LEARNING
OBJECTIVE
1. Mengetahui
tentang enterolith meliputi penyebab, gejala klinis, dan diagnosa
2. Mengetahui
persiapan operasi, teknik operasi dan penanganan pasca operasi
3. Mengetahui
teknik anestesi inhalasi
PEMBAHASAN
1. Enterolith
a. Etiologi
Enterolith merupakan massa mineral yang khususnya
terdiri dari magnesium ammonium phosphate (struvite).
Ada juga magnesium vivianite, bersama
berbagai kuantitas sodium, sulfur, potasium, dan kalsium. Pembentukan mineral
dari magnesium membingungkan karena berlimpahnya kalsium pada cairan kolon,
yang lebih sering membentuk kalsium fosfat (apatite)
daripada struvite (Reed, et al., 2004).
Banyak kuda yang terkena enterolith karena diberi
pakan utama jerami alfalfa. Pada jerami tersebut kemudian diketahui memiliki
konsentrasi magnesium 6 kali lipat kebutuhan seharian kuda normal (Reed, et al., 2004).
Enterolith seringkali terbentuk mengelilingi inti dari
silikon dioksida, kuku, tali, dan rambut yang tertelan. Biasanya enterolith
ditemukan di kolon dorsal kanan dan transversal (Reed,
et al., 2004).
b. Patogenesis
Enterolith adalah calculi intestinal yang terbentuk
dari lapisan-lapisan yang mengelilingi inti dari suatu substansi yang tertelan
dan tidak bisa terdigesti. Biasanya terbentuk pada kolon besar dan seringkali
menyebabkan obstruksi simpleks pada kolon kecil (transversal) (Knottenbelt & Pascoe, 1998).
Diet dengan tinggi kalsium (air atau pakan; kulit
gandum, alfalfa) dan protein (contoh, alfalfa dengan konsentrasi amonium dan
nitrogen yang tinggi pada kolon besar) telah dihubungkan dengan patogenesis
enterolithiasis. Namun faktor lain perlu dipertimbangkan karena tidak semua
kuda dengan pakan yang sama bisa timbul enterolith bersamaan. Tempat yang
paling sering terkena obstruksi enterolith adalah pertemuan kolon dorsal kanan
dan kolon transversal. Lebih jarang obstruksi terjadi pada kolon transversal
atau di kolon kecil. Enterolith juga ditemukan di kolon ventral kanan dan
fleksura diafragmatika. (Wilson,
2011).
Enterolith yang lebih solid biasanya terdiri dari
kompleks amonium dan magnesium fosfat dan meskipun lebih halus juga menyebabkan
obstruksi intraluminal pada kolon besar dan kolon kecil (Wilson,
2011).
Jika terjadi secara lebih lambat, akan terbentuk
fecalith yang dapat ditemukan di bagian kolon besar manapun. Objek dengan
ukuran signifikan, ditemukan di kolon kecil yang biasanya menyebabkan
obstruksi. Bentuk dan lokasi bentukan massa berhubungan dengan gejala klinis.
Enterolith yang kasar dan irreguler pada sekum atau kolon besar memiliki
sedikit atau tidak ada efek patologis, atau bisa juga menyebabkan kolik ringan
yang berulang-ulang. Yang lebih umum yaitu enterolith yang besar dan halus
serta fecalith menyebabkan obstruksi pada bagian yang sempit termasuk fleksura
pelvis, kolon transversal, dan kolon kecil. Pada kejadian yang jarang,
enterolith ditemukan berjumlah lebih dari satu, halus, dan segiempat/bulat.
