A. Merumuskan Sasaran / Tujuan Belajar / Learning Objectives
1. Mengetahui macam – macam kajian.
2. Mengetahui asosiasi epidemiologi.
3. Mengetahui toksisitas logam berat.
B. Belajar Mandiri (Mengumpulkan Informasi)
1. Macam – macam kajian
a. Kasus Kontrol
Penelitian kasus kontrol adalah rancangan epidemiologis yang mempelajari hubungan antara paparan (amatan penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri penelitian ini adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakitnya, kemudian dilakukan pengamatan subyek apakah mempunyai riwayat terpapar atau tidak. Subyek yang didiagnosis menderita penyakit disebut kasus berupa insidensi yang muncul dari populasi, sedangkan subyek yang tidak menderita disebut kontrol.
Studi kasus kontrol adalah salah satu studi analitik yang digunakan untuk mengetahui faktor resiko. Studi kasus kontrol sangat bermanfaat untuk kasus penyakit yang jarang dijumpai dan berkembang secara laten di masyarakat. Studi ini bersifat retrospektif, yaitu menelusuri ke belakang penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan suatu penyakit di masyarakat. Hasil perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol, didapatkan nilai rasio, yaitu proporsi antara hewan sakit yang memiliki faktor resiko dan hewan sehat (tidak sakit) yang memiliki faktor resiko. Rasio tersebut adalah estimasi resiko relatif atau odds ratio.
Seleksi Kasus Kelola
§ Bias seleksi akan dapat dikurangi apabila kasus maupun kontrol diambil secara acak dari populasi yang sama.
§ Kasus dan kontrol harus diseleksi dengan kriteria yang sama.
§ Karena kesulitan dalam mendapatkan kelompok-kelompok sakit dan tidak sakit yang benar-benar sebanding, studi kasus kontrol sering mengambil kelompok-kelompok kontrol yang multipel.
§ Kasus dan kontrol dapat disepadankan (match) dalam hal karakteristik dari variabel respon.
Kelebihan
§ Studi kasus kontrol sangat berguna untuk meneliti masalah kesehatan yang jarang terjadi di masyarakat.
§ Sangat berguna untuk meneliti masalah kesehatan yang terjadi secara laten di masyarakat.
§ Sangat berguna untuk mempelajari karakteristik berbagai faktor resiko potensial pada masalah kesehatan yang diteliti.
§ Hanya memerlukan waktu yang singkat dan biaya yang lebih murah
Kekurangan
§ Tidak dapat dipakai untuk menentukan angka insiden (incidence rate) penyakit.
§ Data faktor resiko disimpulkan setelah penyakit terjadi sehingga data tidak lengkap dan sering terjadi penyimpangan.
§ Odds ratio tidak dapat digunakan untuk mengestimasi resiko relatif jika masalah kesehatan yang sedang diteliti terdapat di masyarakat lebih dari 5%.
§ Sulit untuk menghindari bias seleksi karena populasi berasal dari dua populasi yang berbeda.
§ Ketidakpastian adanya pendahulu (antecendent) dan akibat (consequence).
b. Lintas Seksional (Cross Sectional)
Penelitian lintas seksional (penelitian prevalensi) adalah penelitian yang mengukur prevalensi penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan penyakit dengan paparan dengan cara mengamati status paparan dan penyakit secara serentak pada individu dari populasi tunggal pada satu saat atau periode tertentu. Penelitian lintas seksional relatif lebih mudah dan murah untuk dikerjakan dan data berguna bagi penemuan pemapar yang terikat erat pada karakteristik masing-masing individu.
Penelitian cross-sectional lebih banyak dilakukan dibanding penelitian longitudinal, karena lebih sederhana dan lebih murah. Dalam penelitian cross-sectional, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu tertentu. Pada penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya. Kelemahan rancangan cross-sectional lainnya adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam objek/variabel yang diteliti serta hubungan korelasionalnya.
Kelebihan
§ Mudah untuk dilakukan
§ Murah biayanya
§ Tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (faktor resiko) dan tidak ada subyek yang kehilangan kesempatan untuk memperoleh terapi yang diperkirakan bermanfaat.
