Wednesday 16 April 2014

BLOK 17 UP 2



LEARNING OBJECTIVE
1.      Mengetahui tentang enterolith meliputi penyebab, gejala klinis, dan diagnosa
2.      Mengetahui persiapan operasi, teknik operasi dan penanganan pasca operasi
3.      Mengetahui teknik anestesi inhalasi


PEMBAHASAN
1.    Enterolith
a.    Etiologi
Enterolith merupakan massa mineral yang khususnya terdiri dari magnesium ammonium phosphate (struvite). Ada juga magnesium vivianite, bersama berbagai kuantitas sodium, sulfur, potasium, dan kalsium. Pembentukan mineral dari magnesium membingungkan karena berlimpahnya kalsium pada cairan kolon, yang lebih sering membentuk kalsium fosfat (apatite) daripada struvite (Reed, et al., 2004).
Banyak kuda yang terkena enterolith karena diberi pakan utama jerami alfalfa. Pada jerami tersebut kemudian diketahui memiliki konsentrasi magnesium 6 kali lipat kebutuhan seharian kuda normal (Reed, et al., 2004).
Enterolith seringkali terbentuk mengelilingi inti dari silikon dioksida, kuku, tali, dan rambut yang tertelan. Biasanya enterolith ditemukan di kolon dorsal kanan dan transversal (Reed, et al., 2004).
b.   Patogenesis
Enterolith adalah calculi intestinal yang terbentuk dari lapisan-lapisan yang mengelilingi inti dari suatu substansi yang tertelan dan tidak bisa terdigesti. Biasanya terbentuk pada kolon besar dan seringkali menyebabkan obstruksi simpleks pada kolon kecil (transversal) (Knottenbelt & Pascoe, 1998).
Diet dengan tinggi kalsium (air atau pakan; kulit gandum, alfalfa) dan protein (contoh, alfalfa dengan konsentrasi amonium dan nitrogen yang tinggi pada kolon besar) telah dihubungkan dengan patogenesis enterolithiasis. Namun faktor lain perlu dipertimbangkan karena tidak semua kuda dengan pakan yang sama bisa timbul enterolith bersamaan. Tempat yang paling sering terkena obstruksi enterolith adalah pertemuan kolon dorsal kanan dan kolon transversal. Lebih jarang obstruksi terjadi pada kolon transversal atau di kolon kecil. Enterolith juga ditemukan di kolon ventral kanan dan fleksura diafragmatika. (Wilson, 2011).
Enterolith yang lebih solid biasanya terdiri dari kompleks amonium dan magnesium fosfat dan meskipun lebih halus juga menyebabkan obstruksi intraluminal pada kolon besar dan kolon kecil (Wilson, 2011).
Jika terjadi secara lebih lambat, akan terbentuk fecalith yang dapat ditemukan di bagian kolon besar manapun. Objek dengan ukuran signifikan, ditemukan di kolon kecil yang biasanya menyebabkan obstruksi. Bentuk dan lokasi bentukan massa berhubungan dengan gejala klinis. Enterolith yang kasar dan irreguler pada sekum atau kolon besar memiliki sedikit atau tidak ada efek patologis, atau bisa juga menyebabkan kolik ringan yang berulang-ulang. Yang lebih umum yaitu enterolith yang besar dan halus serta fecalith menyebabkan obstruksi pada bagian yang sempit termasuk fleksura pelvis, kolon transversal, dan kolon kecil. Pada kejadian yang jarang, enterolith ditemukan berjumlah lebih dari satu, halus, dan segiempat/bulat. Obstruksi yang disebabkan enterolith atau fecalith menjadi komplit, jika gejala akut dihubungkan dengan akumulasi gas dan ingesta (Knottenbelt & Pascoe, 1998).
c.    Gejala Klinis
Enterolithiasis dicirikan dengan sakit perut (kolik) intermitten yang ringan sampai sedang secara episodik. Anoreksia progresif dan depresi dapat terjadi. Rasa sakit bergantung pada derajat obstruksi dan distensi. Obstruksi luminal parsial akan menyebabkan keluarnya feses yang seperti pasta dan berbau tajam. Denyut jantung bervariasi dan bergantung pada derajat rasa sakit. Pada beberapa kasus, enterolith tertekan sampai kolon kecil, dimana menyebabkan obstruksi akut kolon kecil (Reed, et al., 2004).
d.      Diagnosa
Diagnosa enterolith dilakukan dengan radiografi abdominal atau saat pembedahan. Pada kasus yang jarang, enterolith dapat dipalpasi melalui rektum terutama jika berada di distal kolon kecil (Reed, et al., 2004). Anamnesa diperlukan juga untuk mengetahui penyebab enterolithiasis. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan hal yang normal, atau konsisten dengan dehidrasi ringan sampai sedang (azotemia prerenal, peningkatan PCV, peningkatan TPP). Jika terjadi nekrosis transmural, dapat terjadi leukopenia dengan atau tanpa left shift (Wilson, 2011).

Teknik Radiografi Abdominal
Karena ukuran abdomen kuda yang besar, radiografi diagnostik biasanya hanya dipakai untuk anak kuda, kuda poni kecil, dan kuda kecil lainnya. Untuk melakukan radiografi abdomen tampak lateral, perlu kaset dengan ukuran terbesar. Jika dimungkinkan, radiograf diambil dengan cara hewan berdiri dan sinar diarahkan ke abdomen. Arus yang dipakai untuk abdomen tampak lateral adalah 25 mAs dan voltasenya 70 kV.
Kontras media digunakan untuk meningkatkan kontras subjek secara buatan, biasanya digunakan untuk menggambarkan dinding rongga atau menilai pergerakan melalui pembuluh darah atau saluran pencernaan.
Bahan kontras media harus memiliki radiodensitas yang sangat berbeda dengan jaringan yang diperiksa. Dapat bersifat radiolucent, biasanya udara atau gas (kontras media negatif), atau radiodense (kontras media positif). Udara jarang digunakan sebagai kontras media pada kuda, kecuali jika memang terjadi akumulasi udara pada jaringan.
Kontras media positif memiliki radiodensitas yang lebih tinggi dari jaringan lunak. Unsur logam berat yang digunakan biasanya barium atau iodin.
1)   Barium sulfat, bersifat nontoksik tetapi hanya digunakan untuk menggambarkan saluran pencernaan. Barium sulfat tidak bisa dikeluarkan dari sendi, pulmo atau organ internal dan dapat menyebabkan reaksi berat.
2)   Larutan iodin, digunakan untuk rongga internal. Umumnya bersifat ionik seperti garam diatrizoate, metrizoate, atau iothalamate). Harganya murah, tetapi dapat menyebabkan iritasi pada sendi. Jangan digunakan untuk myelografi (penyelidikan spinal) karena menyebabkan reaksi berat.
3)   Substansi iodin non ionik, contohnya metrizamide, iopamidol, dan iohexol. Lebih mahal tetapi aman untuk myelografi.
Untuk penggambaran saluran pencernaan, digunakan tepung barium yang berisi serbuk barium dicampur dengan makanan. Ideal untuk mengukur kecepatan dan integritas lintasan makanan melalui faring dan sepanjang esofagus kuda. Untuk melihat kerusakan dinding saluran pencernaan, suspensi barium (dari serbuk barium) atau pasta lebih disukai. Jika diduga terjadi sobek pada esofagus, hindari penggunaan barium. Sedasi menyebabkan penurunan fungsi esofagus sehingga jangan dilakukan untuk penyelidikan dengan barium (Coumbe, 2001).

2.    Operasi /  Bedah Kasus Enterolith
a.      Persiapan Operasi
1)   Persiapan Ruang Operasi
Ruang operasi harus dipersiapkan dengan baik. Sebelum memasuki ruang operasi harus mengenakan penutup kepala, masker, dan penutup sepatu. Meja peralatan diletakkan di tempat yang terdekat dengan tempat berdirinya operator. Peralatan yang akan digunakan dicek dan sudah siap dipakai. Namun untuk ruang operasi yang kecil dan sempit sebaiknya pasien dimasukkan terlebih dahulu baru memasukkan peralatan operasi (Reed, et al., 2004)
2)   Persiapan Pasien
Setelah ruang operasi dipersiapkan dengan baik, persiapan pasien dapat segera dilakukan. Kamar persiapan untuk kuda sebaiknya terpisah karena prosedur persiapan dapat melepaskan debu, rambut, dan lainnya yang bisa membentuk aerosol.
Meja operasi yang baik dapat mengakomodasi semua dari tiga posisi yang biasa digunakan untuk kuda yang dianestesi. Beberapa didesain dengan sistem angkat hidrolik untuk mengakomodasi kebutuhan operator. Pada rebah dorsal, pasien diposisikan pada punggungnya dengan keempat kakinya diletakkan dalam posisi tegak lurus. Kuda dengan posisi rebah dorsal membutuhkan bantalan yang cukup di antara tubuh dan meja operasi (Reed, et al., 2004).
Setelah pasien diposisikan, persiapan aseptis pada area pembedahan harus dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan infeksi pascaoperasi:
-       Surgical gloves steril
-       Povidone-iodine
-       Alkohol 70%
-       1000 ml air steril atau saline
-       Satu pack peralatan steril
-       Meja operasi atau kereta dorong.
3)   Persiapan Tim Operator
Satu tim bedah terdiri dari dokter bedah, asisten dokter bedah, teknisi peralatan, dan teknisi anestesia. Namun umumnya semua peran tersebut dilakukan oleh satu dokter hewan dan satu teknisi.
Semua personil yang memasuki ruang operasi harus berpakaian steril, masker sekali pakai, penutup sepatu, dan penutup kepala sekali pakai. Dokter bedah dan teknisi harus melakukan cuci tangan dengan sabun povidone-iodine 7,5% atau sabun chlorhexidine gluconate 4,5% (Reed, et al., 2004).
4)   Persiapan Alat-Alat Operasi
Teknik aseptis digunakan untuk membuka bungkusan peralatan. Meja peralatan dipersiapkan dengan urutan sebagai berikut: pertama, penutup meja dihamparkan keseluruh permukaan atas meja. Semua di bawah permukaan meja dianggap sebagai area nonsteril. Kemudian peralatan dibuka dari bungkusnya. Jangan mencondongkan badan ke atas meja peralatan, berdiri 30 cm dari sisi meja dan hindari kontaminasi apapun.
Peralatan yang umum digunakan:
-       Duk klem dengan ujung tajam untuk mengunci duk langsung ke pasien, dan duk klem tumpul untuk menjepit duk dengan duk.
-       Gunting berujung tumpul untuk memotong benang atau duk.
-       Kelly, mosquito dan haemostatic forceps untuk mengeklem pembuluh darah.
-       Forceps jaringan untuk menjepit dan menahan jaringan, dengan ujung seperti gigi tikus.
-       Needle holder Mayo-Hagar untuk memasukkan dan menarik jarum jahit. Needle holder Olsen-Hagar fungsinya sama tetapi juga memiliki pisau untuk memotong benang.
-       Gunting Mayo digunakan untuk memotong jaringan yang sangat tebal.
-       Scalpel handle untuk pegangan pisau.
-       Allis forceps, memiliki gigi pendek di ujung dan digunakan untuk menarik jaringan lembut seperti tepi kulit.
-       Babcock forceps, sedikit menyebabkan trauma dan digunakan untuk menahan jaringan lembut seperti viscera. Sponge forceps fungsinya sama, dan juga bisa digunakan untuk memegang spons atau kawat (Reed, et al., 2004)
5)   Sterilisasi dan Dekontaminasi
Peralatan bedah dan pelengkapnya disterilisasi dengan berbagai cara, umumnya menggunakan autoclave. Peralatan bedah harus didekontaminasi sebelum sterilisasi, dicuci dengan larutan enzim yang membersihan debris yang terlihat dari permukaan. Pembilasan dilanjutkan dengan inspeksi dan pengeringan sebelum pengepakkan (Reed, et al., 2004).
b.      Teknik Operasi Enterotomi
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya benda asing (tulang yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau kemungkinan adanya gangren pada usus (Yusuf, 1995). Sumbatan pada usus ini sering terjadi pada daerah colon ataupun usus halus sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran usus halus (Yulianto, 2000).
Intestinum merupakan bagian dari alat pencernaan yang menempati rongga abdomen yang dimulai dari pylorus dan berakhir di rectum, penggantung intestinum adalah mesenterium. Secara umum intestinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu intestinum tenue dan intestinum crasum, intestinum tenue panjangnya rata-rata 4 meter pada anjing yang yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Sedangkan intestinum crasum terdiri dari caecum, colon dan rectum yang panjangnya kira-kira 60 cm (Frandson, 1992). Secara histologis intestinum terdiri dari beberapa lapisan mucosa, sub mucosa dan serosa (Lubis, 1985).
