Tuesday 21 October 2014

BLOK 20 UP 2



A.   Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1.    Mengetahui jenis vaksin.
2.    Mengetahui program vaksinasi pada ayam komersial.
3.    Mengetahui evaluasi vaksinasi pada ayam.
4.    Mengetahui akibat kesalahan aplikasi dan jadwal vaksinasi.


B.   Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1.    Jenis Vaksin
a.    Live attenuated vaccine
Live vaccine mengandung virus hidup, bakteri atau parasit. Vaccine ini dilemahkan dalam beberapa cara (dibuat pada media kultur atau dimanipulasi genetiknya) untuk memastikan bahwa mereka tidak menginduksi penyakit yang signifikan ketika diberikan. Namun terkadang dapat ditemukan secara alami strain lemah dalam populasi unggas. Kadang-kadang patogen terkait, bahkan dari spesies lain, dapat digunakan untuk vaksinasi. Namun, lebih sering mereka tumbuh melalui beberapa generasi dalam sebuah budaya sistem buatan (seperti kultur sel, embrio, atau media buatan) sehingga mereka menjadi kurang beradaptasi untuk tumbuh di host target. Vaksin hidup menyebabkan infeksi dengan organisme hidup, yang kemudian dapat menginduksi respon kekebalan.
Vaksin ini memiliki beberapa kelebihan antara lain tidak memerlukan adjuvant. Onset respon imun cepat. Lebih murah. Bisa diberikan secara masal. Rute pemberian bisa bervariasi. Menstimulasi imunitas seluler dan humoral. Jika booster diperlukan, intervalnya bisa panjang karena telah ada memori imunologikal.
Beberapa kekurangan vaksin ini antara lain dapat menimbulkan reaksi yang merugikan, termasuk imunosupresi. Tidak tahan jika disimpan dalam waktu lama. Memerlukan refrigerasi untuk menjaga viabilitas (Daly, 2008 ; Quinn, 2007).

b.   Killed vaccine
Vaksin tidak mengandung organisme hidup. Agen infeksius dimatikan tanpa mengubah imunogenitas yang substansial. Untuk memproduksi yang patogen harus ditumbuhkan dalam jumlah besar di laboratorium kemudian dinonaktifkan, biasanya dengan perlakuan kimia. Oleh karena tidak megandung organisme hidup, vaksin harus diberikan setiap individu dengan injeksi. Biasanya merangsang sistem kekebalan tubuh secara lokal di tempat suntikan. Vaksin ini memerlukan senyawa yang disebut 'adjuvant' dan dua jenis yang paling umum adalah minyak mineral dan aluminium hidroksida. Berbasis minyak sebagai emulsi, baik minyak dalam air atau air dalam minyak.
Kelebihan dari vaksin ini antara lain dapat menginduksi level antibodi yang tinggi di sirkulasi. Lebih stabil pada temperatur lingkungan. Lebih aman karena tidak dapat kembali menjadi virulen. Lebih tahan disimpan dalam waktu lama.
Kekurangan dari vaksin ini adalah mudah berubah imunogenitasnya oleh bahan-bahan kimia. Onset respon imun lebih lambat. Aplikasi secara individual. Memerlukan adjuvant untuk meningkatkan imunogenitas. Kurang efektif dalam menstimulasi imunitas seluler dan imunitas mukosal. Karena tidak bisa bereplikasi, diperlukan masa antigenik yang lebih besar dan perlu booster. Harganya lebih mahal (Daly, 2008 ; Quinn, 2007).

