Wednesday 8 January 2014

Laporan POB



BAB I
ABSTRAK

Indigesti simpleks merupakan gangguan fungsi saluran pencernaan minor pada ruminansia. Indigesti simpleks biasanya terjadi karena adanya perubahan kualitas atau kuantitas diet.
Hampir semua faktor diet yang dapat mengubah keadaan rumen dapat menyebabkan indigesti simpleks. Penyakit ini umumnya terjadi pada sapi perah yang diberi makan (hand-fed) dan sapi pedaging karena variasi kualitas dan kuantitas pakan mereka. Indigesti simpleks dapat terjadi karena perubahan pakan, penggunaan pakan beku atau sudah basi, memasukkan urea ke diet, dan lain – lain.
Ruminal atony dapat mengikuti indigesti simpleks setelah terjadi perubahan pH pada isi rumen yang disebabkan fermentasi berlebihan atau pembusukan pakan. Akumulasi dari jumlah pakan berlebihan yang tidak dapat dicerna dalam rumen dapat memperburuk fungsi rumen selama1 1-2 hari (Merck & Co., Inc. 2008).
 
BAB II
RIWAYAT KASUS
A.    Ambulatoir
Pemeriksaan dilakukan pada hari Rabu  7 Januari 2013 dimulai pada pukul 13.30 WIB dan selesai pada pukul 15.00 WIB.
Nama pemilik        : Koperasi Warga Mulya
Alamat                  : Cemoro Harjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta
Macam Hewan      : Sapi
Nama Hewan        : -
Signalemen            :
Breed                          : PFH (Peranakan Frisian Holstein)
Sex                              : Betina
Age                             : 10 Bulan
Spesific patern             : Warna tubuh putih dan hitam

B.     Anamnesa
Sapi datang 3 hari yang lalu, diberi pakan HMT saja
C.    Status Presens
1. Keadaan Umum            : BCS 2, Berdiri normal, nafsu makan normal
2. Frek Nafas                    : 34x/menit   Frek Pulsus: 92x/menit  Panas Badan: 39,4 C
3. Kulit dan Rambut         : Normal, ada scabies (Kutu Sarcoptes scabei)
4. Selaput Lendir              : Normal
5. Kelenjar-kelenjar limfe: Normal, tidak ada kebengkakan
6. Pernafasan                     : Kuat dan Cepat
7. Peredaran darah            : Nomal (Sistol dan Diastol dapat dibedakan)
8. Pencernaan                    : Tonus rumen 7x/5 menit, Lemah
9. kelamin                          : Normal dan bersih
10. Saraf                            : Normal tidak ada kelainan
11. Anggota Gerak            : Normal, bisa jalan menggunakan ke 4 kakinya, berdiri tegak
12. Lain-Lain:                     BB: 150 Kg
D.    Diagnosa
Diagnosa diambil berdasarkan anamnesa, pemeriksaan kondisi umum, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah. Diagnosa sementara yang bisa diambil adalah indigesti simplek / Indigesti sederhana.
E.     Prognosis
Fausta
F.     Tata Laksana / Terapi
1.      Vitamin B1 10 ml
Vitamin B1 mempunyai fungsi sebagai :
·         Mengatasi kelesuan dan gangguan metabolism
·         Menambah nafsu makan, memperbaiki kondisi tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh
·         Memperbaiki pertumbuhan
·         Memelihara fungsi normal pada sistem syaraf
·         Suplemen vitamin setelah pengobatan antibiotic
·         Terutama diperlukan pada semua keadaan akibat defisiensi vitamin B
2.      Vetadryl 6ml
·      Isi                : Setiap mg mengandung dipenhidramin HCL 20 mg
·      Dosis           : Hewan kecil (anjing, kucing) 0,1 ml/kgBB. Hewan besar (kuda,
                           sapi) 1,0 ml/20 kg BB
·      Indikasi       : Pengobatan reaksi alergi seperti urtikaria, reaksi anafilatik, dermatitis alergi, rhinitis alergi, pruritis, gatal-gatal pada peradangan pada peradangan dan asma bronkial. Pencegahan dan pengobatan mabuk dan sebagai antiemetik pada hewan kecil. Sebagai terapi tambahan untuk laminitis aseptik pada sapi.
G.    Saran
Pemberian makanan penguat atau makanan kasar perlu dihentikan sementara. Sebaliknya, pakan hijauan segar akan lebih menarik bagi penderita. Air minum bila perlu diberi garam dapur, harus disediakan secara ad libitum. Menghindari perubahan pakan yang mendadak dengan kandungan serat kasar tinggi serta tidak diimbangi dengan cairan yang cukup karena akan memudahkan terjadinya indigesti.