Pada usus halus terjadi penyerapan yang terjadi karena adanya kontraksi dari otot polos pada dinding usus dan dari mucosa muscularis. Ingesta di dorong dan dicampur dengan cairan pencernaan oleh gerakan reflek usus halus yang akan membuat sirkulasi darah limfe. Gerakan peristaltik yang dipermudah dengan gerakan ritmik dari usus halus akan mendorong ingesta ke arah anus, ketika feces terdorong ke arah rectum timbul reflek untuk defekasi (Yulianto, 2000). Fungsi utama usus halus yaitu untuk penyerapan sari-sari makanan yang diperelukan oleh tubuh dan membantu proses pencernaan. Fungsi usus besar adalah sebagai organ penyerap air, penampung dan pengeluaran bahan-bahan feces (Aiache, 1983).
Benda asing yang ditemukan itu sangat bervariasi seperti kulit yang keras, kain, jarum besi, kawat, seng, rambut, tulang yang keras dan lain-lain. Benda asing yang besar akan menyebabkan gejala ileus obstruksi, sedangkan benda tajam menyebabkan perforasi saluran cerna dengan gejala peritonitis. Untuk mendiagnosa adanya benda asing pada saluran pencernaan tidak mudah tetapi dengan pemeriksaan roentgen dapat membantu diagnosa (Ibrahim, 2000).
Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi dorsal recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi, kemudian daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium tincture 3%, pasang dook steril pada daerah abdomen.
Incisi kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang lebih 5-6 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel, preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kiri dan kanan linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba. Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri di letakkan di bawah linea alba agar organ dalam tidak tergunting). Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum yang akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem. Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing dikeluarkan, usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan penstrep 1%. Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit dengan pola lambert dengan menggunakan cat gut. untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus. Setelah dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen, kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang nilon simple interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit dijahit dengan nilon pola simple interrupted (Anonimous, 2004).
c.       Perawatan Pasca Operasi
1)       Kuda dimonitor perkembangannya tiap 3 jam.
2)      Pemberian antibiotik spektrum luas sampai 48 jam setelah operasi.
3)      Pemberian nonsteroidal anti-inflamasi.
4)      Pemberian cairan intravena (40-60 ml/kg).
5)      Diberi minum air hangat beberapa jam setelah operasi harus diulang tiap setengah jam (maintenance : 20L /450 kg BB/hari).
6)      Jangan diberi makan 12-24 jam pasca operasi.
7)      Pakan dalam jumlah sedikit dapat diberikan sesegera mungkin jika kuda sudah mau makan dengan sendirinya.
8)      Kuda yang sudah mau makan dapat diberi tambahan suplemen lemak tinggi untuk meningkatkan kalori.
9)      Kuda mulai exercise sedikit demi sedikit 30 hari setelah operasi (Subronto, 2003)

3.    Teknik Anestesi Inhalasi
ANESTESIA INHALASI (GENERAL ANESTESIA)
Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap. Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari anestesia umum. Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum.Tidak seperti anestetik intravena, kita dapat menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada jaringan dengan melihat nilai konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan, penggunaan gas volatil anestesi lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang harus sangat diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi dan dosis yang mematikan. Sebenarnya hal ini mudah diatasi, dengan memantau konsentrasi jaringan dan dengan mentitrasi tanda-tanda klinis dari pasien. Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :
Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap :
a.Derivat halogen hidrokarbon.-Halothan-Trikhloroetilen-Khloroform
b.Derivat eter.-Dietil eter -Metoksifluran-Enfluran-Isofluran

MESIN DAN ALAT ANESTESI
Fungsi mesin anestesi adalah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran gas dari pasien. Mesin yang aman dan ideal ialah mesin yang memenuhi persyaratan berikut:
1.      Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat
2.      Ruang rugi minimal
3.      Mengeluarkan CO2 dengan efisien
4.      Bertekanan rendah
5.      Kelembaban terjaga dengan baik
6.      Penggunaannya sangat mudah dan aman

Komponen dasar mesin anestetik terdiri dari :
1.      Sumber O2  dan NO2 dan udara tekan. Sumber O2 dan NO2 dapat tersedia secara individual menjadi satu kesatuan mesin anestetik atau dari sentral melalui pipa-pipa.
2.      Alat pantau tekanan gas. Alat pantau tekanan gas untuk mengetahui tekanan gas pasok. Kalau tekanan gas O2 berkurang maka akan ada bunyi tanda bahaya.
3.      Katup penurun tekanan gas. Katup penurun tekanan gas untuk menurunkan tekanan gas pasok yang masih tinggi, sesuai karakteristik mesin anestesi.
4.      Meter aliran gas. Meter aliran gas dari tabung kaca untuk mengatur aliran gas setiap menitnya.
5.      Satu atau lebih penguap cairan anestetik. Penguap cairan anestetik dapat tersedia satu, dua, tiga sampai empat.
6.      Lubang keluar campuran gas. Lubang keluar campuran gas biasanya berdiameter standar. Kendali O; daruratKendali O; darurat untuk keadan yang dalpat mengalirkan O2 murni sampai 35-37liter/menit tanpa melalui meter aliran gas lain ohio medical products(sekarang Obat anestesi inhalasi oadalh obat yang paling cepat mulai kerjanya, dan dalam pemakaian anestesi umum tetap dalam batas aman. kecepatan juga berarti efixien. Induksidan pemulihan yang cepat akan memberikan bebrapa keuntungan diantranya meminimalkanwaktu di kamar operasi dan di ruang pemulihan, serta pasien akan lebih cepat pulang.
Mesin anestesi sebelum digunakan harus diperiksa apakah berfungsi denganbaik atautidak. Beberapa petunjuk di bawah ini perlu diperhatikan :
1.      Periksa mesin dan peralatan kaitannya secara visual apakah ada kerusakan atau tidak,apakah rangkaian sambungannya seduah benar.
2.      Periksa alat penguap apakah sudah terisi obat dan penutupnya tidak longga atau bocor
3.      Periksa apakah sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah benar.
4.      Periksa meter aliran gas apakah berfungsi baik.
5.      Periksa aliran gas O2 dan N2O.
SISTEM ATAU SIRKUIT ANESTESIA
Sistem penghantar gas atau sistem anestesia atau sirkuit anestesia adalah alat yang bukan saja menghantarkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan napas atau pasien, tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas segar atau dengan mengisapnya dengan kapur soda. Sirkuit anestesia umumnya terdiri dari :
Pemberian anestetika inhalasi dibagi menjadi 2 cara, yaitu:
1.      Sistem terbuka, yaitu dengan penetesan langsung ke atas kain kasa yang menutupi mulut atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen.
2.      Sistem tertutup, yaitu dengan menggunakan alat khusus yang menyalurkan campuran gas dengan oksigen dimana sejumlah CO2 yang dikeluarkan dimasukankembali (bertujuan memperdalam pernafasan dan mencegah berhentinya pernafasan atauapnea yang dapat terjadi bila diberikan dengan sistem terbuka). Karena pengawasan penggunaan anestetika lebih teliti maka cara ini banyak disukai, contohnya siklopropan, N2O dan halotan.
Jenis- jenis gas untuk anastetik
 1.HALOTAN (F3C-CHBrCl)
Halotan atau disebut dengan nama kimia 2,bromo-2-khloro-1,1,1-trifluoroetan,mempunyai berat molekul 197, berat jenis 1,18 (pada suhu 25 derajat celcius) dan titik didih 50 derajat celcius dan mempunyai MAC 0,87%.Secara fisik, halotan adalah cairan yang tidak berwarna, berbau harum tidak mudahterbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Apabila terkena sinar matahari, akan mengalami dekomposisi menjadi HCl, HBr, klorin, Bromin danFosgen bebas, disi timol 0,01% sebagai pengawet.Halotan bisa diserap oleh karet sirkuit anestesia, tetapi kurang larut dalam polietilendan tidak mengalami dekompisisi bila melewati karbon absorben.
2. ETER (CH3-CH2-O-CH2-CH3)
Eter merupakan obat anestesia inhalasi yang awalnya dibuat oleh Valerius Cardus pada tahun 1540 dengan cara memanaskan etil alkohol bersama-sama dengan asam sulfur di bawah suhu 130 derajat celcius.
