LEARNING
OBJRCTIVE
1. Apa
definisi dan macam-macam hernia?
2. Jelaskan
tentang Hernia Inguinalis meliputi patogenesis, gejala klinis, diagnosa,
pencegahan dan terapi?
PEMBAHASAN
1. Definisi
dan macam-macam hernia
Pengertian: Hernia merupakan protusi ( tonjolan ) dari organ atau
bagiannya menyeberangi dinding alami. Kebanyakan hernia meliputi protusi dari
isi cavum abdominal keluar melewati dinding abdominal, diafragma, atau perineum
(Slatter.2003).
Penonjolan
yang dibentuk dari beberapa organ yang keluar melintasi permukaan alami,
dibentuk dari beberapa organ yang keluar melnintasi permukaan yang alami maupun
buatan pada dinding abdomen men bentuk bengkakan yang tertutup kulit dan
biasanya peritoneum (Frank, 1961).
Etiologi: Bagian-bagian
hernia :
Pada
kasus hernia terdapat tiga bagian utama, yaitu cincin hernia, kantung hernia,
dan isi hernia. Hernia dapat disebabkan karena factor keturunan dan karena
factor perolehan. Faktor keturunan biasanya terjadi abnormalitas saat fase
organogenesis pada saat fase fetus. Sedangkan factor perolehan biasanya
disebabkan karena trauma, baik itu karena kecelakaan atau karena akibat dari
sisa operasi (Slatter.2003).
Macam dan Gejala Klinis . Berdasarkan lokasinya hernia dibagi (pada gambar 1) menjadi :
a.
Hernia abdominalis . Hernia pada daerah abdominal antara lain.
1.
Hernia Inguinalis
Hernia
(sifat reducible dan herediter) terjadi karena organ (biasanya intestinum, atau
coecum) keluar dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang
terletak sebelah lateral dari pembuluh darah epigastrika inferior, hernia masuk
ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari
annulus inguinalis eksternus. Gejala klinis terlihat adanya benjolan
pada daerah inguinal,tetapi tanpa disertai adanya demam (jika intestinum tidak
strangulasi sampai radang) atau perubahan frekuensi pulsus dan nafas, dengan
disertai nafsu makan yang baik dan minum yang baik (Budhi.2011).
2.
Hernia Umbilicalis
Merupakan hernia
yang terjadi pada daerah pusar hewan. Hernia umbilikalis congenital merupakan
hernia yang paling umum . Hal ini terjadi karena
adanya factor hereditas. Oleh karena itu, induk yang mempunyai sejarah penyakit
ini tidak dikawinkan. Hernia ini kadang tanpa disertai gejala (asymptomatic) karena hernianya
yang kecil sehingga tidak menyebabkan gangguan berarti. Pada hernia ini jika
cincin hernia kecil, dapat menyebabkan strangulasi intestinum (jika yang masuk
kedalam saccus hernia intestinum) dan menyebabkan kematian dari jaringan usus
yang berada dalam hernia tersebut, akibat suplaii darah yang kurang (Budhi.2011).
3.
Hernia Scrotalis
Hernia ini bisa lanjutan atau perluasan
dari hernia inguinalis. Hernia ini adalah hernia kongenital akiba ttidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis
ke skrotum (descendends testiculorum) yang tidak sempurna dan perolehan akibat
benturan keras pada daerah selangkangan di scrotumnya yang menyebabkan annulus
dan canalis inguinalis pada bagian scrotum sobek dan membentuk cincin hernia. Gejala
yang teramati adalah adanya benjolan besar pada scrotum dan cara berjalan hewan
yang aneh dan sering kali tidak mau merabah ventral atau dalam posisi duduk (Budhi.2011).
b.
Hernia Diagfragmatika
Hernia yang terjadi saat ada pengantongan dari diagfragma kearah
rongga thorax akibat adanya trauma (sering jatuh atau turun dengan melompat
dari ketinggian, tergilas ban kendaraan atau tertabrak ) atau bawaan ( induknya
pernah mengalami hal yang serupa). Isi dari hernia bisa mulai dari esophagus, lambung, hati,
atau usus. Sifat dari hernia ini reducible-irreducible tergantung dari cincin
hernia dan organ yang masuk dalam kantung hernianya. Gejala klinis nampak adalah dyspnoe karena
rongga thorax yang menyempit karena adanya tekanan dari hernianya. Gejala
lainnya jika esophagus dan lambung yang masuk kedalam kantung hernia , maka
nafsu makan menurun sampai anoreksia, kehilangan nafsu makan (Budhi.2011).
c.
Hernia Perineal
Hernia
ini dapat terjadi akibat kegagalan atau lemahanya (pada hewan yang sudah
berumur tua) dari muskulus pada pelvis diafragma yang menyokong dinding rectum,
yang menyebabkan dinding ini melebar dan berpindah posisi. Isi dari rongga
pelvis dan kadang isi dari rongga abdomen masuk ke dalam lubang antara rectum
dan pelvic diafragma, diantaranya adalah vesica urinaria, uterus, dan colon
(Budhi.2011).
2. Hernia
Inguinalis
Patogenesis
Patogenesis
hernia multifaktorial. Hernia diaphragmatika
terjadi karena kecelakaan atau kebiasaan melompat naik dan turun secara terus
menerus, sehingga diaphragm mengendor dan organ digesti seperti hati, usus dan
lambung dapat masuk ke rongga dada. Hernia inguinalis perinealis femoralis
terisi uterus gravit atau pyometra sehingga dapat mengakibatkan rupture uterus.
Pada fetus jantan, setiap testis descending
dari cavum pelvis ke skrotum melalui canal inguinal melalui otot paha.
Kanal masih ada point lemahnya pada lantai pelvis. Saat tekanan naik pada cavum
abdominal, dapat memaksa bagian intestinum atau vesica urinaria ke kanal atau
bahkan ke skrotum. Pada hernia perineal, patogenesis kelemahan otot masih belum
diketahui. Ketegangan akibat konstipasi atau penyakit prostatic dapat berperan.
Atropi neurogenic muskulus perineal dapat berperan pada anjing. Hormon jantan
juga terlibat karena penyakit ini jarang pada hewan steril dan betina.
Megacolon dan konstipasi kronik merupakan predisposisi pada kucing
(Hartiningsih.1999).
Diagnosa
Anamnesa
dari sejarah operasi dan keturunan. Dilihat dari gejala klinis. Hernia
abdominalis, inguinalis, secrotalis, pada palpasi ditemukan cincin hernia, jika
ditekan masa masuk (reducible). Namun, jika irreducible, terjadi adhesi atau
sudah membentuk jaringan ikat. Hernia Umbilicalis dapat Dilakukan tusukan
eksploratif seperti cytopathology. Benjolan dipalpasi tidak terasa sakit (jika
tidak ada komplikasi), tetapi ada fluktuasi. Auskultasi bagian hernia, hernia
berisi usus jika ad peristaltic (hernia abdominalis). Diagnosa dengan foto
rongent, USG, CTScan, MRI.
Diagnosa berdasarkan palpasi reducible tonjolan perineal
ventrolateral ke anus dan palpasi rectal diaphragm pelvis yang lemah dengan
dilatasi atau deviasi rectum. Jika isi hernia tidak dapat direduksi akibat
usus,uterus bunting (uterus waktu masuk kedalam kantong hernia fetusnya masih
kecil,karena fetus terus berkembang maka isi hernia semakin membesar) mengalami
inkarserasi atau strangulasi,maka diagnosanya menjadi lebih sulit.
Untuk
mendiagnosa hernia inguinalis sebaiknya dilakukan punctio (harus hati-hati)
pada bagian yang mengalami penonjolan/pembengkakan.Pemeriksaan
radiografi diperlukan untuk menentukan organ yang terdapat didalam kantong
hernia tersebut,apakah usus,uterus bunting,atau vesica urinaria.Barium sulfat
digunakan sebagai media kontras jika diperkirakan isi hernia adalah usus.Jika
isi hernia diduga uterus bunting,hasil pemeriksaan radiografi terhadap uterus
bunting (terutama pada akhir kebuntingan
yaitu setelah hari ke 45) akan terlihat
tulang kerangka fetus.Jika isi hernia adalah vesica urinaria biasanya ukuran
hernia akan menurun setelah urinasi atau setelah dikateterisasi (Khan,2005).
Penanganan
dan Pencegahan .
Penanganan pada kasus hernia dapat dilakukan dengan
tindakan operatif dan non operatif. Tindakan operatif dengan mengembalikan isi
hernia ke tempat yang benar dan menutup cincin hernia. Pada hernia yang
bersifat herediter, umur hewan masih di bawah 6 bulan, bisa diupayakan dengan
menekan benjolan hernia dan dalam perkembangan umur diharapkan cincin hernia
akan menutup. Hewan yang menderita hernia herediter harus disterilkan Hewan yang memiliki hernia atau
pernah bedah perbaikan hernia tidak boleh digunakan untuk bibit. Selain itu,
breeder yang menghasilkan anak anjing dengan kondisi ini tidak boleh dibesarkan
lagi (Slatter,
2002).
Prosedur Operasi Hernia :
1) Premedikasi . Dilakukan
penentuan dosis premedikasi yang akan diberikan, kemudian hewan dihandel dan
dilakukan penyuntikan atropin 0,025% IM. Tindakan ini dilakukan 10 menit
sebelum pemberian anastetikum.
2)
Pembiusan/Anasthesi
a) Hewan
dihandle.
b) Injeksi Ketamin
+ Xylazine (sesuai perhitungan) intramuskular pada otot semimembranosus dan
semitendinosus.
c) Setelah
hewan tidak sadar, bagian abdomen sekitar daerah orientasi sayatan, dicukur
sampai bersih.
d) Daerah
orientasi tersebut dibersihkan dengan alkohol 70% dan dioles dengan iodium
tincture 3% ke arah luar.
e) Hewan dibawa
ke meja operasi dengan posisi ventrodorsal (terlentang) yang sebelumnya telah
diberi alas koran.
f) Keempat kaki
diikat satu per satu dengan menggunakan simpul tomfool dan kemudian dikaitkan
ke meja operasi.
g) Daerah
sekitar orientasi ditutup dengan kain steril
3) Teknik
Operasi
a)
Lapisan kulit disayat menggunakan scalpel. Sayatan
bersifat lurus dan langsung (tidak terputus) sepanjang 2-3 cm.
b)
Lapisan subkutis dipreparir kemudian dijepit
menggunakan tang arteri bersama kulit. Penjepitan dilakukan pada masing-masing
ujung sayatan.
c)
Lubang dilebarkan menggunakan gunting tumpul-tumpul.
d) Cincin
hernia dicari dan kemudian organ-organ yang keluar dari cincin tersebut
dimasukkan kembali dan rongga abdomen diberi antibiotik penicillin cair
topikal.
e)
Peritoneum dan omentum dijahit menggunakan jarum
bundar, cat gut chromic 3/0 dengan jahitan sederhana.
f)
Ujung-ujung otot abdominal dijahit menggunakan jarum
bundar, cat gut chromic 3/0 dengan jahitan sederhana.
g)
Kulit dan subkutan dijahit menggunakan jarum segitiga,
benang silk 3/0 dengan jahitan sederhana.
h)
Bekas jahitan diolesi dengan Iod
tincture 3% dan diolesi levertran.
i)
Kemudian bekas jahitan tersebut ditutup
dengan kain kassa dan verban. (Tobias.2011).
DAFTAR
PUSTAKA
Budhi, S. 2011. Hernia. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah
Mada .
Frank, E.R. 1961. Veterinary Surgery.Mineshota : Burges Publishing Company
Hartiningsih.1999. Hernia pada Anjing dan Penanganannya.
Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas
Gadjah Mada.
Kahn, M. Cynthia. 2005. The Merck Veterinary Manual Ninth
Edition. USA : Merck & Co.
Mutschler, E.1991.Dinamika Obat. Terjemah : Mathilda dan Anna
S.R. Bandung: Penerbit ITB.
Slatter, D. 2003. Textbook of
SmallAnimal Surgey, Third Ed. Sauders Publisher. Philadelphia.
Tobias, K.M. 2011. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery.
John Wiley & Sons. London.
No comments:
Post a Comment