Wednesday 10 September 2014

BLOK 19 UP 3



A.    Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1.   Jelaskan penyakit infeksi yang menyerang saluran pernafasan pada anjing meliputi etiologi, phatogenesis, gejalaklinis, diagnose, terapi dan pencegahan (bakteri, virus, parasite, jamur ) !


B.     Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1.   PenyakitInfeksiSaluranPernafasan
a.   Penumonia
Etiologi . Agen bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia Bordetella bronchiseptika, Streptococcus sp., Pasteurella multocida, E. coli, Mycobacterium tuberculosis dan Mycoplasma sp, biasanya selalu menyebabkan bronchopneumonia dan bentuk lain pneumonia seperti multifokal nekrosis atau pneumonia granulomatosa berhubungan dengan penyebaran secara hematogenous ke paru-paru (Siegmund, 1973).

Patogenesis . Agen infeksi masuk jaringan paru-paru secara inhalasi (aerogen), hematogen dan limfogen. Adanya keradangan paru-paru menyebabkan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida terganggu. Hipoksia yang terjadi diikuti dengan kompensasi berupa peningkatan frekuensi nafas dan intensitas pernafasan yang secara reflektoris terjadi karena adanya rangsangan terhadap reseptor oleh kelebihan CO2. Karena adanya rasa sakit karena proses keradangan, inspirasi tidak dapat dilakukan dengan leluasa, hingga pernafasan jadi cepat dan dangkal. Karena adanya hiperemi jaringan paru-paru mengalami pemadatan dan konsolidasi Kepekaan yang meningkat pada selaput lendir pernafasaan menyebabkan jaringan tersebut menjadi peka terhadap rangsangan ringan, misalnya karena udara pernafasan, hingga terjadinya batuk. Oleh karena adanya eksudat didalam saluran pernafasan akan terdengar suara ronchi basah waktu auskultasi. Konsolidasi paru-paru dan eksudat menyebabkan suara vesikuler yang normal menjadi hilang. Perubahan struktur dan kosistensi paru-paru dapat diamati dengan jalan perkusi atau auskultasi.
         Infeksi secara hematogen dan limfogen menyebabkan terbentuknya fokus-fokus radang yang tepatnya tersebar pada berbagai lobus paru-paru. Infeksi yang disebabkan oleh kuman pada stadium lanjut akan disertai gejala toksemia, sel-sel mengalami keracunan, hingga mekanisme perlawanan terhadap agen infeksi juga menurun. (Subronto, 2006).

GejalaKlinis .Yang terlihat pada infeksi paru-paru adalah dyspnoe (kesulitan bernafas). Nafas menjadi cepat dan dangkal. Anjing kesulitan mendapatkan O2 yang cukup karena jaringan paru-paru terisi oleh cairan, sehingga menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi. Lidah, gusi dan bibir terlihat kebiruan atau abu-abu (cyanosis) sebagai indikator kurangnya O2 dalam darah. Temperatur tubuh biasanya meningkat  Kenaikan suhu tubuh pada umumnya tidak dijumpai pada pneumonia yang berlangsung secara kronik.
         Pada pneumonia, anjing terlihat depresi, anoreksia, dehidrasi dan tidak mampu berdiri atau bergerak. Batuk kering, batuk yang dalam dan serak. Kadang sekresi berlebihan, berbau busuk menyebabkan timbulnya leleran pada hidung dan mulut hewan yang sakit. Akan menjulurkan kepala dan mengaduksikan sikunya karena kekurangan udara. Pada auskultasi suara pernafasan bronchial mungkin terdengar dan mungkin juga bronchovesikuler pada tepi daerah konsolidasi. Membrana mukosa dan konjungtiva kemerahan dan terjadi vasa injeksi. Leleran mukus sampai mukopurulen dari mata sering terlihat
 (Ettinger, 1975 ; Subronto, 2006).

Diagnosa. Didasarkan atas gejala klinis, pemeriksaan auskultasi dan perkusi, pemeriksaan rontgen Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan respon imun hewan dan uji sensitivitas. Analisa pada leleran hidung penting untuk diagnosa pada infeksi bakteri (Nelson, 1998 ; Subronto, 2006).

TerapidanPencegahan. Ditempatkan pada lingkungan yang kering, tidak lembab dan hangat, hewan diisolasi. Pengobatan ditujukan untuk meniadakan penyebab radang, obat-obat antibiotik dan obat sifatnya mendukung, misalnya ekspektoransia dan terapi supportif(Subronto,2006).

b.   Canine Distemper
Etiologi. Disebabkan oleh virus RNA Paramyxovirusyang berukuran 150-300µm dengan nukleokapsid simetris dan berbungkus lipoprotein. Menyebakan terjadinya fusi dari sel dan benda inklusi intrasitoplasmik yang bersifat eusinofilik(Murphy F. A, et all. 2008).

Patogenesis. Virus masuk secara inhalasi, dibawa sel darah putih ke lgl.terdekat, virus replikais, viremia, menyebar ke organ limfoid, sumsum tulang. Depresi sel kelenjar di saluran pernafasan dan mata menghasilkan secret berlebihan, muncul batuk, dispnoe, dan suara cairan dari paru-paru
(Murphy F. A, et all. 2008).