Kelemahan
§ Memiliki validitas inferensi yang lemah dan kurang mewakili sejumlah populasi yang akurat, oleh karena itu penelitian ini tidak tepat bila digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan dan penyakit.
§ Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data resiko dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan.
§ Dibutuhkan jumlah subyek cukup banyak, terutama bila variable yang dipelajari banyak.
§ Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang.
c. Kohort
Kohort disebut juga penelitian follow up atau penelitian insidensi adalah rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit. Pemilihan subyek berdasarkan status paparannya, kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek mengalami outcome yang diamati atau tidak. Bisa bersifat retrospektif atau prospektif. Rancangan penelitian kohort prospektif, jika paparan sedang atau akan berlangsung, pada saat penelitian memulai penelitiannya. Rancangan kohort retrospektif, jika paparan telah terjadi sebelum peneliti memulai penelitiannya.
Karakteristik
§ Bersifat observasional
§ Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat
§ Disebut sebagai studi insidens
§ Terdapat kelompok kontrol
§ Terdapat hipotesis spesifik
§ Dapat bersifat prospektif ataupun retrospektif
§ Untuk kohort retrospektif, sumber datanya menggunakan data sekunder
Keuntungan
§ Kesesuaian dengan logika normal dalam membuat inferensi kausal
§ Dapat menghitung laju insidensi
§ Untuk meneliti paparan langka
§ Dapat mempelajari beberapa akibat dari suatu paparan
Kerugian
§ Lebih mahal dan butuh waktu lama
§ Pada kohort retrospektif, butuh data sekunder yang lengkap dan handal
§ Tidak efisien dan tidak praktis untuk kasus penyakit langka
§ Resiko untuk hilangnya subyek selama penelitian
Contoh Kasus:
a. Kasus kontrol
Korelasi antara sapi yang dipelihara di TPA Jatibarang Semarang dengan sapi yang dipelihara di desa sekitarnya.
b. Kross sectional
Faktor–faktor risiko mastitis subklinis pada kambing Peranakan Etawah di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
c. Kohort
Insidensi Newcastle Disease yang terjadi di peternakan broiler Kecamatan Turi dengan vaksinasi ND La Sota selama 3 bulan.
Tabel 1. Tabel Perbandingan Tiga Studi Observasional
Kriteria
|
Lintas Seksional
|
Kasus Kontrol
|
Kohort
|
Desain pencuplikan (sampling design)
|
Terutama sampel random
|
Sampel terpisah untuk kasus dan kontrol (fixed-disease sampling)
|
Sampel terpisah untuk terpapar dan tak terpapar (fixed-exposure sampling)
|
Arah pengusutan
|
Non-directional, satu titik waktu
|
Retrospektif
|
Prospektif / follow-up selama periode waktu tertentu
|
Kronologi pengumpulan data
|
Data historis maupun data sewaktu
|
Data historis maupun data sewaktu
|
Data historis mau-pun data sewaktu
|
Tingkat kausalitas
|
Hubungan antara penyakit dan faktor resiko
|
Kausalitas awal
|
Kausalitas dengan bukti sekuensi temporal
|
Ukuran resiko
|
Prevalensi (P) sebagai pengganti “resiko”
|
Odds sebagai pengganti “resiko”
|
Insidensi (R, Resiko), Incidence Rate (IR)
|
Perbandingan resiko
|
Prevalence (Rate) Ratio, Prevalence Odds Ratio
|
Odds Ratio
|
RR, IRR, Odds Ratio
|
2. Asosiasi Epidemiologi
Suatu faktor berasosiasi dengan kejadian penyakit apabila faktor terdapat lebih sering pada hewan sakit daripada yang tidak dan tingkat penyakit lebih tinggi pada kelompok terdedah daripada yang tidak. Analisis asosiasi data kategoris (mengukur asosiasi) menggunakan Chi-Square= (c2). Mengukur besaran asosiasi untuk menghitung perbedaan resiko penyakit menggunakan Relative Risk (RR) dan Odds Ratio (OR). Efek dari pengukuran ini dapat diketahui dengan mencari Attributable Rate (AR) dan Attributable fraction (AF).