c.    Recombinan vaccine
Vaksin rekombinan sebenarnya sebuah sub-set kategori 'vaksin hidup'. Mereka diciptakan sebagai campuran dari dua organisme yang berbeda dengan buatan berarti. Asam nukleat dari satu organisme artifisial dicangkokkan ke dalam asam nukleat lain sedemikian cara itu, ketika organisme pembawa mengalikan dalam tubuh juga mengungkapkan protein untuk menginduksi kekebalan terhadap yang kedua (tanpa menginduksi infeksi pada Pengembangan organisme) kedua jenis vaksin ini sangat kompleks karena diperlukan untuk memastikan bahwa modifikasi tidak merusak kemampuan carrier organisme untuk menginfeksi dan berkembang biak. Selain antigen dipilih untuk yang kedua organisme harus menjadi protein yang benar (dalam struktur dan konformasi) untuk mencapai perlindungan. Untuk beberapa infeksi maka perlu untuk memberikan kekebalan terhadap beberapa antigen untuk keberhasilan kekebalan penuh. Pada prinsipnya, vaksin rekombinan berbagi fitur yang sama seperti vaksin hidup lainnya, mereka dapat berisi sejumlah kecil organisme, kadang-kadang mereka dapat menyebar dan diterapkan oleh rute massa. Namun fitur vaksin rekombinan tertentu akan sangat tergantung pada sifat organisme pembawa. Vaksin-vaksin ini diproduksi dengan memasukkan DNA untuk antigen yang merangsang respon penyakit terhadap penyakit ke dalam vektor (atau carrier), seperti virus berbahaya, yang kemudian digunakan sebagai vaksin hidup (Daly, 2008).

d.   Asam nukleat vaccine
Ini adalah pendekatan yang relatif baru di mana asam nukleat (DNA) patogen disuntikkan ke dalam unggas sasaran. Vaksin ini mengandung DNA dimurnikan untuk antigen yang merangsang respon kekebalan terhadap penyakit (Daly, 2008).

2.    Program Vaksinasi pada Ayam Komersial
a.    Layer
Umur
Vaksin
Jenis
Aplikasi
1 hari
ND-IB
Live
Eye drops
3 hari
Cocci vaccine
Live
Spray feed
1 minggu
ND
Killed
Sub cutan
2 minggu
IBD
Live
Drinking water
3 minggu
ND-IB
Live
Drinking water
23 hari
IBD
Live
Drinking water
5 minggu
AI
ND
Killed
Live
Sub cutan
Drinking water
6 minggu
ILT Vaccine
Live
Eye drops
7 minggu
Coryza I
Fowl Pox
Killed
Live
Intra muscular
Wing web
10 minggu
ND-IB
Live
Drinking water
14 minggu
AI
Killed
Intra muscular
15 minggu
ND
Live
Drinking water
16 minggu
Coryza II
Killed
Intra muscular
17 minggu
ND-EDS-IB
Killed
Intra muscular

b.   Broiler
Hari
Vaksin
Jenias
Aplikasi
1
ND-IB
Live
Eye Drops
7
ND
Kill
Sub Cutans
12
IBD
Live
Drinking Water
19
ND
Live
Drinking Water



Beberapa Rute Pemberian Vaksin pada Ayam
§  Eye drop
Vaksin dengan rute mukosa mata menyebabkan timbulnya imunitas lokal dan general karena adanya kelenjar Harderian di mata. Uptake vaksin melalui duktus sekretorial dari kelenjar Harderian. Sumber utama IgA dalam air mata berasal dari kelenjar Harderian dan dapat mempengaruhi respon imun humoral pada mukosa lain. Ini merupakan cara paling efektif untuk administrasi vaksin respiratori hidup. Vaksin mengalir dari mata ke rongga nasal melalui duktus.
§  Wing web dan feather follicle
Metode ini sering juga disebut transkutaneus. Dahulu digunakan untuk administrasi vaksin hidup yang mana jika vaksin diadministrasikan secara lebih invasif akan menjadi lebih patogenik. Namun sekarang digunakan untuk vaksinasi fowlpox, terutama karena kulit merupakan tempat multiplikasi dari vaksin virus hidup ini.
§  Spray
Vaksin dengan merupakan metode efektif administrasi vaksin untuk penyakit respiratori seperti Infectious Bronchitis, Newcastle Disease atau TRT. Teknik ini didesain agar vaksin dapat mencapai kelenjar Harderian di mata, mencapai mukosa rongga hidung dan saluran respiratori atas.
§  Drinking water
Rute administrasi drinking water digunakan terutama untuk vaksin seperti IBD dan AE dimana organ targetnya adalah saluran pencernaan. Drinking water juga digunakan untuk vaksin sistem respiratori karena cekungan khoanal ada di langit-langit mulut sehingga dapat mengkontaminasi rongga hidung (Babu, 2002 ; Kreager, 2005).