Gejala Klinis . Mas ainkubasi 6-8 hari, kenaikan suhu pada 1-3 hari pertama, lalu turun. Awal terjadi leucopenia dan limfopenia, lalu neutrofilia. Keluar leleran hidung kental, mukopurulen, dan leleran air mata (epifora) yang lama-lama kental mukopurulen pada sudut medial mata.Lesu, batuk, depresi, anoreksia, diare dengan tinja berbau busuk,hardpad disease. Gejala syaraf muncul kejang klonik teratur pada otot kaki, muka, dada, paresis atau paralisis dimulai dari tubuh bagian belakang, berjalan inkoordinasi, gerak mengunyah menjadi sering dan terjaid hipersalivasi. Jika penderita tidak mampu bangun, maka penderita bergerak mengayuh, berputar satu arah, kanan, kiri atau mencoba bangun
(Murphy F. A, et all. 2008).

Diagnosa . Didasarkan pada anamnesa,gejala klinis yang ditemukan dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah, PCR, immunofluororesensi, isolasi virus, analisa ciran serebrospinal, serologi dan tes ELISA untuk antibodi spesifik distemper(Murphy F. A, et all. 2008).

TerapidanPencegahan . Distemper menyebabkan imunospuresif sehingga terdapat bakteri sekunder yang dapat ditangani dengan antibiotic spectrum luas, diberi juga pengobatan suportif. Dalam keadaan infeksi berat, penderita lebih baik dieuthanasi daripada menajdi sumber penularan virus.
      Dilakukan vaksinasi monovalen, polivalen. Disuntik vaksin distemper MLV pada usia 6-12 minggu dan hanya diberikan sekali bersamaan dengan vaksin campak.Kontrol terhadap adanya endoparasit dan ektoparasit.Menjaga kebersihan lingkunagan sekitar untuk menekan serandah mungkin penyebaran virus
(Murphy F. A, et all. 2008).

c.    Eucoleusaerophilus
Etiologi. Golongan Nematoda ordo Enopolida. Predileksinya di trachea, bronchi dan borchiolus anjing. Berukuran E. aerophilus 58–79 × 29–40 μm. Menyebabkan bronchopneumonia (Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006).

Patogenesis. Hospes devinitif terinfeksi melalui saluran pencernaan yang makananya tercemar oleh larva infektiv. Ataupun anjing memakan hospes intermediet (cacing tanah ) yang telah terinfeksi oleh parsit ini. Kemudian bermigrasi dari saluran pencernaan menuju ke paru-paru dan tumbuh dewasa (Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006).

GejalaKlinis. Biasanya subklinis. Batuk, bersin-bersin, leleran mukopulurent dari nasal (Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006).

Diagnosa. Pemeriksaan feses dengan uji apung ditemukan telur. Telurnya berwarna coklat kehijauan,  bipolar, bentuknya asimetris dan berisi multi embrio. Sampel juga dapat mucus dari trachea atau nasal (Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006).

TerapidanPencegahan. Menjaga kebersihan lingkungan, jangan mengumbar anjing di sembarang tempat dan dapat diberikan obat antelmitik diantaranya :
·      Piperazin, dosis 100 200 mg/kg.  Tidak membunuh larva yang berimigrasi, sehingga pengobatan dengan piperazin perlu diulang dalam waktu lebih kurang 2- 3 minggu. Mekanisme kerja dari piperazin sendiri dengan cara memblokade respon otot cacing terhadap asetilkolin, pada otot cacing piperazin meganggu permebialitas membran sel terhadap ion – ion yang berperan mempertahan potensial istirahat sehingga terjadi hiperpolarisasi dan supresi implus spontan, disertai paralisis.
·      Mebendazole, fenbendazole, dosis 30 – 50 mg/kg, selama 3 hari. Apabila diberika per-oral absorbsi cepat, kadar puncak seelah 4 jam, mekanisme kerja thiabendazole menghambat sistem fumarat reduktase dalam parasit ( Foreyt,W.J, 2001).

C.    Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Ettinger, S.J. 1975. Veterinary Internal Medicine. Toronto: W.B Saunders Company
Foreyt, W. J. 2001. VeterinaryParasitology:ReferenceManual;5thEd. Iowa : Blackwell Publishing.
Murphy F. A, et all. 2008. Veterinary Virologi. An Imprint of Elsevier : United States of Amerika.
Nelson,  Richard  W.;Couto,  C.  Guillermo  (1998). Small  Animal  Internal  Medicine  (2nd  ed.). Mosby.
Siegmund. 1973. The Merck Veterinary Manual A Handbook Of Diagnosis and Therapy for The Veterinarian 4th Ed. USA: Merck & CO, INC
Subronto. 2006.  Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University            Press. Yogyakarta.
Zajac, Anne et Gary A.Conboy, 2006. Veterinary Clinical Parasitology 8th . Iowa State University Press :            Blackwell Publishing.





No comments:

Post a Comment