Relative Risk (RR) atau resiko relatif disebut juga Rasio Insiden Kumulatif (Cumulatif Incidence Ratio) adalah ukuran yang menunjukkan berapa kali (lebih besar atau lebih kecil) resiko secara relatif untuk mengalami kejadian (penyakit atau kematian) pada populasi terpapar bila dibandingkan dengan yang tidak terpapar atau menunjukkan berapa besarnya pengaruh faktor keterpaparan terhadap kejadian penyakit maupun kematian. Nilai RR menyatakan besarnya resiko (kemungkinan) untuk menderita bagi yang terpapar dibanding dengan yang tidak terpapar atau memperlihatkan besarnya pengaruh keterpaparan terhadap timbulnya penyakit. Resiko relatif merupakan nilai perbandingan (rasio) antara rate insiden kelompok terpapar dengan rate insiden kelompok yang tidak terpapar. RR digunakan untuk kajian Lintas seksional dan Kohort.
Odds Ratio (OR) menunjukkan berapa besarnya kejadian suatu penyakit terhadap faktor resiko. Odds Ratio bermanfaat untuk semua kajian (lintas seksional, kasus-kontrol, dan kohort). Attributable Risk (AR) atau resiko atribut adalah nilai perbedaan rate insiden dari kedua kelompok yang diamati. Besarnya (AR) adalah selisih antara rate insiden kelompok terpapar dengan rate insiden kelompok yang tidak terpapar. Nilai AR menunjukkan besarnya pengaruh bila faktor keterpaparan dihilangkan atau untuk melihat besarnya kemungkinan dalam usaha pencegahan penyakit. Attributable Fraction (AF) adalah roporsi jumlah sakit yang disebabkan oleh faktor pendedah dalam kelompok terdedah.
Perhitungan Hasil Penelitian
Tabel 2. Tabel 2 x 2 Analisis Tingkat Resiko terhadap Penyakit
D+
|
D-
| ||
Terpapar (F+)
|
a
|
b
|
a + b
|
Tidak terpapar (F-)
|
c
|
d
|
c + d
|
Jumlah
|
a + c
|
b + d
|
n = a + b + c + d
|
a = jumlah yang terpapar dan menderita
b = jumlah yang terpapar dan tidak menderita
c = jumlah yang tidak terpapar dan menderita
d = jumlah yang tidak terpapar dan tidak menderita
a + c = jumlah seluruhnya yang menderita pada akhir pengamatan
b + d = jumlah mereka yang tidak menderita pada akhir pengamatan
a + b = jumlah mereka yang terpapar pada awal pengamatan
c + d = jumlah mereka yang tidak terpapar pada awal pengamatan yang diamati
n = jumlah sampel
Analisis Data Kategoris
1. Chi-square :
c2 =
c2 ≥ 3,84 ; sehingga ada asosiasi antara faktor resiko dengan penyakit
2. OR =
|
Jika OR = 1, maka resiko yang terpapar = tidak terpapar
Jika OR < 1, maka resiko yang terpapar < tidak terpapar (asosiasi negatif/ kemungkinan protektif)
Jika OR > 1, maka resiko yang terpapar > tidak terpapar (asosiasi positif/ kemungkinan penyebab)
3. RR =
RR < 1 asosiasi/efek negatif antara penyakit dan faktor
RR = 1 tidak ada asosiasi antara penyakit dan faktor
RR > 1 asosiasi positif antara penyakit dan faktor
4. Attributable Rate = a/(a+b) – c/(c+d)
AR negatif menunjukkan laju penyakit yang dicegah oleh pendedahan
AR berkisar dari -1 s/d +1
5. Attributable Fraction
= [a/(a+b) – c/(c+d)]/[a/(a+b)]
= (RR – 1)/RR atau (OR – 1)/OR (estimasi AF)
Kohort
Hasil penelitian kohort dianalisis berdasarkan besarnya insiden kejadian pada akhir pengamatan terhadap kelompok yang terpapar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam analisis demikian ini, selain mereka yang tidak terpapar sebagai kelompok kontrol, juga dimungkinkan membandingkan tingkat keterpaparan yang berbeda antara kelompok target dengan kelompok kontrol. Hasil perhitungan adalah dengan menentukan besarnya pengaruh keterpaparan atau hubungan tingkat keterpaparan dengan hasil luaran (efek). Ukuran yang sering digunakan untuk menilai besarnya pengaruh taktor keterpaparan terhadap kejadian adalah tingkat resiko relatif (RR).