3.    Evaluasi Vaksinasi pada Ayam
Evaluasi vaksinasi dapat dilakukan dengan :
a.    Pemeriksaan serum (HI, ELISA) atau uji tantang 3-4 minggu setelah vaksinasi.
b.    Titer antibodi dimonitor dengan random sample 20-25 ekor untuk tiap kandang atau flock.
c.    Evalualuasi titer antibodi kegunaannya sangat terbatas karena tidak dapat memberi gambaran mengenai kekebalan lokal (Babu, 2002).
Ada beberapa pengelompokkan penyebab kegagalan vaksinasi, yaitu :
a.    Kegagalan mekanis karena kekeliruan penyimpanan, pencampuran, dan penggunaannya.
b.     Ayam sedang dalam masa inkubasi penyakit yang akan divaksinasi.
c.    Vaksin tidak mengandung strain atau serotype agen penyakit yang dibutuhkan untuk merangsang   sistem kekbalan. Dalam kasus ini, agen penyakit yang terdapat di lapangan tidak cocok dengan yang ada di vaksin.
d.   Adanya variasi respon kekebalan dalam populasi ayam karena stress. Stres dapat menekan respon kekebalan ayam. Stres dapat berupa lingkungan yang ekstrim, nutrisi, parasit atau penyakit lainnya.
e.    Tingginya antibodi asal induk mengganggu terbentuknya sel tanggap kebal.
f.     Ayam mengalami immunosuprseif karena infeksi IBD, Marek’s atau karena mengonsumsi pakan yang mengandung mikotoksin dalam kadar tinggi. Ayam yang mengalami imunosupresif tidak dapat menghasilkan sel tanggap kebal secara efektif (Babu, 2002).