Obstruksi yang disebabkan enterolith atau fecalith menjadi komplit, jika gejala
akut dihubungkan dengan akumulasi gas dan ingesta (Knottenbelt & Pascoe, 1998).
c. Gejala
Klinis
Enterolithiasis dicirikan dengan sakit perut (kolik)
intermitten yang ringan sampai sedang secara episodik. Anoreksia progresif dan
depresi dapat terjadi. Rasa sakit bergantung pada derajat obstruksi dan
distensi. Obstruksi luminal parsial akan menyebabkan keluarnya feses yang
seperti pasta dan berbau tajam. Denyut jantung bervariasi dan bergantung pada
derajat rasa sakit. Pada beberapa kasus, enterolith tertekan sampai kolon
kecil, dimana menyebabkan obstruksi akut kolon kecil (Reed, et al., 2004).
d. Diagnosa
Diagnosa enterolith dilakukan dengan radiografi
abdominal atau saat pembedahan. Pada kasus yang jarang, enterolith dapat
dipalpasi melalui rektum terutama jika berada di distal kolon kecil (Reed, et
al., 2004). Anamnesa diperlukan juga untuk mengetahui penyebab enterolithiasis.
Pemeriksaan darah dapat menunjukkan hal yang normal, atau konsisten dengan
dehidrasi ringan sampai sedang (azotemia prerenal, peningkatan PCV, peningkatan
TPP). Jika terjadi nekrosis transmural, dapat terjadi leukopenia dengan atau
tanpa left shift (Wilson,
2011).
Teknik
Radiografi Abdominal
Karena ukuran abdomen kuda yang besar, radiografi
diagnostik biasanya hanya dipakai untuk anak kuda, kuda poni kecil, dan kuda
kecil lainnya. Untuk melakukan radiografi abdomen tampak lateral, perlu kaset
dengan ukuran terbesar. Jika dimungkinkan, radiograf diambil dengan cara hewan
berdiri dan sinar diarahkan ke abdomen. Arus yang dipakai untuk abdomen tampak
lateral adalah 25 mAs dan voltasenya 70 kV.
Kontras media digunakan untuk meningkatkan kontras
subjek secara buatan, biasanya digunakan untuk menggambarkan dinding rongga
atau menilai pergerakan melalui pembuluh darah atau saluran pencernaan.
Bahan kontras media harus memiliki radiodensitas yang
sangat berbeda dengan jaringan yang diperiksa. Dapat bersifat radiolucent, biasanya udara atau gas
(kontras media negatif), atau radiodense
(kontras media positif). Udara jarang digunakan sebagai kontras media pada
kuda, kecuali jika memang terjadi akumulasi udara pada jaringan.
Kontras media positif memiliki radiodensitas yang
lebih tinggi dari jaringan lunak. Unsur logam berat yang digunakan biasanya
barium atau iodin.
1)
Barium
sulfat, bersifat nontoksik tetapi hanya digunakan untuk menggambarkan saluran
pencernaan. Barium sulfat tidak bisa dikeluarkan dari sendi, pulmo atau organ
internal dan dapat menyebabkan reaksi berat.
2)
Larutan
iodin, digunakan untuk rongga internal. Umumnya bersifat ionik seperti garam
diatrizoate, metrizoate, atau iothalamate). Harganya murah, tetapi dapat
menyebabkan iritasi pada sendi. Jangan digunakan untuk myelografi (penyelidikan
spinal) karena menyebabkan reaksi berat.
3)
Substansi
iodin non ionik, contohnya metrizamide, iopamidol, dan iohexol. Lebih mahal
tetapi aman untuk myelografi.
Untuk penggambaran saluran pencernaan, digunakan
tepung barium yang berisi serbuk barium dicampur dengan makanan. Ideal untuk
mengukur kecepatan dan integritas lintasan makanan melalui faring dan sepanjang
esofagus kuda. Untuk melihat kerusakan dinding saluran pencernaan, suspensi
barium (dari serbuk barium) atau pasta lebih disukai. Jika diduga terjadi sobek
pada esofagus, hindari penggunaan barium. Sedasi menyebabkan penurunan fungsi
esofagus sehingga jangan dilakukan untuk penyelidikan dengan barium (Coumbe, 2001).
2. Operasi
/ Bedah Kasus Enterolith
a.
