Tuesday 10 June 2014

BLOK 18 UP 3



LEARNING OBJECTIVE
1.      Bagaimana patogenesis, gejala klinis, diagnosa, penanganan dan pencegahan diabetes millitus?
2.      Bagaimana patogenesis arterosklerosis yang berhubungan dengan diabetes?


PEMBAHASAN
1.    Diabetes Millitus
Etiologi . Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik yang bersifat umum yang diakibatkan oleh tingginya kadar glukosa darah tingginya kadar glukosa dalam darah dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat , protein dan lemak . Ada 2 tipe Diabetes melitus berdasarkan etiologinya. Pada hewan tipe 1 disebut tipe dependent diabetes mellitus (DDM) dan tipe 2 disebut tipe non dependent diabetes mellitus (NDDM) (Ardiyanti.2002).
Tipe-tipe Diabetes:
a.    Tipe 1 (DDM/ insulin dependent diabetes mellitus )
         Disebabkan karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Hal ini terjadi karena autoimunitas, yaitu suatu kondisi dimana tubuh alergi terhadap salah satu jenis selnya sendiri (dalam hal ini sel B pankreas), sehingga sel-sel tersebut akan dirusak oleh mekanisme pertahanan tubuh. Apabila sel-sel B pankreas dirusak oleh tubuh makan akan mengakibatkan produksi insulin terganggu sehingga menyebabkan menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat (hiperglikemia) (Murray et al, 2003).

b.   Tipe 2 (NDDM / non dependent diabetes mellitus)
         Disebabkan karena reseptor insulin pada sel-sel tubuh (misal hati, otot, dan otak) tidak responsif terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel. Pada kondisi ini pankreas akan meningkatkan produksi insulin namun lama kelamaan pankreas akan lelah sehingga menurunkan produksi insulin, sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat (hiperglikemia).  Penyebab lain diantaranya hormon diabetogenik seperti glukocorticoid, cortisol , Tiroksin (T4) , Glukagon , hormon pertumbuhan , Progesteron  dan Epinephrine.
juga dapat mengalami kerusakan endotel maupun peningkatan kadar LDL teroksidasi. Hal tersebut diperkirakan disebabkan mekanisme yang terkait dengan hiperglikemi pada kondisi ini. Selain itu, koagulabilitas darah meningkat pada DM2 karena peningkatan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan peningkatan kemampuan agregasi trombosit. Selain itu, hiperglikemi meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung gula seperti fibrinogen, haptoglobulin, makroglobulin-α serta faktor pembekuan yang juga meningkatkan risiko trombosis akibat peningkatan viskositas darah (Murray et al, 2003).

Faktor Penyebab
a.    Genetics
b.   Obesitas . Merupakan penyebab utama diabetes type II , penyakit jantung , hipertensi dan beberapa kasus kanker.
c.    Infeksi virus
d.   Pancreatitis.
e.    Efek samping dari faktor lain seperti kehamilan, hyperadenocortisme, dan penyakit-penyakit lain
f.    Terapi obat.
   Sebab resistensi insulin atau ketidakefektifan insulin pada jaringan pada anjing dan kucing:
·   Insulin inaktif karena pemberian obat-obatan diabetogenik .
·   Insulin dilarutkan karena hyperadrenocorticismus .
·   Dosis yang tidak tepat karena infeksi terutama pada cavum oris dan saluran urine .
·   Frekuensi pemberian insulin yang tidak tepat karena hypothroidismus (anjing) dan hyperthyroidismus (kucing) .
·   Gagal atau kurangnya absorbsi insulin karena kerusakan ginjal, hepar dan jantung .
·   Adanya antibodi anti insulin pada kasus: Glukagonoma (anjing) , Pheochromocytoma, radang kronis             (terutama pancreatitis), kerusakan kelenjar eksokrin pankreas, Hiperlipidemia dan Neoplasia (Ardiyanti.2002 ; Soegondo, 2011).

Patofisiologis
          Pada keadaan kurang insulin, terjadi hiperglikemia, tetapi energi tidak mencukupi sehingga metabolisme lemak meningkat. Seperti diketahui metabolisme lemak menghasilkan keton bodies, sehingga jika metabolisme lemak meningkat jumlah keton bodies yang dihasilkan juga meningkat, menimbulkan ketonemia dan ketonuria (diabetic ketosis). Ketosis menyebabkan keadaan asam dalam darah yang menyebabkan asidosis metabolik, yang disebut Diabetic KetoAcidosis.
Pada keadaan kurang insulin, sintesis protein meningkat, menyebabkan pembentukan glukosa di hati meningkat dan pengambilan trigliserida dan asam lemak oleh jaringan juga menurun. Akibatnya kadar glukosa tetap tinggi dan asam lemak serta trigliserida yang merupakan prekursor glukosa tetap beredar di sirkulasi dan kembali ke hati, menyebabkan pembentukan glukosa sangat dimungkinkan untuk tetap tinggi. Pada akhirnya hiperglikemia semakin parah.
Pada keadaan hiperglikemia, tekanan osmotik dalam darah meningkat sehingga cairan tertarik ke dalam pembuluh darah menyebabkan hipertensi. Karena cairan sel tertarik masuk ke ekstrasel (pembuluh darah), maka terjadi dehidrasi.
Dehidrasi menyebabkan peningkatkan nafsu minum (polidipsia) yang mengakibatkan polyuria. Polyuria menyebabkan elektrolituria (terlarutnya elektrolit – K+, Na+, Mg+ – pada urine) karena tekanan osmotik meningkat. Tekanan osmotik meningkat karena glikosuria. Selain itu karena benda keton dapat mengikat elektrolit dapat mengikat elektrolit, pada kasus ketonuria eletrolit terbawa dan terbuang.
Karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan (appetite) meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan berlebihan). Akan tetapi walupun terjadi peningkatan pemasukan makanan berat tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolism lemak dan protein
(Ardiyanti.2002).

Gejala Klinis
b.   Hewan lebih sering kencing (polyuria) , sering haus dan minum terus (polydypsia).
c.    Dehidrasi
d.   Meningkatnya nafsu makan namun kadang-kadang juga terjadi penurunan nafsu makan terutama pada kondisi lanjut.
e.    Kurus dan kehilangan BB, lemah, muntah serta diare.
f.    Ichterus (warna kuning pada selaput mukosa akibat gangguan fungsi hati).
g.   Lethargy dan gangguan fungsi penglihatan.
h.   Gangguan system sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) juga sering menyertai hewan penderita diabetes mellitus.
i.     Kemunculan katarak di mata menunjukkan kemungkinan terkena diabetes (Soegondo, 2011).

Diagnosa
Kriteria diagnotik Diabetes Mellitus pada manusia dan gangguan toleransi  glukosa menurut WHO 1985 dalam tulisan Misnadiarly (2006);
1.      Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl atau
2.      Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl atau 11
3.      Kadar glukosa darah plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa  75 gram pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral).
Cara umum yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit diabetes  didasarkan pada berbagai tes kimiawi terhadap urin dan darah (Guyton 1997). Pemeriksaan glukosa urin melalui tes sederhana atau tes kuantitatif laboratorium yang lebih rumit, yang mungkin dapat digunakan untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urin. Jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal pada umumnya sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakit dan asupan karbohidratnya. Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari normalnya adalah 80 sampai 90 mg/dl, dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Penderita diabetes hampir selalu memiliki konsentrasi glukosa darah puasa diatas 110 mg/dl, bahkan diatas 140 mg/dl, dan uji toleransi glukosa hampir selalu abnormal. Diagnosa juga dapat dilakukan dengan mencium bau pernafasan penderita DM yang cenderung bau aseton akibat jumlah asam asetat yang meningkat pada penderita DM berat yang diubah menjadi aseton, aseton ini mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi sehingga bau aseton dapat tercium pada nafas penderita diabetes. Asam keton juga dapat ditemukan dalam urin melalui cara kimia dan jumlah asam keton ini dipakai untuk menentukan tingkat penyakit DM.

Penanganan .
Diabetes Mellitus dapat ditanggulangi dengan pemberian obat, pengaturan diet secara maksimal untuk mengembalikan kadar glukosa darah, dan pemberian preparat hormonal. Pemberian obat hanya merupakan pelengkap diet, obat diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengembalikan glukosa darah. Obat yang sering digunakan digolongkan sebagai berikut:
Ø  Antidiabetik oral (hipoglikemik oral)
Obat ini digunakan untuk membantu mengurangi kebutuhan insulin yang diberikan dari luar. Dalam keadaan gawat insulin tetap harus diberikan. Menurut Ganiswara (1995), antidiabetik oral tidak diindikasikan bagi penderita yang cenderung mendapat ketoasidosis. Bila hiperglikemia sudah terkontrol dengan antidiabetik oral dosis rendah maka dapat dilakukan pengaturan diet saja dan kerja fisik. Penderita yang membutuhkan dosis antidiabetik oral yang makin meningkat untuk mengontrol peninggian gula darahnya mungkin menunjukkan adanya kegagalan sekunder. Obat hipoglikemik oral digolongkan atas:
Ø  Golongan sulfonil urea
Obat ini dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Oleh karena itu obat ini cocok untuk penderita diabetes tipe II. Contoh obat golongan ini adalah glibenklamida, glikasida, glikuidon dan klorpromida (Sustrani et al. 2006) serta tolazomida dan tolbutamida (Laurence & Bennet 1992).
Ø  Golongan biguanida
Efek utama obat golongan ini adalah mengurangi produksi glukosa pada hati serta memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat yang termasuk 13 golongan ini adalah fenformin, buformin dan metformin (Ganiswara, 1995).
Ø  Insulin
Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot dan mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan lemak dan protein dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun. Kerja insulin lainnya adalah menaikkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid (Mutschler 1991). Insulin dihasilkan oleh sel β pulau Langerhans yang berada di dalam kelenjar pankreas. Hormon ini merupakan suatu polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino (Ganiswara 1995). Insulin sering digunakan oleh penderita diabetes tipe I, sedangkan pada penderita diabetes tipe II digunakan apabila pemberian obat sudah tidak efektif.
Ø  Glukagon
Glukagon adalah suatu polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino. Hormon ini dihasilkan oleh sel alfa pulau Langerhans. Glukagon meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hati proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Adanya peningkatan kedua proses tersebut menyebabkan pembentukan kalori yang semakin besar juga. Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara intravena, intramuscular, atau subcutan 1 mg. Bila dalam 20 menit setelah pemberian glukagon subcutan penderita koma hipoglikemik tetap tidak sadar, maka glukosa intravena harus segera diberikan karena mungkin glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap (Ganiswara 1995).

Terapi lainnya terapi diet seimbang dan pemulihan keadaan umum pasien. Program diet dengan meningkatkan asupan komplek karbohidrat dengan serat (fiber) yang tinggi untuk mencegah peningkatan kadar glukosa secara cepat melalui penurunan sekresi hormon - hormon yang berpengaruh terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Ardiyanti.2002 ; Aielo,2011).

2.    Hubungan arterosklerosis dengan diabetes
        Artherosklerosis merupakan penyakit dimana dinding arteri menjadi lebih tebal dan kurang lentur. dimana bahan lemak terkumpul dibawah lapisan sebelah dalam dari dinding arteri Sedangkan diabetes merupakan penyakit sistemik yang bersifat umum yang diakibatkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat , protein dan lemak. Hal tersebut berhubungan erat dengan diet. Dimana diet ini bertujuan untuk :
a.    Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah agar normal kembali.
b.   Mencapai dan mempertahankan kadar lipid agar normal.
c.    Mencapai berat badan normal.
d.   Mencegah komplikasi yang kronik.
           Apabila diet gagal  atau tiidak terkontrolnya asupan makanan yang mengandung glukosa , maka akan yang terjadi adalah kolesterol yang berlebihan dalam darah akan mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah. Selanjutnya, LDL akan menembus dinding pembuluh darah melalui lapisan sel endotel, masuk ke lapisan dinding pembuluh darah yang lebih dalam yaitu intima. LDL disebut lemak jahat karena memiliki kecenderungan melekat di dinding pembuluh darah sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. LDL ini bisa melekat karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas (Oetoro, 2010).
LDL yang telah menyusup ke dalam intima akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL-teroksidasi akan memacu terbentuknya zat yang dpat melekatkan dan menarik monosit (salah satu jenis sel darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima. Disamping itu LDL-teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag. Sementara itu LDL-teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna yang dapat mengubah makrofag menjadi sel busa (Oetoro, 2010).


DAFTAR PUSTAKA
Aiello,S. 2011. The Merck Veterinary Manual Merck and Co.USA
Ardiyanti,A.2002.Nilai Hematologis Pada Kelinci Jantan Penderita Diabetes Melitus Eksperimental Akibat Induksi Aloksan. Bogor : FKH IPB.
Ganiswara SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Rianto, penerjemah. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Irawati Setiawan, penerjemah. Jakarta: EGC.
Laurence DR, PN Bennet. 1992. Clinical Pharmacology.7th Ed. Edinburgh, London, Madrid, Melbourne, New York, Tokyo: Churchil Livingstone.
Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenal Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi.Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W. 2003. Biokimia Harper. EGC: Jakarta.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat.Ed ke-5. Mathilda B. Widianto dan Anna Setiadi Ranti, penerjemah. Bandung: ITB.
Oetoro, 2010.  Aterosklerosis dan Efe Buruknya. (http://www.medicastore.com/kolesterol/aterosklerosis.php). Diunduh pada 10 Juni 2014.
Sustrani L et al.2006. Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment