Wednesday 19 February 2014

BLOK 15 UP 6



Anestrus Pada Sapi
Learning Objective :
I.       Mengetahui tentang Macam-macam Anestrus beserta :

A.    Etiologi
B.     Patogenitas
C.    Gejala klinis
D.    Diagnosa dan Prognosa
E.     Pengobatan dan Pencegahan

PEMBAHASAN :
I.       Anestrus pada Sapi
Anestrus adalah stadium dimana seksual secara inaktif sempurna dengan tidak ada manifestasi estrus (Hafez, 2000). Hal ini bukan suatu penyakit tetapi berbagai macam kondisi dimana dapat terjadi karena belum masuk masa pubertas, selama kebuntingan dan laktasi, dan musim kawin. Ini tanda – tanda dari depresi aktifitas ovarium baik yang sementara atau permanen (True Anestrus) yang disebabakan perubahan musim pada lingkungan fisik, defisiensi nutrisi, stress dan umur yang tua. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan anestrus antara lain sebagai berikut :
a.       Umur : betina yang masih berumur muda belum dapat memperlihatkan gejala estrus. Anestrus pada hewan yang masih muda ini disebabkan poros hipotalamus, hipophisis dan ovarium belum berfungsi secara baik. Hormone gonadotropin belum cukup dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior, sehingga ovarium belum dapat didorong untuk menghasilkan estrogen karena belum terjadi pertumbuhan folikel yang sempurna. Sebaliknya pada hewan yang tua, poros tersebut telah mengalami penurunan fungsi sehingga sekresi hormone gonadotropin berkurang dan disertai dengan penurunan respon ovarium.
b.      Kebuntingan : hewan yang sedang bunting pada ovariumnya terdapat corpus luteum gravidatum yang mengahasilakan progesterone dalam jumlah besar. Namun, hormone ini justru menghambat kegiatan hipofisis anterior sehingga terjadi umpan balik negative terhadap FSH dan LH. Hal tersebut membuat folikel baru tidak terbentuk sehingga estrogen tidak diproduksi. Maka birahipun tidak timbul.
c.       Laktasi : pada induk yang sedang laktasi khususnya pada sapi perah yang produksinya tinggi, kadar prolaktin tinggi dalam darah mendorong terbentuknya korpus luteum persisten sebagai kelanjutan dari CL grafidatum saat bunting. Akibatnya kadar progesterone meningkat dan menyebabkan feedback negative terhadap FSH dan LH. Lamanya anestrus sangat dipengaruhi oleh intensitas susu dan masa laktasi.
d.      Pakan : ransum pakan yang rendah kualitas maupun kuantitasnya dapat menyebabkan terjadinya anestrus. Karbohidrat dan lemak yang rendah dalam ransum dapat mempengaruhi aktivitas ovarium, menekan pertumbuhan folikel dan  mendorong tombulnya anestrus. Kekurangan protein mendorong terjadinya hipofungsi ovarium yang diikuti terjadinya anestrus. Pakan yang kurang menyebabkan penurunan sekresi GnRH yang akan menyebabkan penurunan produksi FSH dan LH sehingga pertumbuhan folikel pada ovarium tidak ada, ovarium memiliki permukaan yang licin. Apabila hal tersebut terus terjadi maka akan menyebabkan atropi ovarium.
e.       Musim : musim dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsunga. Pada Negara yang mempunyai 4 musim, biasa terjadi pada puncak musim dingin dan puncak musim panas. Sedangkan pada Negara tropis anestrus sering kali dijumpai pada musim kemarau, akibat curah hujan yang rendah menyebabkan kualitas hijauan pada pakan menurun. Selain itu suhu yang terlalu panas juga dapat memicu anestrus pada sapi-sapi eropa
f.       Lingkungan : lingkungan yang kurang baik dapat memicu stress pada induk sapi yang menginduksi terjadinya anestrus. Kandang yang sempit membatasi pergerakan sapi, buruknya sirkulasi udara, sanitasi yang kurang baik, dan kurangnya exercise sehingga menyebabkan stress yang kronis sehingga mengganggu siklus hormonal yang dapat menyebabkan anestrus.
g.      Patologi ovarium dan uterus. Beberapa khasus patologi yang dapat menyebabkan anestrus diantaranya hipoplasia ovarium, freemartin, piometra, tumor pada ovarium atau uterus. Pada khasus hipoplasia ovarium atau freemartin, ovarium tidak terbentuk secara sempurna sehingga tidak akan diproduksi progesterone ataupun esterogen dalam jumlah yang mencukupi. Pada khasus patologi uterus, PgF2α tidak dapat diproduksi dalam jumlah yang mencukupi sehingga corpus luteum tidak dapat dilisiskan. Sehingga kadar progesterone melebihi esterogen.
h.      Penyakit yang kronis dapat menyebabkan penurunan nafsu makan ataupun berkurangnya suplai nutrisi akibat penyakit tersebut, misalnya pada penyakit cacing saluran pencernaan yang kronis yang dapat menyebabkan anestrus dalam jangka waktu yang lama
Anestrus menurut gejala utamanya dapat dibagi menjadi dua, yaitu anestrus normal dan abnormal.
ü  Anestrus Normal
o   Prepubertas, (system organ reproduksi belum matang, system hormonal belum berperan)
o   Bunting, (dominasi hormon P4, korpus luteum verum/gravidatum)
o   Laktasi/menyusui, (dominasi prolaktin dan oksitoksin, hambatan pelepasan GnRH, nutrisi terfokus untuk air susu)
o   Umur Tua, (system hormonal terhenti/terganggu)
o   Stress, (gangguan hormonal)
ü  Anestrus Abnormal (karena gangguan / penyakit)
·         Hipoplasia ovaria (Ovarian  Hypoplasia) yaitu ovarium mengalami hipoplasi. Cirinya ovarium teraba kecil, halus, dan rata.
·         Agenesis ovaria (Ovarian Agenesi ) yaitu ovarium tidak tumbuh, sehingga tidak ada ovarium pada organ kelamin betina.
·         Freemartin adalah hewan betina yang organ reproduksinya tidak berkembang, 90% biasanya terjadi pada kasus kelahiran kembar jantan dan betina. Cirinya, hewan betina menyerupai hewan jantan, uterus tidak berkembang, seringa ditemukan bentukan seperti kelenjar vesikula seminalis dalam uterus, vulva ditumbuhi rambut kasar dan lebat.
·         Oophoritis yaitu keradangan ovarium, biasa disebabkan karena infeksi ikutan, dan traumatik.
·         Hypofungsi ovaria yaitu penurunan fungsi ovarium pada hewan betina. Adalah penyebab anestrus yang sering terjadi pada sapi. Disebabkan oleh malnutrisi, infeksi kronis, infestasi cacing, dan stress.
·         Atropi ovaria yaitu pengecilan ovarium, yang disebabkan karena kasus hypofungsi ovaria yang tidak segera ditangani. Cirinya ovarium kecil, kasar dan keras saat diraba.
·         Sista luteal, disebabkan karena peningkatan hormone LTH secara mendadak. Cirinya dinding folikel jadi tebal >2,5 cm, terjadi luteinisasi, dan progesterone meningkat.
·         Subestrus / silent heat yaitu birahi pendek (1-4jam)/ birahi tenang, tidak terlihatnya birahi. Silent heat sering terjadi pada sapi post partus. Sapi yang silent heat ditandai dengan adanya aktifitas ovarium dan adanya ovulasi tapi tidak disertai dengan gejala estrus yang jelas. Sedangkan pada kasus subestrus, ditandai dengan adanya gejala birahi tapi yang berlangsung sangta pendek / singkat. Predisposisi adalah genetik.  Penyebab dari keduanya adanya terjadinya devisiensi nutrisi β caroten, Co, P, cobalt dan BB rendah. Diagnosis berdasarkan gejala klinis dan palpasi perektal. Pada palpasi perektal, ovarium akan teraba adanya aktifitas ovarium. Terapi : jika tidak terjadi buntingnamun ada CL, dapat diberi PGF2a atau analognya dan diikuti fixed time insemination atau dengan pemberian GnRH dan progesteron..
·         Korpus luteum persisten :
Korpus luteum yang persisten dapat disebabkan :
§  Karena hewan tsb bunting  (adanya korpus luteum kebuntingan yang menetap) atau
§  Karena CL persisten akibat adanya gangguan atau patologi pada uterus seperti Pyometra, mommifikasi. dll
Prognosa : tergantung penyebabnya. Terapi : perbaikan manajemen, dan penyingkiran korpus luteum persisten dengan cara manual atau pemberian PGF2a
·         Pyometra
·         Mummifikasi dan maserasi fetus
·         Endometritis klinis

Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu :
  1. True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata dan halus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi (melebur) atau lebih dikenal dengan korpus albicans. Oleh karenanya sulit dibedakan korpus luteum yang sedang berkembang dengan korpus luteum yang regresi.
Secara klinis, sapi yang mengalami true anestrus dapat terjadi baik pada sapi dara atau sapi yang pernah beranak. Gejala yang nampak yaitu anestrus.
Anetrus ini sering terjadi pada : Sapi dalam masa pubertas, sapi dengan produksi susu tinggi, pasca beranak, hewan bunting, dan sapi yang sedang laktasi. Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya true anestrus adalah factor musim dan lingkungan serta factor genetik
  1. Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron (hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin. Misalnya sista luteal.
  1. Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya ovarium tidak aktif. Contoh kasus ini adalah terjadinya hipofungsi ovaria. Jiak ini terjadi pada periode yang lama akan melanjut ke atropi ovaria.
  1. Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen). Pada kenyataannya, tidak semuanya pada kasus atropi ovaria, hipoplasi ovarium, agenesis ovaria, dan freemartin. Anestrus yang dapat disebabkan karena kasus hipofungsi ovaria dapat diteerapi dengan cara :
§  Perbaikan feeding agar BCS meningkat
§  Merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian : ECG, GnRH, progesteron, esterogen baik sintetik atau alami.

Pathogenesis
Kegagalan estrus atau anestrus pada ternak sapi merupakan gejala utama dari banyak faktor lain yang mempengaruhi siklus birahi. Menurut Hafez (2000) bahwa anestrus akibat hipofungsi ovarium  sering berhubungan dengan gagalnya sel-sel folikel menanggapai rangsangan hormonal, adanya perubahan kuantitas maupun kualitas sekresi hormonal, menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan fungsi hipotalamus-pituitaria-ovarium yang akan menyebabkan menurunnya sekresi gonadotropin  sehingga tidak ada aktivitas ovarium setelah melahirkan.

GnRH berfungsi menginduksi pelepasan FSH dan LH di hipofisa anterior sehingga menyebabkan perkembangan folikel dan terjadinya estrus (Hafez, 2000). Sehingga apabila terjadinya penurunan GnRH maka pelepasan LH dan FSH pun akan terhambat, maka terjadilah anestrus.
Gejala Klinis
Anestrus bukanlah penyakit, tetapi gejala yang tampak pada sapi karena mengalami kondisi atau keadaan tertentu (Hafez, 2000). Jadi anestrus sendiri merupakan gejala klinis yang timbul karena beberapa faktor, misalnya karena faktor alami atau faktor gangguan/ penyakit, contohya sudah dijelaskan di atas.
Malnutrisi, gejalanya:


-          Sapi kurus
-          Anestrus/tidak birahi
-          Lemah
-          Bulu kusam, dsb
Diagnosis
Diagnosis dari anestrus:
a)      Anamnesa, meliputi: pakan yang diberikan perhari, berapa lama kejadian anestrus.
b)      Pemeriksaan umum meliputi inspeksi, pemeriksaan pulsus, dll.
c)      Eksplorasi perektal, untuk menentukan adakah abnormalitas pada organ reproduksinya. Pemeriksaan pada ovarium pada kasus sista luteal misalnya ada penebalan pada folikel, atau tidak adanya ovarium pada kasus agenesis ovarium.
d)     Pemeriksaan darah dan urin, untuk mengetahui hormon yang ada, progesterone meningkat saat kebuntingan, setelah partus akan turun. Saat anestrus hormone GnRH, FSH dan LH  kurang dari normal ada di dalam darah.
e)      Menggunakan Ultrasonography, dimasukkan transrektal. USG dapat mengindikasikan bahwa anestrus disebabkan karena kegagalan mekanisme pengeluaran LH. Tidak keluarnya LH dalam hal ini bukan saja karena pengeluaran GnRH yang kurang, melainkan karena kesensitifan dari kerja hipotalamus-pituitary untuk lebih meningkatkan level estradiol (Hafez, 2000).
f)       Swab vagina, jika anestrus (sekitar dua bulan) ditandai banyak sel epitel dengan inti piknotik dan terdapat sedikit leukosit heterofil dan limfosit.

Pengobatan dan Pencegahan
Pada umumnya penanggulangan anestrus dapat ditempuh dengan cara:
·      Perbaikan pengelolaan. Dilakukan dengan pengamatan birahi pada ternak. Ternak yang diamati birahinya, sebaiknya dilepaskan bersama dan diamati dengan teliti, satu, dua atau sampai 3 kali perhari, karena pengamatan brahi dikandang sangat tdak memuaskan. Dengan ini bisa diketahui apakah sapi tersebut mengalami anestrus.
·      Penyingkiran korpus luteum persisten. Bisa dilakukan secara manual melalu perektal. Walaupun pemecahan korpus luteum persisten secara manual paling sederhana dan praktis tetapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan perdarahan dan perlekatan dar ovarum. Sebab bila korpus luteum jatuh pada ovarium dapat menyebabkan perlekatan antara bursa dan ovarium sehingga dapat menyebabkan kemajiran.
·      Dengan penyuntikan PGF2a intrauterina untuk mempermudah regresi korpus luteum persisten. Penyingkiran korpus luteum perssten dengan penyuntikan PGF2a umumnya akan disusul dengan brahi 2-7 hari setelah penyuntikan pada 50-80% sapi-sapi tersebut dengan angka kebuntingan 25-80%. Bila birahi tidak terlihat maka dapat saja dikawinkan 3-4 hari sesudah korpus luteum regresi. Penyingkiran corpus luteum secara berulang pada interval 10 hari akan menyebabkan pembentukan kista korpus luteum.
·      Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting)
·      Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200 IU.
·      Sista luteal : PGH 7,5 mg secara intra uterina atau 2,5 ml secara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR, intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi.
·      Apabila terdapat corpus luteum  maka dapat diterapi dengan PGF2 dan diikuti dengan pemberian GnRH
·      Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen).
·      Pada anestrus karena hipofungsi ovarium biasanya disebabkan oleh kekurangan pakan maka pertolonganya adalah dengan memperbaika kualitas pakannnya.
·      Pada kasus anestrus karena atropi ovarium yang umumnya juga disebabkan oleh kurang pakan dalam jangka waktu yang lama pertolongan juga ditujukan pada perbaikan kualitas pakan dalam jangka waktu yang lama, setelah kondisi badan telah pulih kembali birahi dapat dipercepat permunculnya dengan penyuntikan FSH dan LH.

DAFTAR PUSTAKA
Arthur, G. H., 1990. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Bailiere. Tind.
Bearden H.J. and W.J Fuquay, 2004. Applied Animal reproduction. 6th Ed. Lea & Febriger. Philadelphia.
Hafez, E.S.E., 2000. Reproduction in Farm Animals, 7th Edition. LWW Wolter Kluwer Company. USA
Hardjopranjoto, Soehartojo. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Arlangga University Press, Surabaya
Winugroho, M and Teleni, E, 1993. Feeding and Breeding Strategies. ACIAR Monograph. Canberra, Australia

No comments:

Post a Comment