A.
Merumuskan
Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
Mengetahui penyakit neoplastik dan penyakit
imunosupresif pada unggas meliputi etiologi, patogenesis, gejala klinis,
perubahan patologis, diagnosis, pengobatan, dan pencegahan.
B.
Belajar
Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
Penyakit Neoplastik dan Penyakit Imunosupresif pada
Unggas
1.
Marek
a.
Etiologi
Marek’s Disease (MD) merupakan suatu penyakit limfoproliferatif pada
ayam yang khas dengan adanya pembengkakan atau tumor pada berbagai saraf
perifer dan pembentukan tumor limfoid pada berbagai organ visceral, kulit dan
otot. Penyebab penyakit ini ialah Marek’s Disease Virus (MDV) dari family
herpesviridae, subfamily alphaherpesvirinae.
Virus penyebab
penyakit Marek’s memiliki ketahanan hidup yang tinggi, di litter bisa tahan
minimal 16 minggu, dalan debu kandang dengan suhu 20 – 25°C tahan beberapa
bulan. Di kandang tertular, dalam sisik kulit ayam yang terlepas dapat tahan
sampai 50 hari. Virus tidak tahan terhadap asam dan basa, mati pada pH < 6
dan > 8. Virus penyebab Marek peka terhadap beberapa disinfektan, antara
lain : kombinasi formalin dengan senyawa iodine, namun pemberian gas formalin
secara sendiri tidak cukup efisien sebagai disinfektan.
Ditemukan tiga galur virus, antara lain galur yang apatogen, yang
tidak menimbulkan gejala, galur visceral, yang menyebabkan tumor pada
organ-organ visceral dan galur syaraf/klasik, yang menimbulkan gejala syaraf (Calnek, 1991).
b.
Patogenesis
Virus MD biasanya masuk melalui saluran pernafasan dan mungkin
difagositosis oleh makrofag. Infeksi sitolitik segera dideteksi di limpa, bursa
fabrisius dan timus. Trget primer ialah sel B, walaupun sel T yang telah aktif
dapat terinfeksi.pada infeksi awal menyebabkan keradangan yang ditandai adanya
infiltrasi makrofag, heterofil dan limfosit. Kemudian infeksi bersifat
laten,ayam mengalami stress atau imunosupresi kemudian terjadi viremia kemudian
menyebar ke seluruh tubuh termasuk ke folikel bulu juga ke organ visceral dan
saraf (Calnek, 1991).
c.
Gejala Klinis
Gejala klinis dan perubahan makroskopik dapat
ditemukan pada minggu ketiga sampai keempat pasca infeksi.
1) Bentuk akut (visceral)
Tampak gejala depresi sebelum akhirnya ayam mati.
Sebelum menunjukan gejala depresi ayam mengalami ataksia yang dapat melanjut
paralisis unilateral atau bilateral pada ekstremitas (kaki dan/atau sayap).
Sejumlah ayam dapat mengalami dehidrasi, emasiasi dan koma. Jika iris
terinfiltrasi sel sel limfoid maka akan terjadi kebutaan pada ayam. Pemeriksaan
klinis pada mata menunjukkan perubahan depigmentasi pada iris yang berbentuk
menyerupai cincin atau titik berwarna kebiruan sampai kelabu keruh. Pupil
berbentuk irregular pada stadium awal dan hanya terlihat sebagai suatu titik
yang kecil pada akhir stadium (Tabbu, 2000).
2) Bentuk klasik (saraf, kronis)
Terjadi
paralisis pada satu atau lebih ekstremitas. Nervus dan pleksus ischiadicus
sering terserang dan menyebabkan paralisis spastik yang progresif pada kaki dan
sayap. Jika saraf yang mengontrol otot
leher terserang, maka kepala dapat menggantung (tortikolis). Jika nervus vagus terserang
makadapat terjadi paralisis dan dilatasi dari tembolok atau kesulitan bernafas (Tabbu, 2000).
3)
Sindrom paralisis sementara
Merupakan manifestasi dari enchepalitis yang
disebabkan infeksi dengan MDV. Ayam akan menunjukkan berbagai bentuk ataksia
dan paralisis parsial atau total pada kaki, sayap dan leher (Tabbu, 2000).
d.
Perubahan Patologis
Perubahan
pasca mati yang bisa diamati pada unggas penderita Marek’s antara lain (1) pada
bentuk syaraf,
ditemukan syaraf-syaraf seperti n. Vagus, n. Mesentericus, n. Intercostalis
dan plexus-plexus, seperti plexus
ischiadicus dan plexus brachialis terlihat membulat dan membesar, kelabu kekuningan, bersifat unilateral
atau bilateral (2) pada bentuk visceral, maka terlihat benjolan-benjolan atau
tumor pada indung telur, hati, limpa,
pankreas, jantung, paru-paru, proventrikulus, ginjal dan usus. Warna organ
menjadi putih kelabu dengan bidang sayatan keras dan kering. Bursa fabricius
mengalami atrofi. Kejadian Marek’s yang
banyak ditemukan adalah bentuk visceral daripada bentuk syaraf (Calnek, 1991).
e.
Diagnosis
Berdasarkan
gejala klinis, perubahan patologis, isolasi dan identifikasi virus, deteksi
antigen dan uji serologik terhadap adanya antibodi yang spesifik untuk MDV.
Dapat juga dilakukan inokulasi pada telur ayam bertunas / DOC yang berasal dari
induk yang SPF (Tabbu, 2000).
f.
Pengobatan
Belum ada
pengobatan pada ayam penderita Marek’s, penderita harus dimusnahkan dan
bangkainya dibakar (Tabbu, 2000).
g.
Pencegahan
Praktek
manajemen yang ketat, pengamanan biologis yang optimal, sanitasi/desinfeksi
yang ketat, waktu istirahat kandang yang memadai, penggunaan vaksin atau vaksin
kombinasi yang optimal (Tabbu, 2000).
2.
Limfoid Leukosis (LL)
a. Etiologi
Disebabkan oleh virus avian
leucosis (ALV), tergolong genus Retrovirus.
Dibagi menjadi 6 subgrup yaitu A, B, C, D, E dan J (Tabbu, 2000).
b. Patogenesis
Penularan
secara vertical melalui telur merupakan cara yang paling penting. Dapat
terinfeksi melalui horizontal teteapi jarang terjadi. Anak ayam yang baru
menetas dan tidak mempunyai maternal antibodi dapat tertular oleh DOC lain.
Biasanya hanya sejumlah kecil ayam yang terinfeksi virus LL yang menderita LL,
sedangkan ayam lainnya bertindak sebagai carrier. Kejadian akan menurun drastis
saat ayam sudah berumur beberapa minggu. Virus LL endogenous biasanya
ditularkan secara kongenital di dalam sel – sel germinativum ayam betina dan
jantan. Efek imunosupresif yang ditimbulkan oleh Gumboro dapat meningkatkan
penyebaran LL (Tabbu, 2000).
c. Gejala
Klinis
Ayam yang
menderita LL mungkin menunjukkan gejala klinis tertentu. Sejumlah ayam yang
menderita tumor menunjukkan lesu, kehilangan nafsu makan, kurus dan lemah. Bulu
ternoda asam urat berwarna putih dan pigmen empedu berwarna hijau. Pembesaran
abdomen karena pembesaran ekstensif pada hati. Menurunkan produksi telur pada
ayam – ayam dengan produksi tinggi. Kematian biasanya rendah, jarang yang lebih
dari 5% (Tabbu, 2000).
d. Perubahan
Patologis
Makroskopik, tumor terlihat pada hati, limpa dan bursa Fabrisius.
Ditemukan juga pada ginjalm paru, gonade, jantung, sumsum tulang dan
mesenterium. Permukaan tumor terlihat mengkilat, halus dan lembut. Potongan
melintang tumor adanya warna kelabu sampai kekuningan dan mengandung daerah
nekrosis (Tabbu, 2000).
Mikroskopik, tumor bersifat fokal dan multisentrik. Jika sel – sel tumor
berproliferasi, maka sel – sel tersebut akan menekan dan mengganti sel – sel
jaringan tertentu tanpa melakukan infiltrasi. Tumor terdiri dari sel – sel
limfoid ukuran bear, yang hampir sama ukurannya dan tergolong sel – sel
primitive (limfoblast) yang bersifat pirinofilik. Di samping itu, hampir semua
sel – sel tersebut positif IgM (Tabbu, 2000).
e. Diagnosis
Berdasarkan
gejala klinis, perubahan patologis, isolasi dan identifikasi virus pada kultur
jaringan misalnya CEF, deteksi antigen dan uji serologik terhadap adanya
antibodi yang spesifik dengan ELISA, PCR, VN. Dapt juga dilakukan uji RIF,
COFAL, PM, dan FA (Tabbu, 2000).
f. Pengobatan
Pengobatan yang spesifik
untuk penyakit ini pada ayam tidak ada (Tabbu, 2000).
g.