Resiko atribut mempunyai kepentingan dalam kesehatan masyarakat di mana frekuensi kejadian dapat diperkirakan pada suatu populasi tertentu. Untuk menganalisis hasil akhir suatu pengamatan kohort, harus dianalisis apakah setiap nilai yang diperoleh pada pengamatan, memenuhi syarat serta betul-betul sesuai dengan ketentuan penelitian. Di samping itu, nilai yang dicapai harus memberikan gambaran hubungan penyebab (causality associated) dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah dikemukakan terdahulu.
Kasus Kontrol
Besarnya hubungan antara penyakit dan faktor resiko pada studi kasus kontrol dinyatakan sebagai estimasi odds ratio (OR) karena angka insidensi penyakit pada kelompok studi ataupun kelompok kontrol tidak dapat diukur.
Lintas Seksional
Besarnya hubungan antara penyakit dan faktor resiko pada studi lintas seksional dapat menggunakan odds ratio dan relative risk karena pada kajian ini dapat diketahui tingkat kejadian penyakit dan faktor penyebab penyakit.
3. Toksisitas logam berat
Logam berat terbagi atas 2 kelompok, yaitu logam berat yang bersifat sangat toksik seperti: Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Cadmium (Cd) dan Chromium (Cr) dan logam esensial yang juga dapat menjadi racun apabila dikonsumsi secara berlebihan, antara lain: Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zink (Zn) dan Selenium (Se). Logam-logam berat tersebut merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang berbahaya karena terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi zat kimia dalam tubuh makhluk hidup dalam jangka waktu lama.
Di dalam tubuh hewan, logam berat dapat menimbulkan residu, hal tersebut dapat berawal dari keracunan makanan, pencemaran lingkungan, dan kontaminasi saat proses produksi hasil ternak. Kontaminasi pakan, inhalasi logam berat akan menyebabkan akumulasi logam berat dalam jaringan khususnya hati dan ginjal.
Toksisitas timbal (Pb) : ingesti-masuk saluran pencernaan-absorbsi-masuk ke pembuluh darah-berikatan dengan Hb-hambat pembentukan sel darah merah-anemia. Pb (Timbal) menunjukkan beracun pada sistem syaraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Batas toleransi WHO 0.05 mg/kg untuk dewasa dan anakanak 0,025 mg/kg. Mobilitas Pb (Timbal) dalam tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5-3 ppm. Jika Pb (Timbal) terserap melalui pernafasan akan menyebabkan keracunan sel endotel dan kapiler darah di otak, karena pada umumnya barier darah otak sangat mudah dilalui oleh air, CO2 dan O2.
Standar maksimal kadar toksik beberapa logam berat
No
|
Jenis organ/jaringan
|
Jenis logam berat
|
Standar
| |
Depkes
|
WHO
| |||
1.
|
Musculus Biceps Femoris
|
Pb
|
2.00
|
0.10
|
Hg
|
0.03
|
-
| ||
Cd
|
-
|
0.15-0.50
| ||
2.
|
Musculus Longisimus Dorsi
|
Pb
|
2.00
|
1.00
|
Hg
|
0.03
|
-
| ||
Cd
|
-
|
0.15-0.50
| ||
3.
|
Hati
|
Pb
|
2.00
|
0.10
|
Hg
|
0.03
|
-
| ||
Cd
|
-
|
0.15-0.50
| ||
4.
|
Ginjal
|
Pb
|
2.00
|
1.00
|
Hg
|
0.03
|
-
| ||
Cd
|
-
|
0.15-0.50
| ||
5.
|
Rumen
|
Pb
|
2.00
|
1.00
|
Hg
|
0.03
|
-
| ||
Cd
|
-
|
0.15-0.50
| ||
6.