Sifat Fisik Dan Kimiawi. Merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, sangat iritatif dan mudah terbakar/meledak. Berat molekulnya 74, berat jenis cairannya 0,719, berat jenisuapnya 2,6 dan titik didihnya 35 derajat celcius. Tidak bereaksi dengan kapur soda, teruraioleh udara, cahaya dan panas menjadi perioksida eter dan asetaldehida, karena itu harusdisimpan di tempat gelap dan dingin.
Efek Farmakologi Terhadap susunan saraf pusat. Eter merupakan obat anestesia inhalasi yang digunakan oleh AE Guedel untuk memformulasikan gambaran stadium anestesia yang klasik pada saraf pusat yang dibagimenjadi empat stadium anestesia yaitu :Stadium I:disebut juga stadium analgesiaStadium II:disebut juga stadium eksitasiStadium III:disebut juga stadium anestesia yang berlangsung 4 (empat) planaStadium IV:disebut juga stadium paralisis
Terhadap sistem saraf otonom. Eter merupakan obat anestesia yang bersifat simpatomimetik. Efek ini akanmeningkatkan denyut jantung, menimbulkan glikogeolisis, kontraksi lien, dilatasi usus,dilatasi bronkus, dilatasi arteria koronaria, dialtasi pupil dan meningkatkan laju nafas.Sebaliknya, terhadap parasimpatis, eter bersifat depresan.
Terhadap sistem kardiovaskuler. Pada stadium awal, denyut jantung meningkat dan terjadi vasokonstriksi pembuluhdarah, kemudian pada stadium lanjut, terjadi vasodilatasi akibat depresi pada pusatvasomotor. Pada stadium awal, terjadi perubahan minimal pada curah jantung dan tekanandarah, kemudian pada sadium lanjut, terjadi depresi pusat vasomotor pada batang otak sehingga hal ini bisa menimbulkan kegagalan sirkulasi. Pemakaian adrenalin oleh operator untuk tujuan tertentu selama pembedahan dilaporkan tidak menimbulkan penyulit yangserius.
Terhadap sistem respirasi. Pada stadiium awal terjadi peningkatan aktivitas respirasi akibat stimulasi pusat nafasoleh uap eter. Kemudian dengan semakin dalamnya stadium anestesia, depresi nafasemakin jelas sampai pada stadium III plana 4 nafas akan berhenti akaibat depresi pusatnafas. Uap eter sangat iritatif terhadap mukosa jalan nafas. Sekresi kelenjar mukosa jalannafas meningkat, timbul reaksi batuk, bisa timbul spasme laring dan spasme bronkus. Padakpemberian uap eter dengan dosis tinggi dan cepat bisa terjadi refleks henti hafas. Hal inidapat dihambat dengan premedikasi sulfas atropin.
Terhadap sistem alimentarius. Sekresi air liur cairan lambung meningkat, disertai mual muntah, baik pada stadiumawal maupun pada fase pemulihan. Tonus atau peristaltik usus menurun dan fungsi hatimengalami depresi, tetapi akan pulih dalam waktu 24 jam.
3. N2O ( Nitrooksida )
N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogenmonoksida) diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai240° 2H2O + N2O)N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, takiritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifatanestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakanuntuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untukmenghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10menit.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasiN2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efekanalgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya biladigunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum,obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.
(Simon, 1989: Subronto, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Aiache, MJ dan AM Guyot-Herman. 1993. Bioformasi. Edisi ke-2. Airlangga University Press. Surabaya
Anonymous. 2004. Penuntun Ilmu Bedah dan Radiology. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Coumbe, K. 2001. The Equine Veterinary Nursing Manual. Oxford: Blackwell Science
Ibrahim, R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh
Knottenbelt, D., and Pascoe, R. 1998. Color Atlas of Diseases and Disorders of the Horse. New York: WB Saunders
Lubis, D. 1985. Histologi Jaringan. Fakultas Kedokteran Hewan. Unversitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Reed, S., Bayly, W., Sellon, D. 2004. Equine Internal Medicine 2nd. St. Louis: Saunders Elsevier
Simon, T. 1989. Techniques In Large Animal Surgery. Lippincoot Williams & Wilkins. Philadelphia.
Subronto, 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Yogyakarta : UGM Press
Wilson, D. 2011. Clinical Veterinary Advisor - The Horse.Philadelphia: Saunders Elsevier
Yulianto, H. 2000. Penanganan Coprostasis Pada Kucing dengan Enteretomi. Case Report Koasistensi Ilmu Bedah dan Radiologi. Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment