A.
Merumuskan
Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1.
Jelaskan penyakit
infeksi yang menyerang saluran pernafasan pada anjing meliputi etiologi,
phatogenesis, gejalaklinis, diagnose, terapi dan pencegahan (bakteri, virus,
parasite, jamur ) !
B.
Belajar
Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1. PenyakitInfeksiSaluranPernafasan
a.
Penumonia
Etiologi . Agen bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia Bordetella bronchiseptika, Streptococcus sp., Pasteurella multocida, E.
coli, Mycobacterium tuberculosis
dan Mycoplasma sp, biasanya selalu
menyebabkan bronchopneumonia dan bentuk lain pneumonia seperti multifokal
nekrosis atau pneumonia granulomatosa berhubungan dengan penyebaran secara
hematogenous ke paru-paru (Siegmund, 1973).
Patogenesis . Agen infeksi masuk jaringan paru-paru secara inhalasi
(aerogen), hematogen dan limfogen. Adanya keradangan paru-paru menyebabkan
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida terganggu. Hipoksia yang terjadi
diikuti dengan kompensasi berupa peningkatan frekuensi nafas dan intensitas
pernafasan yang secara reflektoris terjadi karena adanya rangsangan terhadap
reseptor oleh kelebihan CO2. Karena adanya rasa sakit karena proses keradangan,
inspirasi tidak dapat dilakukan dengan leluasa, hingga pernafasan jadi cepat
dan dangkal. Karena adanya hiperemi jaringan paru-paru mengalami pemadatan dan
konsolidasi Kepekaan yang meningkat pada selaput lendir pernafasaan menyebabkan
jaringan tersebut menjadi peka terhadap rangsangan ringan, misalnya karena
udara pernafasan, hingga terjadinya batuk. Oleh karena adanya eksudat didalam
saluran pernafasan akan terdengar suara ronchi basah waktu auskultasi.
Konsolidasi paru-paru dan eksudat menyebabkan suara vesikuler yang normal
menjadi hilang. Perubahan struktur dan kosistensi paru-paru dapat diamati
dengan jalan perkusi atau auskultasi.
Infeksi secara hematogen dan limfogen
menyebabkan terbentuknya fokus-fokus radang yang tepatnya tersebar pada
berbagai lobus paru-paru. Infeksi yang disebabkan oleh kuman pada stadium
lanjut akan disertai gejala toksemia, sel-sel mengalami keracunan, hingga
mekanisme perlawanan terhadap agen infeksi juga menurun. (Subronto, 2006).
GejalaKlinis .Yang
terlihat pada infeksi paru-paru adalah dyspnoe (kesulitan bernafas). Nafas
menjadi cepat dan dangkal. Anjing kesulitan mendapatkan O2 yang cukup karena
jaringan paru-paru terisi oleh cairan, sehingga menurunkan jumlah alveoli yang
berfungsi. Lidah, gusi dan bibir terlihat kebiruan atau abu-abu (cyanosis)
sebagai indikator kurangnya O2
dalam darah. Temperatur tubuh biasanya meningkat Kenaikan suhu tubuh pada umumnya tidak
dijumpai pada pneumonia yang berlangsung secara kronik.
Pada
pneumonia, anjing terlihat depresi, anoreksia, dehidrasi dan tidak mampu
berdiri atau bergerak. Batuk kering, batuk yang dalam dan serak. Kadang sekresi
berlebihan, berbau busuk menyebabkan timbulnya leleran pada hidung dan mulut
hewan yang sakit. Akan
menjulurkan kepala dan mengaduksikan sikunya karena kekurangan udara. Pada
auskultasi suara pernafasan bronchial mungkin terdengar dan mungkin juga
bronchovesikuler pada tepi daerah konsolidasi. Membrana mukosa dan konjungtiva
kemerahan dan terjadi vasa injeksi. Leleran mukus sampai mukopurulen dari mata
sering terlihat
(Ettinger, 1975 ; Subronto, 2006).
Diagnosa. Didasarkan atas gejala klinis, pemeriksaan auskultasi dan perkusi,
pemeriksaan rontgen Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan respon imun hewan
dan uji sensitivitas. Analisa pada leleran hidung penting untuk diagnosa pada
infeksi bakteri (Nelson, 1998 ; Subronto, 2006).
TerapidanPencegahan. Ditempatkan pada lingkungan yang kering,
tidak lembab dan hangat, hewan diisolasi. Pengobatan ditujukan untuk meniadakan penyebab radang, obat-obat
antibiotik dan obat sifatnya mendukung, misalnya ekspektoransia dan terapi
supportif(Subronto,2006).
b.
Canine Distemper
Etiologi. Disebabkan
oleh virus RNA Paramyxovirusyang berukuran 150-300µm dengan nukleokapsid
simetris dan berbungkus lipoprotein.
Menyebakan terjadinya fusi dari sel dan benda inklusi
intrasitoplasmik yang bersifat eusinofilik(Murphy
F. A, et all. 2008).
Patogenesis. Virus
masuk secara inhalasi, dibawa sel darah putih ke lgl.terdekat, virus replikais,
viremia, menyebar ke organ limfoid, sumsum tulang. Depresi sel kelenjar di
saluran pernafasan dan mata menghasilkan secret berlebihan, muncul batuk,
dispnoe, dan suara cairan dari paru-paru
(Murphy F. A, et all.
2008).
Gejala Klinis . Mas
ainkubasi 6-8 hari, kenaikan suhu pada 1-3 hari pertama, lalu turun. Awal
terjadi leucopenia dan limfopenia, lalu neutrofilia. Keluar leleran hidung
kental, mukopurulen, dan leleran air mata (epifora) yang lama-lama kental
mukopurulen pada sudut medial mata.Lesu, batuk, depresi, anoreksia, diare dengan tinja berbau busuk,hardpad disease. Gejala
syaraf muncul kejang klonik teratur pada otot kaki, muka, dada, paresis atau
paralisis dimulai dari tubuh bagian belakang, berjalan inkoordinasi, gerak
mengunyah menjadi sering dan terjaid hipersalivasi. Jika penderita tidak mampu
bangun, maka penderita bergerak mengayuh, berputar satu arah, kanan, kiri atau
mencoba bangun
(Murphy F. A, et all.
2008).
Diagnosa . Didasarkan pada
anamnesa,gejala klinis yang ditemukan dan pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan darah, PCR, immunofluororesensi, isolasi virus, analisa ciran
serebrospinal, serologi dan tes ELISA untuk antibodi spesifik distemper(Murphy F. A, et all.
2008).
TerapidanPencegahan . Distemper
menyebabkan imunospuresif sehingga terdapat bakteri sekunder yang dapat
ditangani dengan antibiotic spectrum luas, diberi juga pengobatan suportif.
Dalam keadaan infeksi berat, penderita lebih baik dieuthanasi daripada menajdi
sumber penularan virus.
Dilakukan
vaksinasi monovalen, polivalen. Disuntik vaksin distemper MLV pada usia 6-12
minggu dan hanya diberikan sekali bersamaan dengan vaksin campak.Kontrol
terhadap adanya endoparasit dan ektoparasit.Menjaga kebersihan lingkunagan
sekitar untuk menekan serandah mungkin penyebaran virus
(Murphy F. A, et all.
2008).
c.
Eucoleusaerophilus
Etiologi.
Golongan Nematoda ordo Enopolida. Predileksinya di
trachea, bronchi dan borchiolus anjing. Berukuran E. aerophilus 58–79 × 29–40 μm. Menyebabkan bronchopneumonia
(Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006).
Patogenesis.
Hospes devinitif terinfeksi melalui saluran pencernaan
yang makananya tercemar oleh larva infektiv. Ataupun anjing memakan hospes intermediet
(cacing tanah ) yang telah terinfeksi oleh parsit ini. Kemudian bermigrasi dari
saluran pencernaan menuju ke paru-paru dan tumbuh dewasa (Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006).
GejalaKlinis.
Biasanya subklinis. Batuk, bersin-bersin, leleran mukopulurent
dari nasal (Zajac, Anne et Gary A.Conboy,
2006).
Diagnosa.
Pemeriksaan feses dengan uji apung ditemukan telur. Telurnya
berwarna coklat kehijauan, bipolar,
bentuknya asimetris dan berisi multi embrio. Sampel juga dapat mucus dari
trachea atau nasal (Zajac,
Anne et Gary A.Conboy, 2006).
TerapidanPencegahan.
Menjaga kebersihan lingkungan, jangan mengumbar anjing
di sembarang tempat dan dapat diberikan obat antelmitik diantaranya :
· Piperazin, dosis 100 200 mg/kg. Tidak membunuh larva yang berimigrasi,
sehingga pengobatan dengan piperazin perlu diulang dalam waktu lebih kurang 2-
3 minggu. Mekanisme kerja dari piperazin sendiri dengan cara memblokade respon
otot cacing terhadap asetilkolin, pada otot cacing piperazin meganggu
permebialitas membran sel terhadap ion – ion yang berperan mempertahan
potensial istirahat sehingga terjadi hiperpolarisasi dan supresi implus
spontan, disertai paralisis.
· Mebendazole, fenbendazole, dosis 30 – 50 mg/kg, selama 3
hari. Apabila diberika per-oral absorbsi cepat, kadar puncak seelah 4 jam,
mekanisme kerja thiabendazole menghambat sistem fumarat reduktase dalam parasit ( Foreyt,W.J, 2001).
C.
Sumber
Informasi (Daftar Pustaka)
Ettinger, S.J. 1975. Veterinary Internal Medicine. Toronto: W.B Saunders Company
Foreyt,
W. J. 2001. VeterinaryParasitology:ReferenceManual;5thEd.
Iowa : Blackwell Publishing.
Murphy F. A, et all. 2008. Veterinary Virologi. An Imprint of
Elsevier : United States of Amerika.
Nelson,
Richard W.;Couto, C.
Guillermo (1998). Small Animal
Internal Medicine (2nd
ed.). Mosby.
Siegmund.
1973. The Merck Veterinary Manual A
Handbook Of Diagnosis and Therapy for The Veterinarian 4th
Ed. USA: Merck & CO, INC
Subronto. 2006. Penyakit
Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006. Veterinary
Clinical Parasitology 8th . Iowa State University Press : Blackwell
Publishing.
No comments:
Post a Comment