Evaluasi pertama yang harus dilihat adalah kapan outbreak tersebut terjadi. Apabila outbreak terjadi pada < 3 minggu post vaksinasi, hal ini berarti antibodi yang dihasilkan oleh vaksin belum terbentuk secara optimal dan terjadi infeksi dari lapangan. Atau ada kemungkinan pada saat dilakukan vaksinasi, di dalam tubuh ayam sedang terjadi masa inkubasi penyakit. Masa inkubasi penyakit yaitu masa dimana bibit penyakit menginfeksi sampai menimbulkan gejala klinis sehingga ayam seolah-olah sehat namun selang beberapa hari ayam menunjukkan gejala klinis korisa. Outbreak yang terjadi pada > 3 minggu post vaksinasi, maka kita perlu mengevaluasi faktor penyebab kegagalan tersebut meliputi: Materi, Metode, Mileu/ lingkungan, dan Manusia (4M) (Kreager, 2005).
a.    Materi (Vaksin dan ayam)
1)   Vaksin
Vaksin berkualitas merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan vaksinasi karena berpengaruh langsung terhadap potensi virus vaksin. Produksi Medivac Coryza mengacu pada standar nasional yaitu Farma-kope Obat Hewan Indonesia (FOHI) dan juga standar internasional seperti United State Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia dan European Pharmacopoeia. Sebelum dipasarkan, vaksin tersebut harus melalui tahapan quality control (QC), baik uji potensi maupun keamanannya.  Dalam mengevaluasi kualitas vaksin perlu diperhatikan pula tanggal kadaluwarsa dan bentuk fisik sediaan vaksin. Vaksin yang baik belum kadaluwarsa, masih tersegel serta tidak ada perubahan bentuk fisik sediaan. Vaksin inaktif bentuk suspensi (Medivac Coryza B/Medivac Coryza T) yang pernah membeku dapat teridentifikasi dengan kecepatan adjuvant mengendap dalam waktu kurang dari 5 menit. Sedangkan pada vaksin inaktif bentuk emulsi relatif sulit dibedakan secara fisik. Vaksin yang sudah kadaluwarsa dan pernah membeku jangan digunakan karena sudah terjadi penurunan bahkan kerusakan potensi vaksin.
2)   Ayam
 Kondisi ayam akan berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan titer antibodi. Hanya ayam yang sehat yang boleh divaksinasi. Untuk itu diperlukan ketelitian dari peternak untuk melakukan pengecekan terhadap kesehatan ayam. Secara sepintas, pemeriksaan kesehatan dapat dilihat dari adanya gangguan pernapasan, pencernaan, syaraf maupun konsumsi pakannya. Terdapat beberapa faktor immunosupressant yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh yaitu stres dan penyakit seperti CRD, gumboro, mikotoksin, dll yang dapat mempengaruhi keoptimalan dalam pembentukan titer antibodi. immnunosupressant akan mempengaruhi kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortikosteroid. Hormon inilah yang akan menghambat kerja organ limfoid (pembentuk kekebalan tubuh) sehingga antibodi yang dihasilkan menjadi tidak optimal. Apabila ayam dalam kondisi sakit, harus dilakukan pengobatan terlebih dahulu untuk mengurangi derajat keparahannya, kemudian baru divaksin. Guna meningkatkan daya tahan tubuh ayam di berikan multivitamin seperti Vita Stress sebelum dan sesudah vaksinasi.
b.    Metode
§  Penyimpanan vaksin tidak sesuai (tidak pada suhu 2-8° C) atau beku
§  Terkena sinar matahari langsung
§  Tercemar bahan-bahan kimia seperti desinfektan, kaporit, detergent
§  Tercemar logam-logam berat seperti Zn (seng), Pb (timbal) dan Hg (air raksa)
§  Vaksin inaktif tidak habis dalam waktu 24 jam setelah segel dibuka dan dikeluarkan dari kulkas/marina cooler
§  Setelah dikeluarkan dari kulkas/ marina cooler dan digunakan, vaksin dimasukkan kembali ke kulkas.
§  Vaksin inaktif yang baru dikeluarkan dari kulkas tidak boleh langsung disuntikkan ke ayam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan range suhu antara tubuh ayam dengan suhu vaksin yang cukup jauh sehingga dapat menyebabkan stres. Untuk meningkatkan suhu vaksin maka sebelum digunakan, vaksin harus terlebih dahulu digenggam-genggam dengan telapak tangan. Vaksin inaktif harus sering dikocok selama pelaksanaan vaksinasi agar bakteri dan adjuvant dapat tercampur secara homogen. Pengocokan yang kurang akan mengakibatkan sebagian ayam hanya mendapatkan adjuvantnya saja dan dengan kata lain ayam tidak mendapatkan 1 dosis vaksin penuh.
c.    Mileu
Mileu merupakan segala sesuatu yang terkait antara lingkungan dengan peternakan. Hal-hal yang dapat memicu tingginya bibit penyakit di lapangan antara lain :
§  Penumpukan feses di kandang
§  Tempat pakan dan minum yang jarang dibersihkan
§  Penyemprotan kandang yang tidak intensif
§  Tidak dilakukan penyemprotan terhadap orang-orang yang akan masuk kandang
§  Lalu lintas orang/kendaraan yang keluar masuk kandang tidak terkontrol
§  Hewan liar/serangga/rodentia yang berperan dalam menularkan bibit penyakit tidak terkendali
§  Pemeliharaan serta managemen yang semrawut antara ayam dewasa dengan ayam kecil
§  Tidak menerapkan sistem “all in all out” terutama pada ayam petelur
d.    Manusia
Semua orang yang terkait dengan peternakan tersebut memiliki andil yang besar dalam mencegah terjadinya outbreak penyakit. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan terutama dalam penanganan dan aplikasi vaksin merupakan titik awal dari berhasil atau tidaknya vaksinasi. Dengan demikian skill dan pengetahuan peternak maupun karyawan perlu ditingkatkan.
 Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan salah satunya dengan mengikuti kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh instansi-instansi terkait. Pelatihan dan pembinaan juga dapat dilakukan secara langsung di lapangan (Wood, 1998).
4.    Kesalahan Aplikasi dan Jadwal Vaksinasi
Kesalahan dalam pemilihan vaksin dan juga waktu pelaksanaan vaksinasi dapat memberikan efek negatif terhadap ayam. Waktu pemberian vaksin pada umur DOC berbeda-beda di tingkat peternak. Ada yang memberikannya pada umur 1-2 hari dan ada juga yang memberikan pada umur 3-4 hari untuk kali pertamnya. Vaksin yang diberikan untuk kali pertama hendaknya vaksin yang inaktif bukan yang aktif apalagi bertipe ganas. Akibat yang timbul dari kesalahan vaksinasi adalah tidak mau makan, minum dan daya kekebalan tubuh menurun dan tak jarang akan timbul penyakit yang lebih ganas. Adapun akibat fatal yang mungkin terjadi antara lain ayam menjadi stres sehingga kematian tinggi pasca penyuntikan, leher terpuntir, terjadinya abses (kebengkakan) pada leher atau kelumpuhan kaki
Cara mengatasi terjadinya kesalahan vaksin yaitu :
§  memilih jenis vaksin yang tepat
§  memilih waktu pelaksanaan vaksinasi yang tepat
§  ingat, hanya ayam yang sehat yang boleh divaksin (Jordan, 2008).

Kesalahan dan Penanganan akibat salah vaksin
a.    Salah rute
Menyebabkan tidak terbentuknya antibody yang sesuai target (antibody rendah).  Misalnya vaksin yang seharusnya diaplikasikan dengan rute injeksi subcutan namun diberikan dengan rute spray maka dosis yang masuk tidak sesuai karena bisa terbuang di lingkungan dan vaksin killed tidak dapat menembus mukosa sehingga harus dilakukan pengulangan vaksinasi dengan rute yang benar (Wood, 1998).
b.    Salah dosis
Bila dosis yang diberikan kurang maka titer antibody yang terbentuk tidak sesuai target sehingga perlu dilakukan vaksinasi ulang. Bila kelebihan dosis maka titer yang dihasilkan akan cept naik dan cepat turunnya. Pada vaksin live perlu dilakukan pengulangan pada minggu ke 6 dimana titer antibody sudah menurun (Wood, 1998).
c.    Salah waktu
Pemberian vaksin live yang tidak tepat waktunya misal lebih cepat dari jadwal tidak memberikan dampak buruk, dan pemberian jadwal vaksin berikutnya (booster) juga lebih cepat dari jadwal yang seharusnya. Bila pemberian vaksn killed dilakukan sebelum terbentuk limfosit T, maka kerja vaksin tidak maksimal (tidak mencapai titer target).  Vaksin juga tidak dapat diberikan pada saat masa inkubasi penyakit, karena akan menaikkan titer antigen (Wood, 1998).
d.   Salah perlakuan
Salah perlakuan dapat memberikan dampak bagi unggas. Misalnya vaksin terkena matahari pada saat pencampuran, maka vaksin tidak bekerja maksimal pada unggas, sehingga perlu dilakukan vaksin ulang. Suhu penyimpanan yang tidak sesuai atau perubahan suhu yang mendadak menyebabkan daya poten vaksin menurun (Wood, 1998).

C.    Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Babu, U., M. Scott, M.J. Myers. 2002. Veterinary Immunology and Immunopathology 91 (2003) 39–44 : Effects of live attenuated and killed vaccine on T-lymphocyte mediated immunity in laying hens. Philadelphia : Elseviers
Daly, Russ. 2008. Understanding Vaccines, Waht They Are, How they Work. Washington : National Institutes of Health
Jordan, F. 2008. Poultry Disease. Philadelphia : Saunders-Elsevier
Kreager, K. 2005. Vaccination Programs and Techniques.  Paris : Fort Dodge Animal Health
Quinn, P.J., Markey, B.K., Carter, M.E., Donnelly, W.J.C., Leonard, F.C. 2007. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Iowa : Blackwell Science
Wood, J. 1998. Guidelines for the Establishment and Operation of Poultry Farms in South Australia. Sydney : South Australian Farmers Federation

No comments:

Post a Comment