa yang mengandung NPN (Non Protein Nitrogen)
dimetabolisir hingga terbentuk ammonia yang merupakan konstituen utama cairan
rumen. Kadar ammonia dalam rumen dipengaruhi oleh:
1) Jumlah dan daya larut protein yang dikonsumsi.
2) Jumlah urea saliva yang masuk ke dalam rumen.
3) Difusi urea melalui dinding rumen.
4) Kegiatan penyerapan ammonia dari rumen sendiri.
Hidrolisis ureum oleh
urease menjadi NH3 dan CO2 berlangsung cepat.
Peningakatan ammonia berakibat naiknya pH isi rumen yang mengakibatkan mati dan
lisisnya protozoa dan mikroorganisme yang tidak tahan suasana alkalis dan
terjadilah indigesti. Sehingga mengakibatkan penurunan fermentasi, lisis
protozoa berakibat terbebaskannya foam
stabilizing material, hingga seringkali alkalosis rumen dibarengi dengan frothy-bloat.
Meningkatnya ion NH4+
diduga akan terjadi ikatan antara ion karbonat di dalam hati, hingga
terjadi rangsangan syaraf-syaraf perifer maupun otonom, dalam wujud tremor
otot-otot, hipersalivasi, kejang tetanik, maupun meningkatnya peristaltik,
hingga terjadi diare dan dispnoe.
Gejala
Selain gejala indigesti
akut, juga diikuti gejala syarafi dalam bentuk tremor akut otot perifer, muka
dan telinga, hipersalivasi berbusa, gigi gemertak. Hewan tidak mampu berdiri,
kejang tetanik, pernafasan cepat, dangkal dan dipaksakan.
Patologi klinis
1) Derajat keasaman rumen mencapai pH 7, sedang pH
darah mencapai > 7.
2) Kadar laktat darah menurun.
3) PCV, glukosa, K, P, SGPT, SGOT, dan BUN meningkat.
4) Kadar normal NH3-N darah atau serum
berkisar antara 0,1-0,2 mg/dl.
Terapi
Menetralkan pH isi rumen
dapat diberikan larutan cuka (vinegar) langsung secara intraruminal
(menggunakan sonde kerongkongan). Penyuntikan MgSO4 atau
Ca-boroglukonat untuk mengurangi kejang otot atau pengosongan isi rumen.
d.
Kembung Rumen
Bloat atau kembung
merupakan bentuk indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam
rumen dan retikulum.
Etiologi
1) Tanaman yang muda
2) Tanaman leguminosae
3) Biji-bijian yang digiling
4) Konsentrat yang berlebihan
Patogenesis
1)
Bloat primer
·
Foamy/ frothy
feedlot bloat
Biasanya berhubungan
dengan partikel biji-bijian yang kecil/ halus yang kandungan proteinnya tinggi
dan mudah larut. Protein yang mudah larut menyebabkan terbentuknya busa.
·
Foamy pasture bloat
Akibat hewan mengkonsumsi
leguminosa, yang proteinnya tinggi seperti alfafa.
2)
Bloat sekunder
Karena ada sesuatu yang
mencegah keluarnya gas secara eruktasi, mungkin karena abnormal fisik, syaraf,
juga karena dari luar esofgus tertekan, gas yang terbentuk yaitu free gas.
3)
Abomasal bloat
Umumnya terjadi pada sapi
perah yang masih muda. Rumen belum bekerja sempurna.
Gejala
bloat
1) Perut bagian
kiri atas membesar dan cukup keras, bila ditepuk akan terasa ada udara
dibaliknya, dan berbunyi seperti tong kosong.
2) Ternak merasa tidak nyaman, menghentakkan kaki atau
berusaha mengais-ais perutnya.
3) Ternak sulit bernafas atau bernafas melalui mulut.
4) Sering berkemih/ kencing.
5) Mengejan.
6) Pada kasus yang berat akhirnya tidak dapat berdiri
dan mati.
Pencegahan
Tidak ada tindakan
pencegahan yang terbukti 100% berhasil, namun demikian untuk meminimalisir
kejadian bloat, kita dapat melakukan
hal-hal berikut:
1) Jangan memberikan hijauan atau leguminosae segar,
apalagi yang berusia muda di pagi hari. Berikan sarapan pada sapi rumput kering
atau hijauan yang telah dilayukan.
2) Jangan lepaskan ternak di padang penggembalaan di
pagi hari apalagi dalam keadaan perut kosong. Awali dengan rumput kering untuk
meredakan nafsu makan atau tunggu ketika
matahari mulai naik dan embun sudah menguap.
3) Berikan hijauan dalam bentuk kasar. Jangan potong
kecil-kecil hijauan. Semakin kasar potongan hijauan (misalnya hijauan utuh)
akan semakin lambat mikrobial rumen mencerna sehingga meminimalkan kemungkinan
bloat.
4) Cara pemberian hijauan (dan konsentrat) sedikit demi
sedikit tapi dengan frekuensi yang sering adalah paling baik.
Penanganan bloat
1) Ganti menu hijauan segar dengan daun kering/ hay. Hal ini akan membantu pada bloat ringan. Membawa ternak berjalan
jalan juga dapat membantu.
2) Bila masih berlanjut, berikan antifoam. Secara tradisional berupa minyak nabati atau lemak.