BAB III
PEMBAHASAN

Dari hasil inspeksi dilihat keadaaan sapi sedang dan ekspresi muka biasa dan sayu serta agak takut/stress. Kemungkinan sapi stress dikarenakan banyak praktikan dan praktikan dalam restrain sapi kurang halus/terlalu memaksakan sehingga sapi stress. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan umum meliputi penghitungan frekuensi nafas, pulsus dan suhu. Frekuensi nafas dapat dihitung dengan memperhatikan gerak rongga dada pada saat hewan istirahat, frekuensi nafas sapi 34 kali/menit. Menurut Surono (1975), frekuensi nafas normal sapi adalah 24-42kali/menit, sehingga bisa dikatakan bahwa frekuensi pernafasan sapi tersebut normal. Untuk mendapatkan frekuensi pulsus diraba pada a.coccygea di sebelah ventral dari pangkal ekor. Frekuensi pulsus sapi 92 kali/menit. Menurut Surono (1975), frekuensi pulsus sapi normal adalah 54-84 kali/meni,sehingga bisa dikatakan pulsusnya begitu cepat kemungkinan dikarenakan kondisi stress. Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan meletakkan termometer pada anus sapi, suhu tubuh sapi 39,40C, ini menunjukkan bahwa sapi tersebut masih dalam keadaan suhu tinggi, karena kisaran suhu sapi normal menurut Surono (1975) adalah 37,6 – 39,20C.
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan kulit dan rambut. Pada pemeriksaan ini terlihat bahwa saat bagian punggung sapi diusap dengan arah yang berlawanan dari rambut diketahui bahwa rambut sapi sedikit ada kerontokan, agak kusam dan agak kasar. Pada Kondisi kulit juga terdapat lesi lesi akibat gigitan kutu Sarcoptes scabei dikarenakan kondisi dalam kandang kotor dan jarang dibersihkan. Pada pemeriksaan selaput lendir dilakukan dengan memeriksa konjungtiva mata dan cermin hidung sapi. Konjungtiva mata sapi berwarna pink dan cermin hidung basah. Berdasarkan (Subronto, 2003) gejala yang nampak pada sapi normal sesuai dengan literatur tersebut, yaitu konjungtiva merah muda, dan cermin hidung basah. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan kelenjar-kelenjar limfe. Pada pemeriksaan kelenjar-kelenjar limfe diketahui bahwa limfoglandula pada sapi normal,dan tidak ada perubahan apapun pada limfoglandula.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan saluran pernafasan. Pemeriksaan paru-paru dilakukan dengan auskultasi. Pada pemeriksaan ini diketahui sapi mengeluarkan suara vesikuler dengan tipe pernapasan thoracoabdominal. Hal ini normal sesuai dengan literatur. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan peredaran darah. Pemeriksaan dilakukan didaerah pekak jantung dengan cara auskultasi pada rongga intercostae ke-5 dan ke-3 pada dada sebelah kiri kira-kira setinggi persendian siku (Subronto, 2003). Saat diauskultasi suara sistole dan diastole dapat dibedakan (ritmis). Hal ini menunjukkan bahwa jantung, terutama katup jantung, tidak mengalami gangguan sehingga jantung terdengar ritmis, selain itu tidak terdengar suara-suara abnormal saat auskultasi. Berdasarkan perbandingan antara literatur dan hasil pemeriksaan dapat dikatakan bahwa peredaran darah sapi dalam keadaan normal.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan saluran pencernaan. Hal yang dilakukan pertama adalah memeriksa area mulut untuk mengetahui ada tidaknya lesi dan ternyata normal, setelah itu palpasi esophagus dan tampak normal karena tidak adanya efek kesakitan saat dipalpasi. Langkah selanjutnya yakni menghitung tonus rumen, caranya adalah dengan menekan daerah lekuk  paralumbar sebelah kiri/flank dengan kepalan tinju. Didapatkan tonus rumen pedet tonus rumen 7 kali/5 menit (normal: 5-10 kali/5 menit), gerakan peristaltik bisa dilihat dengan auskultasi dan terdengar gerakan peristaltik yang seirama, akan tetapi gerakan ini terasa lemah. Sedangkan feses terlihat berwarna hitam gelap dan keras. Adanya feses yang mengeras ini kemungkinan karena terlalu lama berada di dalam intestinum akibat dari pemberian pakan yang terlalu banyak mengandung serat yang tidak diimbangi dengan pemberian cairan yang mencukupi sehingga bisa menimbulkan gangguan metabolisme pencernaan seperti indigesti sederhana maupun bisa juga sumbatan usus (obstruksi usus).
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelamin dan perkencingan (urogenital), yaitu bersih, mukosa pink pucat, tidak ada leleran dan urinasi normal dan dapat disimpulkan bahwa kelamin dan perkencingan tidak ada perubahan. Selanjutnya diilakukan pemeriksaan saraf. Reflek palpebra dengan cara menggerakkan tangan ke arah mata pedet, pedet menggerakan kelopak matanya. Pada pemeriksaan anggota gerak, dari hasil inspeksi terlihat pedet berdiri tegak dengan keempat kakinya.
Dari hasil pemeriksaan darah di laboratorium diketahui:
Tes
Unit
Hasil Lab
Literatur
(Schalm’s, 2010)
Interpretasi
Hematokrit (PCV)
%
27
21 – 30
Normal
Hemoglobin
g/dl
9,0
8,4 – 12
Normal
Eritrosit
X 106/µl
4,71
4,9 – 7,5
Rendah
MCV
Fl
-
36 – 50
-
MCH
Pg
-
14 – 19
-
MCHC
g/dl / %
-
38 – 43
-
Leukosit
X 103/µl
6,25
5,1 – 13,3
Normal
Protein total
%
7,1
2-20
Normal
Fibrinogen
g/dl
mg%
-
500
7,56
300-700
-
Normal
Neutrofil segment
%
21
14-45
Normal
Monosit
%
4
45-75
Monopenia
Eosinofil
%
16
2-7
Eosinofilia
(Schalm’s. 2010)
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan kondisi umum, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah. Diagnosa yang bisa diambil adalah indigesti simplek / Indigesti sederhana.
Indigesti simplek/indigesti sederhana merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau retikulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut, hingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai dengan konstipasi. Proses indigesti bentuk ini terjadi mendadak, berlangsung beberapa jam sampai kurang lebih dua hari. Kebanyakan kejadian timbul akibat perubahan pakan yang mendadak, terutama pada pemberian pakan dengan serat kasar terlalu tinggi yang tidak diimbangi dengan cairan yang cukup akan memudahkan terjadinya indigesti. Pemberian pakan dengan kandungan serat kasar tinggi dan jumlahnya banyak akan menyebabkan rumen akan bekerja lebih keras yaitu ditandai dengan peningkatan kontraksi pada otot – otot rumen yang pada akhirnya akan meyebabkan otot – otot rumen menjadi kelelahan. Kelelahan ini akan berakibat pada penurunan gerakan rumen (hipotonia) dan beberapa jam kemudian gerakan rumen akan hilang (atonia). Hilangnya gerakan rumen ini sangat berbahaya karena ingesta yang ada didalam rumen tidak akan tercerna secara maksimal. Akibatnya ingesta tersebut akan tertimbun didalam rumen ataupun akan menyubat saluran pencernaan sehingga ketika ingesta tersebut keluar dalam bentuk feses akan terlihat bahwa feses tersebut memiliki konsistensi yang keras, warnanya agak gelap dan terkadang juga terdapat lendir bercampur darah (Subronto, 2003).
Penderita indigesti simplek ditandai dengan kondisi tubuh nampak lesu dan malas bergerak, nafsu makan hilang, sedang nafsu minum mungkin masih ada. Pada hewan yang sedang menghasilkan susu, produksi susu menurun dalam berbagai tingkatan. Pada awalnya frekuensi gerak rumen meningkat selama beberapa jam dan segera diikuti penurunan frekuensi gerak dan tonus rumen. Pada palpasi rumen terasa berisi ingesta yang lunak. Pada umumnya frekuensi pernafasan dan pulsus masih dalam batas normal. Feses dikeluarkan biasanya hanya sedikit berlendir, berwarna gelap dengan konsistensi lunak (Subronto, 2003).