Persiapan Operasi
1)
Persiapan
Ruang Operasi
Ruang operasi harus dipersiapkan dengan baik. Sebelum
memasuki ruang operasi harus mengenakan penutup kepala, masker, dan penutup
sepatu. Meja peralatan diletakkan di tempat yang terdekat dengan tempat
berdirinya operator. Peralatan yang akan digunakan dicek dan sudah siap
dipakai. Namun untuk ruang operasi yang kecil dan sempit sebaiknya pasien
dimasukkan terlebih dahulu baru memasukkan peralatan operasi (Reed, et al.,
2004)
2)
Persiapan
Pasien
Setelah ruang operasi dipersiapkan dengan baik, persiapan
pasien dapat segera dilakukan. Kamar persiapan untuk kuda sebaiknya terpisah
karena prosedur persiapan dapat melepaskan debu, rambut, dan lainnya yang bisa
membentuk aerosol.
Meja operasi yang baik dapat mengakomodasi semua dari
tiga posisi yang biasa digunakan untuk kuda yang dianestesi. Beberapa didesain
dengan sistem angkat hidrolik untuk mengakomodasi kebutuhan operator. Pada
rebah dorsal, pasien diposisikan pada punggungnya dengan keempat kakinya
diletakkan dalam posisi tegak lurus. Kuda dengan posisi rebah dorsal
membutuhkan bantalan yang cukup di antara tubuh dan meja operasi (Reed, et al.,
2004).
Setelah pasien diposisikan, persiapan aseptis pada
area pembedahan harus dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan infeksi
pascaoperasi:
-
Surgical gloves steril
-
Povidone-iodine
-
Alkohol
70%
-
1000
ml air steril atau saline
-
Satu
pack peralatan steril
-
Meja
operasi atau kereta dorong.
3)
Persiapan
Tim Operator
Satu tim bedah terdiri dari dokter bedah, asisten
dokter bedah, teknisi peralatan, dan teknisi anestesia. Namun umumnya semua
peran tersebut dilakukan oleh satu dokter hewan dan satu teknisi.
Semua personil yang memasuki ruang operasi harus
berpakaian steril, masker sekali pakai, penutup sepatu, dan penutup kepala
sekali pakai. Dokter bedah dan teknisi harus melakukan cuci tangan dengan sabun
povidone-iodine 7,5% atau sabun chlorhexidine gluconate 4,5% (Reed, et al.,
2004).
4)
Persiapan
Alat-Alat Operasi
Teknik aseptis digunakan untuk membuka bungkusan
peralatan. Meja peralatan dipersiapkan dengan urutan sebagai berikut: pertama,
penutup meja dihamparkan keseluruh permukaan atas meja. Semua di bawah
permukaan meja dianggap sebagai area nonsteril. Kemudian peralatan dibuka dari
bungkusnya. Jangan mencondongkan badan ke atas meja peralatan, berdiri 30 cm
dari sisi meja dan hindari kontaminasi apapun.
Peralatan yang umum digunakan:
-
Duk
klem dengan ujung tajam untuk mengunci duk langsung ke pasien, dan duk klem
tumpul untuk menjepit duk dengan duk.
-
Gunting
berujung tumpul untuk memotong benang atau duk.
-
Kelly,
mosquito dan haemostatic forceps untuk mengeklem pembuluh darah.
-
Forceps
jaringan untuk menjepit dan menahan jaringan, dengan ujung seperti gigi tikus.
-
Needle holder Mayo-Hagar untuk memasukkan dan menarik jarum jahit. Needle holder Olsen-Hagar fungsinya sama
tetapi juga memiliki pisau untuk memotong benang.
-
Gunting
Mayo digunakan untuk memotong jaringan yang sangat tebal.
-
Scalpel handle untuk pegangan pisau.
-
Allis
forceps, memiliki gigi pendek di ujung dan digunakan untuk menarik jaringan
lembut seperti tepi kulit.