Minyak bertugas sebagai pengurai buih. Biasanya menggunakan minyak nabati atau
minyak sayur atau minyak goreng pada dosis 150 – 300 ml segera setelah bloat terdeteksi.
3) Bisa dengan menggunakan trokar (semacam penusuk,
mirip paku tapi lebih besar) yang ditusukkan pada perut kiri atas, di belakang
tulang rusuk. Gas yang terjebak dapat keluar melalui lubang tersebut.
e.
Indigesti Toksemia
Ditandai dengan adanya kelesuan, hilangnya nafsu
makan dan kelemahan.
Etiologi
Toksik, histamin dan
senyawa serupa histamin seharusnya dikeluarkan dari tubuh melalui kemih dan
tinja. Di dalam hati senyawa tersebut seharusnya mengalami proses
detoksifikasi. Oleh suatu sebab produksi senyawa tersebut berlebihan hingga
metabolisme maupun eliminasi tidak lancar.
Senyawa yang berlebihan akan diserap oleh darah (toksemia).
Patogenesis
Senyawa amin bersifat
toksik bila berlebihan, sel hati teracuni yang akan mengakibatkan gangguan
metabolisme. Gangguan metabolisme hidrat arang mengakibatkan penurunan kadar
glukosa dalam darah.
Gejala Klinis
Kelemahan umum yang diamati
lebih menonjol, nafsu makan hilang, kegiatan lambung muka berhenti dan tidak
memamah biak, tinja berbentuk seperti pasta dan berbau menusuk, anuria. Tidak
mampu berdiri, reflek sangat menurun.
Terapi dan pencegahan
1) Dengan terapi simptomatik.
2) Menambah infus protein (mudah diuraikan), misal
aminofel.
3) Karena diabsorpsi histamin jadi diberi antihistamin:
Deladryl
4) Beri cardio tonica karena jantung melemah: kafein.
5) Preparat digitalis: digoxin (penguat jantung),
biasanya dicampur furosemid lasix.
6) Sapi dalam keadaan koma sebaiknya dipotong.
f.
Indigesti
Vagus
Gangguan pencernaan,
terutama pada ruminansia, yang berasal dari lambung muka ditandai dengan
penurunan atau hilangnya mortalitas rumen, menurunnya frekuensi atau hilangnya
proses mastikasi, lambatnya pasasi tinja, serta adanya distensi rumen.
Penurunan motilitas rumen disebabkan oleh adanya lesi yang mengenai ramus
ventralis dari nervus vagus.
Etiologi
Adanya radang pada
retikulum maupun retikulo-peritonitis traumatika, ramus ventralis nervi vagi
tersebut dapat mengalami gencetan dan akhirnya menderita lesi-lesi yang mungkin
berakibat degenerasi maupun kematian sel-sel syarafnya. Karena terjadinya
gangguan fungsi penghantaran refleks pada lambung-lambung tersebut akan terjadi
kelambatan proses pencernaan.
Gejala klinis
Gejalanya mirip dengan
indigesti simpleks atau kembung rumen yang sifatnya ringan. Gejala-gejala yang
timbul pada indigesti ini tampak secara sedikit demi sedikit, serta tidak
bereaksi terhadap pemberian obat-obatan untuk mengatasi indigesti simpleks.
Karena lambatnya hantaran refleks pencernaan, lambung-lambung kehilangan
tonusnya dan pasasi ingesta maupun tinja berlangsung lambat. Tinja yang
dikeluarkan berbau menusuk, dalam keadaan dehidrasi menjadi kering.
Perubahan patologi
Patologi klinik:
1) Radang retikulum dan peritonitis terdapat netrofilia,
monositosis.
2) Radang pada saraf tidak terjadi monositosis,
netrofilia.
Patologi anatomi:
1)
Adesi serosa
retikulum, peritonium, diafragma (RPT).
2)
Terdapat
indurasi/ abses pada retikulum depan (RPT).
Pengobatan
Untuk pengobatan harus diteguhkan dulu diagnosanya
1) Biasanya penyebabnya bakteri bisa digunakan PPG/
procaine penicillin kristal 5-100.000 IU/ kg BB selama 3 – 5 hari
berturut-turut.
2) Untuk mengobati secara simptomatis gerak rumen
turun, tonus turun diberi MgSO4 30 – 60 gr atau 50 – 100 gr atau istisinum/
istisin 5 – 10 gr dibagi menjadi 2 dosis diberikan dalam waktu sehari (24 jam).
3) Bisa menggunakan vitamin B1 (Thiamin HCl/
Aneurin) untuk memelihara saraf.
Pencegahan
Untuk mengatasi dehidrasi
disarankan agar sapi diberi minum ad
libitum ditambah garam secukupnya (10 L air + 30 – 50 gr garam), jika tidak
mungkin sapi diberi infus dextrose ringer 5% dosis 10 – 20 mL/ kg BB.
DAFTAR
PUSTAKA
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.
Jakarta : Penerbit UI Press
Smith,
B. P. 2002. Large Animal Internal
Medicine. New York : Mosby
Subronto,
2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Kartadisastra, H. R.
Kartadisastra. 1995. Penyediaan dan
Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Yogyakarta. Kanisius
Parakkasi,
A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Ruminan. Jakarta. Penerbit UI Press
No comments:
Post a Comment