Pencegahan
Sehubungan
dengan penularan melalui telur (vertical) sangat penting dan virus LL tidak
bersifat sangat contagious, maka pengendalian yang terbaik adalah dengan cara
eradikasi, biassanya telah dilakukan di tingkat breeding primer (Tabbu, 2000).
3.
Mieloid Leukosis (ML)
a. Etiologi
Disebabkan oleh virus avian
leukosis subgrup J (ALV-J) termasuk family Retroviridae,
genus Retrovirus dan subgenus avian Oncovirus tipe C. termasuk virus
Envelope dan mengandung ssRNA, mempunayi 5 core proteins dan 2 envelope protein
(Tabbu, 2000).
b. Patogenesis
Vertikal, dapat terjadi secara genetic maupun kongenital. Secara genetic
biasanya melibatkan virus endogenous yang telah menginfeksi sel – sel
germinatifa dari telur, sehingga pada saat sel – sel yang terinfeksi tersebut
membelah sejalan dengan pertumbuhan embrio, anak – anak sel akan mengandung
material genetic dari virus endogenous.
Horizontal, anak ayam dapat teinfeksi oleh temannya yang menetas pada
saat yang sama atau terinfeksi oleh anak ayam lain dalam kandang yang sama
melalui kontak secara langsung. Dapat juga terjadi melalui bahan – bahan yang
tercemar oleh ALV-J misalnya jarum suntuk, scalpel penuh darah, jari – jari
yang tercemar saat seleksi melalui kloaka dan pemotonga kuku dan paruh. Dapat
juga melalui sekresi dari ayam yang terinfeksi, missal feses, leleran dari
hidung atau mulut (Jordan, 2008 ; Tabbu, 2000).
c. Gejala
Klinis
Produksi
telur menurun, terjadi penurunan daya tetas telur, adanya gangguan kesehtan
yang tidak spesifik dan pembentukan tumor walaupun frekuensinya jarang. Induk
ayam yang terinfeksi akan menghasilkan anak yang mempunyai hambatan
pertumbuhan, tingkat keseragaman yang rendah dan kepekaan terhadap pengakit
yang meningkat (Jordan, 2008).
d. Perubahan
Patologis
Makroskopis, Pembentukan tumor sel myeloid yang tergolong myeloblast di
dalam sumsum tulang. Sehubungan dengan hal tersebut, maka virus tersebut
kerapkali menyebabkan tumor pada tulang. Sel target telah mengalami
transformasi, maka sel – sel tersebut akan membelah terus – menerus tanpa
terkendali dan selanjutnya terbentuk tumor yang multiple pada berbagai organ.
Tumor tersebut biasanya berbentuk nodular atau difus, multiple, konsistensi
lunak, rapuh berwarna putih kekuningan dan mempunyai ukuran yang bervariasi. bentuk
primer dari tumor yang ditimbulkan adalah mielostroma. ALV-J dapat juga
menimbulkan mieloblastoma, hemangioma, fibrosarkoma, sarcoma histiositik dan
kadang – kadang tumor eritroblastoid (Tabbu, 2000).
Mikroskopik, terdiri atas massa padat, yang merupakan kumpulan mielosit
yang terbentuknya seragam dengan stroma yang sangat sedikit. Sel tumor mirip
dengan sel myeloid normal yang ditemukan di dalm sumsum tulang, ditandai oleh
adanya nuclei ukuran besar, bersifat vesicular dan biasanya terletak di bagian
tepi dari sel serta mempunyai nucleolus yang jelas. Sitoplasma mengandung granula
asidofilik berbentuk bulat (Tabbu, 2000).
e. Diagnosa
Pemeriksaan
patologik, isolasi virus, deteksi antigen grup spesifik, uji antibodi dan
identifikasi virus (Tabbu, 2000).
f. Pengobatan
Pengobatan
yang spesifik terhadap ayam yang terserang penyakit limfoid leucosis belum ada
(Tabbu, 2000).
g.
Pencegahan
Cara
terbaik adalah dengan melakukan eradikasi di tingkat pembibitan galur murni
meliputi pengendalian dan eliminasi ALV-J. Disamping itu dilakukan juga
tindakan pengamanan biologis (biosecurity) dan praktek manajemen yang ketat
untuk menekan kejadian tumor dan mortalitas pada ayam serta mencegh penyebaran
dari virus tersebut.
C.
Sumber Informasi
(Daftar Pustaka)
Calnek,B.W. 1991. Disease of Poultry 9th edition. Iowa : Iowa State
University Press
Jordan, F. 2008. Poultry Disease 8th edition. Philadelphia : Saunders Elsevier
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya volume
1, Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. Yogyakarta : Kanisius
No comments:
Post a Comment