-
Babcock
forceps, sedikit menyebabkan trauma dan digunakan untuk menahan jaringan lembut
seperti viscera. Sponge forceps fungsinya sama, dan juga bisa digunakan untuk
memegang spons atau kawat (Reed, et al., 2004)
5)
Sterilisasi
dan Dekontaminasi
Peralatan bedah dan pelengkapnya disterilisasi dengan
berbagai cara, umumnya menggunakan autoclave. Peralatan bedah harus
didekontaminasi sebelum sterilisasi, dicuci dengan larutan enzim yang
membersihan debris yang terlihat dari permukaan. Pembilasan dilanjutkan dengan
inspeksi dan pengeringan sebelum pengepakkan (Reed, et al., 2004).
b.
Teknik
Operasi Enterotomi
Enterotomy
adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus maupun usus besar
yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya benda asing (tulang
yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau kemungkinan adanya gangren
pada usus (Yusuf, 1995). Sumbatan pada usus ini sering terjadi pada daerah
colon ataupun usus halus sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran usus halus
(Yulianto, 2000).
Intestinum
merupakan bagian dari alat pencernaan yang menempati rongga abdomen yang
dimulai dari pylorus dan berakhir di rectum, penggantung intestinum adalah
mesenterium. Secara umum intestinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu intestinum
tenue dan intestinum crasum, intestinum tenue panjangnya rata-rata 4 meter pada
anjing yang yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Sedangkan intestinum
crasum terdiri dari caecum, colon dan rectum yang panjangnya kira-kira 60 cm
(Frandson, 1992). Secara histologis intestinum terdiri dari beberapa lapisan
mucosa, sub mucosa dan serosa (Lubis, 1985).
Pada
usus halus terjadi penyerapan yang terjadi karena adanya kontraksi dari otot
polos pada dinding usus dan dari mucosa muscularis. Ingesta di dorong dan dicampur
dengan cairan pencernaan oleh gerakan reflek usus halus yang akan membuat
sirkulasi darah limfe. Gerakan peristaltik yang dipermudah dengan gerakan
ritmik dari usus halus akan mendorong ingesta ke arah anus, ketika feces
terdorong ke arah rectum timbul reflek untuk defekasi (Yulianto, 2000). Fungsi
utama usus halus yaitu untuk penyerapan sari-sari makanan yang diperelukan oleh
tubuh dan membantu proses pencernaan. Fungsi usus besar adalah sebagai organ
penyerap air, penampung dan pengeluaran bahan-bahan feces (Aiache, 1983).
Benda
asing yang ditemukan itu sangat bervariasi seperti kulit yang keras, kain,
jarum besi, kawat, seng, rambut, tulang yang keras dan lain-lain. Benda asing
yang besar akan menyebabkan gejala ileus obstruksi, sedangkan benda tajam
menyebabkan perforasi saluran cerna dengan gejala peritonitis. Untuk
mendiagnosa adanya benda asing pada saluran pencernaan tidak mudah tetapi
dengan pemeriksaan roentgen dapat membantu diagnosa (Ibrahim, 2000).
Setelah
pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi dorsal
recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi,
kemudian daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium
tincture 3%, pasang dook steril pada daerah abdomen.
Incisi
kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang lebih 5-6
cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel, preparasi
tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kiri dan kanan
linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau
scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba. Irisan diperpanjang dengan
menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari tengah
tangan kiri di letakkan di bawah linea alba agar organ dalam tidak tergunting).
Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum yang
akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem. Dibuat
sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing dikeluarkan, usahakan agar
usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan penstrep 1%.
Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit dengan
pola lambert dengan menggunakan cat gut. untuk memastikan ada tidaknya
kebocoran dilakukan uji kebocoran usus. Setelah dipastikan tidak bocor,
intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen, kemudian peritoneum dijahit
dengan menggunakan benang nilon simple interrupted, musculus dan fascia dijahit
dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit dijahit dengan nilon pola
simple interrupted (Anonimous, 2004).
c.
Perawatan Pasca Operasi
1)
Kuda dimonitor perkembangannya tiap 3 jam.
2)
Pemberian
antibiotik spektrum luas sampai 48 jam setelah operasi.