Beberapa penyebab indigesti yang lain misalnya: sapi mengkonsumsi pakan yang kandungan proteinnya terlalu tingi, bahan pakan berjamur, pemberian obat antimikrobial yang berlebihan, dan hewan yang lelah atau sehabis makan langsung dipekerjakan lagi. Gangguan indigesti sederhana ini sering ditemukan mengawali gangguan organik lainnya, misalnya radang retikulum, metriris, dan kembung rumen (bloat) (Subronto, 2008).
Pada praktikum kali ini, pengobatan yang diberikan berupa vitamin B1 sebanyak 10 ml dan Vetadryl 6 ml. Tujuan dari pemberian vitamin B1 ini adalah untuk mengatasi kelesuan dan gangguan metabolisme, menambah nafsu makan, memperbaiki kondisi tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh, memperbaiki pertumbuhan, memelihara fungsi normal pada sistem syaraf dan sebagai suplemen vitamin setelah pengobatan antibiotik. Sedangkan pemberian Vetadryl adalah sebagai antihistamin.
Sedangkan menurut Subronto (2003), pengobatan indigesti secara simptomatik banyak dilakukan. Obat-obat parasimptomimetik seperti carbamyl-choline dengan dosis 2-4 ml secara subkutan pada sapi dan kerbau dewasa dapat merangsang gerak rumen dalam waktu singkat. Physostigmin atau neostigmin dengan dosis 5 mg/ 100 kg secara subkutan. Secara oral, preparat magnesimsulfat atau  sodium sulfat dengan dosis 100-400 gram, pemberian dengan dosis rendah 50-100 gram selama 2-3 hari sebagi rumintaorium. Pengobatan dengan campuran antarasodium salisilat dengan sodium bikabonat dengn jumlah 5-10 gram selama 2-3 hari per oral. Pemberian makanan penguat dan makanan kasar perlu dihentikan, air minum, bila perlu diberi garam dapur harus disediakan ad libitum.
Sedang menurut Frasser (2005), sapi diberi 20-40 L air hangat atau saline melalui saluran perut, diikuti dengan pemijatan kuat pada rumen, dapat membantu mengembalikan fungsi rumen. Jika terlalu banyak atau protein telah tertelan, asam asetat atau cuka dapat diberikan PO. Jika aktivitas mikroba rumen berkurang, pemasukan 4-8 L cairan rumen dari sapi yang sehat akan cukup membantu. Pemberian air minum bersih yang dicampur dengan garam dapur secara ad libitum. Obat parasimpatomimetik seperti carbamil choline (Carbachol®, Lentin®) dengan dosis 2-4 ml, disuntikkan subkutan pada sapi dapat merangsang gerak rumen dalam waktu singkat.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sapi FH di Koperasi Warga Mulya,dapat disimpulkan bahwa sapi menderita indigesti simpleks atau indigesti sederhana. Indigesti simpleks ditandai dengan  ditandai dengan kondisi tubuh nampak lesu dan malas bergerak, nafsu makan hilang, sedang nafsu minum mungkin masih ada dan ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut, hingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai dengan konstipasi sehingga feses tampak keras dan agak kehitaman.

BAB V
 DAFTAR PUSTAKA
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I (Mamalia). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-a (Mamalia). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Schalm’s. 2010. Veterinary Hematology 6ed. Wiley – Blackwell : USA
Smith, B.P. 2002. Large Animal Internal Medicine 3rd ed. Mosby : st. Louis Missouri.
Frasser, C.M. 2005. The Merck Veterinary Manual: a Handbook of Diagnosis, Therapy, and Disease. USA : Blackwell Publishing.

No comments:

Post a Comment