|
Usus
|
Pb
|
2.00
|
1.00
|
Hg
|
0.03
|
-
| ||
Cd
|
-
|
0.15-0.50
|
Mekanisme umum keracunan logam berat :
§ Memblokir atau menghalangi kerja gugus fungsi biomolekul yg esensial untuk proses biologi, seperti protein dan enzim
§ Menggantikan ion-ion logam esensial yang terdapat dalam molekul terkait
§ Mengadakan modifikasi atau perubahan bentuk gugus aktif yg dimiliki oleh biomolekul
Urutan toksisitas :
§ Daftar urutan tinggi ke rendah
Hg2+ à Cd2+ à Ag+ Ni2+ Pb2+ à As2+ à Cr2+ à Sn2+ à Zn2+
§ Pengaruh terhadap aktivitas enzim : Cd2+ à Pb2+ à Zn2+ à Hg2+ à Cu2+
§ Aktifitas enzim alpha-glycerophosphat dehydrogenase (jaringan ikan)
Hg2+ à Cd2+ à Zn2+ à Pb2+ à Ni2+ à Co2+
a. Plumbum (Pb)
Etiologi. Kandungan logam berat Pb pada hati dan ginjal batas maksimum residu (BMR) yang direkomendasikan oleh POM 1998 yaitu sebesar 2 ppm. Timbal atau plumbum (Pb) adalah metal kehitaman merupakan bahan baku untuk pembuatan alat-alat listrik seperti aki, baterai, juga digunakan untuk melapisi logam lain untuk mencegah terjadinya korosif. Logam Pb merupakan hasil samping dari pembakaran kendaraan bermotor sehingga dapat mencemari lingkungan udara, serta logam berat Pb dapat masuk ke sumber air melalui pengkristralan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Timbal merupakan logam toksik yang bersifat kumulatif.
Patogenesis. Masuk melalui penetrasi melalui kulit, pernafasan, pencemaran pakan. Pada hewan yang mempunyai kadar Pb lebih dari 10 ppm pada hati menunjukkan bahwa hewan tersebut mengalami keracunan. Absorpsi Pb pada hewan yang muda lebih tinggi dibandingkan yang tua. Faktor – faktor yang mempengaruhi kandungan Pb dalam jaringan tubuh yaitu, umur yang lebih tua kandungan Pb tinggi, jenis jaringan tubuh (dari yang paling tinggi) : tulang à hati à paru – paru à ginjal à limpa à jantung à otak à gigi à rambut.
Gejala. Gastrointeritis karena terjadi reaksi dari mukosa saluran pencernaan dengan garam Pb dan terjadi pembengkakan. Diare karena gerak kontraksi rumen dan usus terhenti. Anemia, dalam darah timbal (Pb) berikatan dengan sel darah merah sehingga sel darah mudah pecah dan terjadi gangguan terhadap sintesis Hb, ditemukannya basofilik stipling pada sel darah (ciri keracunan Pb). Encephalopati yaitu kerusakan yang terjadi pada sel endotel dari kapiler dan otak.
b. Kadmium (Cd)
Etiologi. Batas maksimum kandungan residu logam berat Cd menurut Environmental Protection Agency tahun 1985 dalam makanan sebesar 0,01 ppm. Logam Kadmium (Cd) adalah metal berbentuk kristal putih keperakan dan biasa terdapat pada industri alloy, pemurnian Zn, pestisida. Jumlah Cd yang diserap oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk pH tanah, kandungan mineral lain (Ca) dan pemupukan tanah oleh fosfat. Cd dieliminasi oleh tubuh melalui feses dan urine.
Patogenesis. Masuk melalui pernafasan, dan pencemaran pakan. Toksisitas dapat terjadi disebabkan interaksi antara Cd dan fosfat yang bersifat antagonisme, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dan mengakibatkan toksisitas Cd. Umumnya toksisitas Cd karena adanya defisiensi unsur tersebut yang berakibat meningkatnya absorpsi Cd. Padi – padian dan produk biji – bijian juga biasanya merupakan sumber utama Cd. Selain itu sumber air juga menjadi salah satu penyebab adanya kandungan logam berat dalam tubuh ternak Akumulasi logam berat yang tertinggi biasanya dalam organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Cd yang masuk melalui pakan terserap 3-8% dari total Cd yang termakan.
C. Sumber Informasi (Daftar Pustaka)
Budiharta, S. 2002. Kapita Selekta Epidemiologi Veteriner. Yogyakarta : Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM
Budiharta, S. dan I Wayan S. 2007. Buku Ajar Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner. Bali : Universitas Udayana
Kuntoro, H. 2006. Konsep Desain Penelitian. Surabaya : Guru Besar Ilmu Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Sugiyono. 1997. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
No comments:
Post a Comment