3)
Pemberian
nonsteroidal anti-inflamasi.
4)
Pemberian
cairan intravena (40-60 ml/kg).
5)
Diberi
minum air hangat beberapa jam setelah operasi harus diulang tiap setengah jam (maintenance
: 20L /450 kg BB/hari).
6)
Jangan
diberi makan 12-24 jam pasca operasi.
7)
Pakan
dalam jumlah sedikit dapat diberikan sesegera mungkin jika kuda sudah mau makan
dengan sendirinya.
8)
Kuda
yang sudah mau makan dapat diberi tambahan suplemen lemak tinggi untuk
meningkatkan kalori.
9)
Kuda
mulai exercise sedikit demi sedikit 30 hari setelah operasi (Subronto,
2003)
3. Teknik
Anestesi Inhalasi
ANESTESIA
INHALASI (GENERAL ANESTESIA)
Obat-obat
anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan yang
mudah menguap. Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada
anestesia umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen
inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal
yang penting dari anestesia umum. Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi
sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi disukai
dalam praktek anestesia umum.Tidak seperti anestetik intravena, kita dapat
menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada jaringan dengan melihat nilai
konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan, penggunaan gas
volatil anestesi lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang harus
sangat diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi
dan dosis yang mematikan. Sebenarnya hal ini mudah diatasi, dengan memantau
konsentrasi jaringan dan dengan mentitrasi tanda-tanda klinis dari pasien. Berdasarkan
kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :
Obat
anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap :
a.Derivat halogen
hidrokarbon.-Halothan-Trikhloroetilen-Khloroform
b.Derivat eter.-Dietil eter
-Metoksifluran-Enfluran-Isofluran
MESIN
DAN ALAT ANESTESI
Fungsi mesin anestesi
adalah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke rangkaian
sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran
gas dari pasien. Mesin yang aman dan ideal ialah mesin yang memenuhi
persyaratan berikut:
1. Dapat
menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat
2. Ruang
rugi minimal
3. Mengeluarkan
CO2 dengan efisien
4. Bertekanan
rendah
5. Kelembaban
terjaga dengan baik
6. Penggunaannya
sangat mudah dan aman
Komponen
dasar mesin anestetik terdiri dari :
1. Sumber
O2 dan NO2 dan udara tekan. Sumber O2
dan NO2 dapat tersedia secara individual menjadi satu kesatuan mesin
anestetik atau dari sentral melalui pipa-pipa.
2. Alat
pantau tekanan gas. Alat pantau tekanan gas untuk mengetahui tekanan gas pasok.
Kalau tekanan gas O2 berkurang maka akan ada bunyi tanda bahaya.
3. Katup
penurun tekanan gas. Katup penurun tekanan gas untuk menurunkan tekanan gas
pasok yang masih tinggi, sesuai karakteristik mesin anestesi.
4. Meter
aliran gas. Meter aliran gas dari tabung kaca untuk mengatur aliran gas setiap
menitnya.
5. Satu
atau lebih penguap cairan anestetik. Penguap cairan anestetik dapat tersedia
satu, dua, tiga sampai empat.
6. Lubang
keluar campuran gas. Lubang keluar campuran gas biasanya berdiameter standar.
Kendali O; daruratKendali O; darurat untuk keadan yang dalpat mengalirkan O2
murni sampai 35-37liter/menit tanpa melalui meter aliran gas lain ohio medical
products(sekarang Obat anestesi inhalasi oadalh obat yang paling cepat mulai
kerjanya, dan dalam pemakaian anestesi umum tetap dalam batas aman. kecepatan
juga berarti efixien. Induksidan pemulihan yang cepat akan memberikan bebrapa
keuntungan diantranya meminimalkanwaktu di kamar operasi dan di ruang
pemulihan, serta pasien akan lebih cepat pulang.
Mesin
anestesi sebelum digunakan harus diperiksa apakah berfungsi denganbaik
atautidak. Beberapa petunjuk di bawah ini perlu diperhatikan :
1. Periksa
mesin dan peralatan kaitannya secara visual apakah ada kerusakan atau
tidak,apakah rangkaian sambungannya seduah benar.
2. Periksa
alat penguap apakah sudah terisi obat dan penutupnya tidak longga atau bocor
3. Periksa
apakah sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah benar.
4. Periksa
meter aliran gas apakah berfungsi baik.
5. Periksa
aliran gas O2 dan N2O.
SISTEM ATAU SIRKUIT ANESTESIA
Sistem
penghantar gas atau sistem anestesia atau sirkuit anestesia adalah alat yang
bukan saja menghantarkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan
napas atau pasien, tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan
mendorongnya dengan aliran gas segar atau dengan mengisapnya dengan kapur soda.
Sirkuit anestesia umumnya terdiri dari :
Pemberian
anestetika inhalasi dibagi menjadi 2 cara, yaitu:
1. Sistem
terbuka, yaitu dengan penetesan langsung ke atas kain kasa yang menutupi mulut
atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen.
2. Sistem
tertutup, yaitu dengan menggunakan alat khusus yang menyalurkan campuran gas
dengan oksigen dimana sejumlah CO2 yang dikeluarkan dimasukankembali (bertujuan
memperdalam pernafasan dan mencegah berhentinya pernafasan atauapnea yang dapat
terjadi bila diberikan dengan sistem terbuka). Karena pengawasan penggunaan
anestetika lebih teliti maka cara ini banyak disukai, contohnya siklopropan,
N2O dan halotan.
Jenis- jenis gas untuk anastetik
1.HALOTAN
(F3C-CHBrCl)
Halotan
atau disebut dengan nama kimia 2,bromo-2-khloro-1,1,1-trifluoroetan,mempunyai
berat molekul 197, berat jenis 1,18 (pada suhu 25 derajat celcius) dan titik
didih 50 derajat celcius dan mempunyai MAC 0,87%.Secara fisik, halotan adalah
cairan yang tidak berwarna, berbau harum tidak mudahterbakar atau meledak,
tidak iritatif dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Apabila terkena sinar
matahari, akan mengalami dekomposisi menjadi HCl, HBr, klorin, Bromin danFosgen
bebas, disi timol 0,01% sebagai pengawet.Halotan bisa diserap oleh karet
sirkuit anestesia, tetapi kurang larut dalam polietilendan tidak mengalami
dekompisisi bila melewati karbon absorben.
2.
ETER (CH3-CH2-O-CH2-CH3)
Eter
merupakan obat anestesia inhalasi yang awalnya dibuat oleh Valerius Cardus pada
tahun 1540 dengan cara memanaskan etil alkohol bersama-sama dengan asam sulfur
di bawah suhu 130 derajat celcius.
Sifat Fisik Dan Kimiawi. Merupakan
cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, sangat iritatif dan
mudah terbakar/meledak. Berat molekulnya 74, berat jenis cairannya 0,719, berat
jenisuapnya 2,6 dan titik didihnya 35 derajat celcius. Tidak bereaksi dengan
kapur soda, teruraioleh udara, cahaya dan panas menjadi perioksida eter dan
asetaldehida, karena itu harusdisimpan di tempat gelap dan dingin.
Efek Farmakologi Terhadap susunan
saraf pusat. Eter merupakan obat anestesia inhalasi
yang digunakan oleh AE Guedel untuk memformulasikan gambaran stadium anestesia
yang klasik pada saraf pusat yang dibagimenjadi empat stadium anestesia yaitu
:Stadium I:disebut juga stadium analgesiaStadium II:disebut juga stadium
eksitasiStadium III:disebut juga stadium anestesia yang berlangsung 4 (empat)
planaStadium IV:disebut juga stadium paralisis
Terhadap sistem saraf otonom. Eter
merupakan obat anestesia yang bersifat simpatomimetik. Efek ini
akanmeningkatkan denyut jantung, menimbulkan glikogeolisis, kontraksi lien,
dilatasi usus,dilatasi bronkus, dilatasi arteria koronaria, dialtasi pupil dan
meningkatkan laju nafas.Sebaliknya, terhadap parasimpatis, eter bersifat
depresan.
Terhadap sistem kardiovaskuler. Pada
stadium awal, denyut jantung meningkat dan terjadi vasokonstriksi
pembuluhdarah, kemudian pada stadium lanjut, terjadi vasodilatasi akibat
depresi pada pusatvasomotor. Pada stadium awal, terjadi perubahan minimal pada
curah jantung dan tekanandarah, kemudian pada sadium lanjut, terjadi depresi
pusat vasomotor pada batang otak sehingga hal ini bisa menimbulkan kegagalan
sirkulasi. Pemakaian adrenalin oleh operator untuk tujuan tertentu selama
pembedahan dilaporkan tidak menimbulkan penyulit yangserius.
Terhadap sistem respirasi. Pada
stadiium awal terjadi peningkatan aktivitas respirasi akibat stimulasi pusat
nafasoleh uap eter. Kemudian dengan semakin dalamnya stadium anestesia, depresi
nafasemakin jelas sampai pada stadium III plana 4 nafas akan berhenti akaibat
depresi pusatnafas. Uap eter sangat iritatif terhadap mukosa jalan nafas.
Sekresi kelenjar mukosa jalannafas meningkat, timbul reaksi batuk, bisa timbul
spasme laring dan spasme bronkus. Padakpemberian uap eter dengan dosis tinggi
dan cepat bisa terjadi refleks henti hafas. Hal inidapat dihambat dengan
premedikasi sulfas atropin.
Terhadap sistem alimentarius. Sekresi
air liur cairan lambung meningkat, disertai mual muntah, baik pada stadiumawal
maupun pada fase pemulihan. Tonus atau peristaltik usus menurun dan fungsi
hatimengalami depresi, tetapi akan pulih dalam waktu 24 jam.
3.
N2O ( Nitrooksida )
N2O (gas gelak,
laughling gas, nitrous oxide, dinitrogenmonoksida) diperoleh dengan memanaskan
ammonium nitrat sampai240° 2H2O + N2O)N2O dalam ruangan berbentuk gas tak
berwarna, bau manis, takiritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat
udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini
bersifatanestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering
digunakanuntuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain
seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga terjadi pengenceran O2 dan
terjadilah hipoksia difusi. Untukmenghindari terjadinya hipoksia difusi,
berikan O2 100% selama 5-10menit.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai
dalam kombinasiN2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan
efekanalgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi80% : 20%,
dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya biladigunakan pada pasien pneumothorak,
pneumomediastinum,obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.
(Simon, 1989: Subronto, 2003).
DAFTAR
PUSTAKA
Aiache,
MJ dan AM Guyot-Herman. 1993. Bioformasi.
Edisi ke-2. Airlangga University Press. Surabaya
Anonymous.
2004. Penuntun Ilmu Bedah dan Radiology.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Coumbe, K. 2001. The Equine Veterinary Nursing Manual.
Oxford: Blackwell Science
Ibrahim,
R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum
Veteriner. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh
Knottenbelt, D., and Pascoe, R. 1998. Color
Atlas of Diseases and Disorders of the Horse. New York: WB Saunders
Lubis,
D. 1985. Histologi Jaringan. Fakultas
Kedokteran Hewan. Unversitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Reed, S., Bayly, W., Sellon, D. 2004. Equine Internal
Medicine 2nd. St. Louis: Saunders Elsevier
Simon,
T. 1989. Techniques In Large Animal
Surgery. Lippincoot Williams & Wilkins. Philadelphia.
Subronto,
2003. Ilmu Penyakit Ternak.
Yogyakarta : UGM Press
Wilson, D. 2011. Clinical Veterinary Advisor - The Horse.Philadelphia:
Saunders Elsevier
Yulianto,
H. 2000. Penanganan Coprostasis Pada
Kucing dengan Enteretomi. Case Report Koasistensi Ilmu Bedah dan Radiologi.
Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment